Kamis, 23 Desember 2010

Perjalanan Cinta


Kemana Menemukan Cinta
Bagian Ke-delapan
Posting by : A.Kuspriyanto

SEPANJANG sejarah, di kalangan orang-orang arif yang membicarakannya, cinta adalah sesuatu hal yang tidak pernah habis untuk dibicarakan, dan tak akan pernah surut untuk diapresiasi. Bahkan tidak bisa dipungkiri maka sesungguhnya semua kebaikan, keindahan, kecantikan, ketentraman, kedamaian dan hal-hal yang baik , semua pada dasarnya dilandasi dan muncul karena cinta. Semua kecintaan yang kita tujukan kepada siapapun dan kepada apapun, cinta akan memiliki nilai keluhuran dan ketinggian derajad bila dilakukan demi sesuatu dan untuk sesuatu yang mulia.

Hidup adalah sebenarnya rangkaian perjalanan cinta. Coba kita tanyakan pada beningnya jiwa, bisakah hidup tanpa cinta? Kendatipun mata terpejam, raga terkulai lemah tak berdaya, mulut tak kuasa mengucap, tapi betapa jiwa masih bergetar merasakannya. Perjalanan sang waktu akan memberikan bukti benarkah hati meraihnya dengan tulus suci. Ataukah cinta hanya akan membawa kepada kehinaan diri dan petaka.
Sebagaimana yang diungkapkan Hamka bahwa cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahlah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun kedurjanaan , kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.

Banyak cerita roman yang penuh haru-biru cinta dan pengorbanan, yang seolah menjadi inspirasi para pemujanya yang rela mengorbankan hidupnya demi sebuah cinta. Begitu tak berdayanya hati ketika tiba-tiba badai cinta menggelora di dada. Seolah menyimpan kekuatan yang maha dasyat yang akan mampu menembus dimensi ruang dan waktu.

Lihatlah bagaimana mashurnya kisah Laila Majnun buah karya Nizami. Sebuah kisah dari cerita rakyat Arab, tentang perjalanan cinta seorang gadis cantik bernama Laila dengan seorang pemuda bernama Qais. Kekuatan cinta dua anak manusia ini, ternyata tidak membuat mereka berdua berhenti untuk saling mencintai, kendatipun terhalang berbagai rintangan. Qais tersiksa hatinya karena kasihnya tak sampai. Sang buah hati telah dinikahkan dengan Saudagar kaya Sa’ad bin Munif. Hancur luluhlah hati Qais. Tak ada satu obat pun yang yang bisa menyembuhkan sakitnya hati, meskipun orangtuanya telah mendatangkan banyak Tabib ternama. Sehingga karena begitu besarnya hasrat cintanya kepada Laila yang tidak mampu ia tundukkan, membuat Qais seperti berperilaku aneh. Ketulusan jiwa dalam derita mengilhami dalam syair dan puisi yang mengalir menentang takdir mereka. Karena perilaku aneh Qais, yang sibuk dengan dirinya sendiri bahkan sering terlihat berbicara sendiri, tetap saja orang di kampungnya menyebutnya majnun yang berarti kurang sempurna pikirannya.
Demikian pula tidak kalah menderitanya Laila, meskipun telah diperistri Saudagar kaya, ia tetap mencintai Qais. Karena tak kuat menahan penderitaan cinta, Laila akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia. Pada akhirnya kedua anak manusia ini dipersandingkan dalam pusara abadi. Di atas ke dua pusara ditumbuhi dua rumpun bambu yang konon pucuknya saling berpelukan yang masyhur dikenal dengan maha karya kisah Laila – Majnun.


Kita juga menyaksikan bagaimana kisahnya sang Romeo dan Juliet karya Shakespeare yang berujung tragis atas perjuangan cinta. Demikian bagaimana kisahnya Rose De Witt dan Jack Dawson yang tenggelam di Samudera bersama Kapal Titanic. Atau kisah cintanya Roro Jonggrang, atau berbagai kisah romantik cinta yang masyhur, seolah menjadi ’publik figur’ bagi para pemujanya, yang selalu mengagungkan cita-cita cinta.

Memang tidak bisa dipungkiri, energi cinta begitu dasyat. Cinta dapat mengubah manis menjadi pahit, derita menjadi nikmat, kemarahan menjadi kerinduan dan seterusnya. Tuhan menganugerahkan sekeping hati kepada kita untuk menjaganya yaitu cinta. Karena cinta ini berada di tempat yang labil, sebagaimana Sabda Rasulullah Saw, "hati itu bersifat gampang terbolak-balik bagaikan bulu yang terombang ambing oleh angin yang berputar-putar. Oleh karena itu agar nyaman, kalau bisa cinta itu ditempatkan secara proporsional . Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan :” Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu.” Dalam Hadist Riwayat At Tirmidzi Rasulullah Saw bersabda:”Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”.

Lantas sebenarnya kemanakah langkah cinta kita mengabdi? Benarkah cinta ini tertuju, bila hati masih menyimpan geram. Tentunya cinta hakiki dari sekeping hati seorang yang beriman, adalah cinta yang bersumber dari kecintaan Allah SWT dan karena untuk menggapai ridho-Nya. Maka berbagai jalan terbentang yang dapat diwujudkan dalam aktivitas kehidupan tanpa batas ruang dan waktu. Ketulusan cinta yang mampu membangkitkan semangat, yang mampu merubah menjadi lebih baik. Semoga....!

Wallahu a’lam bi shawab.

Kamis, 16 Desember 2010

Membangun Ukhuwah Islamiyah

Mengurangi Rapuhnya Komunitas
Posting by : A.Kuspriyanto

BERSATU Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh. Begitu sering kita dengar sebuah pepatah yang tidak asing lagi. Dalam membangun sebuah komunitas, baik itu dalam keluarga, masyarakat ataupun yang lainnya, mutlak diperlukan sebuah kekompakan, kebersamaan , persatuan. Tanpa adanya kekompakan, kebersamaan dan persatuan suatu komunitas akan mustahil dapat mempertahankan keutuhannya, bahkan akan cerai-berai. Apalagi di saat ini, tantangan zaman yang modern dan gaya hidup yang semakin sekuler , disinyalir adanya penurunan kualitas sebuah komunitas, dengan kata lain rapuhnya komunitas kita.
Benarkah sekarang kita berada dalam komunitas yang rapuh? Sebuah pertanyaan yang mungkin pernah hinggap di benak kita. Kalau kita cermati dan saksikan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Lebih-lebih saat ketika rame-nya orang memperjuangkan sebuah kepentingan organisasinya masing-masing. Begitu besarnya semangat “egoisme” individu atau kelompok itu mengkristal , seolah jauh dari semangat kebersamaan dan persaudaraan.

Mungkin ada benarnya, isyarat yang disampaikan Rasulullah Saw 14 Abad yang lalu akan terjadinya suatu komunitas yang rapuh. Kerapuhan mereka bukan karena jumlahnya yang minoritas, akan tetapi justru ironisnya mereka mayoritas dari segi kuantitatif. Akan tetapi dari segi kualitatif mereka sungguh memprihatinkan. Diibaratkan oleh Rasulullah SAW mereka ibarat buih yang terapung-apung di atas air bah. Lebih disayangkan lagi dengan jumlahnya yang besar hanya dijadikan ‘bahan rebutan’ bagi yang berkepentingan ibarat makanan dalam hidangan yang diperebutkan oleh orang-orang yang lapar.

Nabi Muhammad SAW pernah memberikan isyarat kepada Sahabatnya tentang keadaan umat Islam di akhir zaman, “ Akan datang suatu masa, umat lain akan memperebutkan kamu, ibarat orang-orang yang lapar memperebutkan makanan dalam hidangan. Sahabat menanyakan:”Apakah lantaran pada waktu itu jumlah kami hanya sedikit, ya Rasulullah? Dijawab oleh beliau, “Bukan, bahkan sesungguhnya jumlah kamu pada waktu itu banyak, tetapi kualitas kamu ibarat buih yang terapung-apung di atas air bah. Dan dalam jiwamu tertanam kelemahan jiwa”. Sahabat bertanya :”Apa yang dimaksud kelemahan jiwa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab:” Yaitu cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud)

Kondisi yang digambarkan Rasulullah Saw di atas, mungkin bisa jadi ada pada diri kita atau di lingkungan kita. Karena kendatipun tubuh kita sehat, otak kita cerdas, tapi jiwa kita lemah. Kelemahan jiwa itu dijelaskan Rasulullah karena terjangkit penyakit yang dapat menurunkan kekuatan ukhuwah “cinta dunia dan takut mati”. Berbagai upaya yang dilakukan dan keinginan hanya dipusatkan untuk mencapai kesenangan dunia semata-mata. Semua usahanya diperhitungkan dan dihargai dengan keuntungan dunia semata, sekalipun apa yang dikerjakan merugikan orang lain. Demikian pula, perjuangan dalam usaha agama semakin menipis, bahkan nyaris tidak ada lagi gemanya. Oleh karena itu, berbagai upaya seharusnya dilakukan untuk mengokohkan ukhuwah islamiyah.

Membangun Ukhuwah Islamiyah

Sesungguhnya sebagai umat manusia berdasarkan fitrahnya memiliki keinginan saling kerjasama, saling bantu membantu dengan sesama. Begitu pula kita selaku umat Islam, sudah barang tentu semestinya memiliki jiwa persatuan dan persaudaraan kepada sesama, terlebih kepada sesama Umat Muslim (ukhuwah Islamiyah), karena ukhuwah islamiyah ini termasuk perintah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujuurat : 10, yang artinya:” Sesungguhnya orang-oran mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan betaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat .”

Meskipun dimaklumi bahwa hidup ini banyak masalah yang terkadang menjadikan salah paham, pertentangan, permusuhan dan bahkan peperangan. Akan tetapi, hendaknya jangan sampai mengabaikan ukhuwah islamiyah. Tentunya kita harus memiliki visi, misi dan semangat idealisme yang tidak boleh padam, yakni dalam upaya memperjuangkan Agama Allah, tegaknya agama Islam. Insya Allah permasalahan yang ada dapat dicarikan solusi secara bijaksana dalam kebersamaan.

Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk memupuk rasa persaudaraan (ukhuwah) tersebut , saling melengkapi –saling membantu, di sisi yang lain kita juga menyadari ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sungguh tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, karena ini merupakan sunnatullah.

Toleransi , saling menghormati dan memahami terhadap sesama ini sangat baik untuk dipupuk dan dikembangkan. Sehingga diharapkan meskipun ada perbedaan faham, khilafiyah furuiyyah, aspirasi politik dsb, tidak menjadi pemicu perpecahan sesama umat Islam, yang pada akhirnya akan menjadikan terganggunya ukhuwah islamiyah.


Perbedaan-perbedaan tersebut diatas, diperbolehkan dalam Islam, karena kita tidak mungkin dijadikan satu saja tanpa sebuah perbedaan, tetapi memiliki kepentingan yang tidak mesti sama. Namun demikian, hal yang perlu dihindari adalah sifat ta’asyub jahiliyah, yakni merasa bahwa faham, politik dan pendapatnyalah yang paling benar, sehingga kadang tidak bisa memahami akan kepentingan orang lain, bahkan lebih jauh mengabaikan kepentingan yang lebih besar, ukhuwah islamiyah.

Satu hal yang perlu direnungkan bahwa kita tak akan mungkin meraih kejayaan tanpa ada persatuan dan kesatuan, yang didasari dengan ukhuwah islamiyah yang solid, jauh dari sifat ta’asub jahiliyah. Oleh karena itu, maka sudah menjadi kebutuhan kita semua untuk saling bantu membantu dalam kebaikan untuk meraih ridho Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah dalam QS Al Maidah : 2 ” Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”.

Wallahu a’lam bi shawab.

Senin, 13 Desember 2010

Hari Asyura'

Perbanyak Sedekah di Hari Asyura’
Posting by : A.Kuspriyanto

BULAN Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Banyak keutamaan di dalam bulan Muharram ini sehingga disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini terdapat hari yang masyhur , tepatnya pada tanggal 10 Muharram yang dikenal sebagai hari asyura’. Allah menyelamatkan nabi Musa as dan bani Israil dari kejaran Fir’aun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah menetapkan puasa tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.

Ibnu Abbas r.a berkata: "Ketika Nabi saw telah hijrah ke Madinah maka ia melihat orang-orang Yahudi puasa pada hari asyuraa, maka Nabi saw bertanya : Hari apakah yang kamu berpuasa? Jawab mereka: Hari ini hari besar. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun dengan tentaranya, maka Nabi Musa as telah berpuasa untuk syukur kepada Allah, dan kami pula puasa pada hari ini. Maka sabda Nabi Saw bersabda:”fanahnu ahaqqu wa aula bimuusaa minkum fashoomahu warasuulallahi shollallahu ‘alaihi wassalama wa amara ash-haabahu bishaumihi.” Maka kamilah yang lebih layak mengikuti Musa dari pada kamu, lalu nabi saw puasa dan menyuruh sahabat-sahabat supaya puasa. (HR Bukhari, Muslim). Yakni Rasulullah saw merasa lebih layak untuk mensyukuri dan memperingati hari-hari kemenangan agama Allah dan perjuangan–perjuangan para Nabi - RasulNya.

Dalam keterangannya Imam Al Faqih menyebutkan bahwa disebut ‘asyura’ karena persis hari kesepuluh Muharram. Sementara menurut pendapat yang lain, karena para Nabi dimuliakan dengan 10 kehormatan:
1. Diterimanya taubat Nabi Adam as
2. Diangkatnya derajat Nabi Idris as
3. Mendaratnya kapal Nabi Nuh as. (Hampir 6 bulan lamanya umatnya yang ingkar dimusnahkan dengan bencana banjir topan (tsunami) , hingga tersisa 80 orang pengikut setia yang selamat).
4. Dilahirkan dan dilantiknya nabi Ibrahim as selaku khalilullah, serta diselamatkannya dari kobaran api Namrudz
5. Diterimanya taubat nabi Daud as
6. Diangkatnya nabi Isa as ke langit
7. Diselamatkannya nabi Musa as
8. Ditenggelamkannya Fir’aun
9. Dikeluarkannya Nabi Yunus dari dalam perut ikan
10. Dikembalikannya kerajaan Nabi Sulaiman as.

Abu Qatadah ra berkata: ” Suila Rasuulullahi Shallallahu ‘alahi wassalam ‘an shiami ‘aasyuuraa’? Faqaala : Yukaffirussanatal maadhiyah . Rasulullah saw ditanya tentang puasa ‘asyuura’, maka jawabnya : dapat menebus dosa setahun yang lalu" (HR Muslim)
Dosa-dosa yang terlebur karena amal ibadah itu adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa-dosa besar, harus melalui taubat dengan mengikuti syarat-syaratnya.

Maka kita dianjurkan berpuasa pada hari Asyura’ yang dapat dilaksanakan dengan beberapa pilihan dengan satu hari sebelum atau sesudahnya, tanggal 9, 10 atau 10, 11 atau 9, 10 dan 11. Rasulullah Saw bersabda:” Puasalah kalian pada hari Asyura, bedakanlah dengan orang-orang Yahudi, berpuasalah satu hari sebelum dan sesudahnya.”
Selain berpuasa, umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak sedekah pada kaum fakir-miskin dan bersedekah kepada keluarga, menambah uang belanja rumah tangga dengan cara yang sesuai syar’i, serta menyantuni anak yatim.

Wallahu a’lam bi shawab

Jumat, 10 Desember 2010

Sami'na Wa atho'na


Menyoal Sebuah Kepatuhan
Posting by : A.Kuspriyanto

SETIAP kali kita menerima suatu himbauan Agama (ajakan secara halus), atau yang lebih keras ‘sebagai suatu perintah’, biasanya kita akan memberikan respon terhadap ajakan tsb. Ada yang hanya didengar, kemudian ditindaklanjuti; didengar ditanyakan bahkan diperdebatkan tetapi tidak pernah dilaksanakan atau bahkan didengar, dipikir-pikir tapi diabaikan atau dilanggar.

Memang bisa dimaklumi Era globalisasi, sering semua masalah digenerasilasi harus dipikir sampai “jlimet”, ini lho yang namanya rasional. Rene Descartes mengatakan ”cogito ergo sum” yang artinya aku berpikir, maka aku ada, yang mengandung maksud bahwa dengan berpikir mampu mengadakan sesuatu. Padahal sebenarnya berpikir bukanlah bisa mengadakan sesuatu tetapi hanya menyadari keberadaan sesuatu. Nampaknya pikiran manusia tidak akan pernah menjangkau hakikat keberadaan Tuhan, hakikat sebuah kebenaran yang hakiki dan sebagainya yang bersifat abstrak.

Secara sederhana keluguan kepatuhan terhadap hukum ini pernah diungkapkan dalam kisah seorang pembantunya Nabi Muhammad SAW yang bernama Robiah. Saking setianya, sampai seluruh hidupnya digunakan untuk berbakti kepada Kanjeng Nabi dengan keikhlasan hingga akhir hayatnya. Bahkan ketika ditawari untuk berhenti bekerja , karena mungkin usianya sudah udzur, dia menolak dan ingin terus mengabdi kepada Kanjeng Nabi Saw. "Biarkan saya bersamamu ya Rasulullah mulai di dunia sampai di surga nanti," katanya. Rasulullah tidak bisa menolak permintaan pembantunya itu. Hanya saja dia memberi isyarat,"Kalau kamu ingin bersamaku di dunia sampai di jannah nanti, kamu harus banyak bersujud." Pernyataan beliau langsung diamini oleh Rabiah,"Sami'na wa atho'na." Ini bentuk kepatuhan yang saat ini sering diperdebatkan, kepatuhan yang ikhlas tanpa reserve.

Nampaknya berbagai kemungkinan bisa terjadi di muka bumi ini. Sebuah Hadist dari Rasululah SAW yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Hurairah r.a berkata: “Ketika turun ayat : Lilahi mafis samawaati wama fil’ ardli wa in tubdu ma fi anfusikum au tukhfuhu yuhaasibkum bihillah. (Bagi Allah kekuasaan langit dan bumi, apabila kamu keluarkan isi hatimu atau tetap kamu sembunyikan akan diperhitungkan oleh Allah). Terasa berat yang demikian itu pada sahabat-sahabat Nabi SAW sehingga mereka datang kepada Rasulullah dan jongkok sambil berkata : Ya Rasulullah kami dapat menerima kewajiban-kewajiban yang dapat kita kerjakan, yaitu sembahyang, jihad, puasa dan sedekah. Dan kini telah diturunkan ayat ini, kami merasakan tidak dapat melaksanakan dan tidak kuat menanggungnya. Rasulullah bersabda: “Apakah kamu akan berkata sebagaimana Ahli kitab-kitab yang sebelummu; Kami mendengar dan melanggar. Kamu harus berkata: Sami’na wa atho’na (Kami mendengar dan taat) Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir (Ampunkan kami ya Tuhan kami dan kepadaMu bakal kembali) Dan ketika ajaran itu telah dibaca oleh para sahabat, sehingga ringan lidah mereka membacanya. Allah menurunkan ayat lanjutannya: Aamanar rasulu bima unzila ilahii min rabbihi wal mu’minuna kullun aamana bilahi wamalaikatihi wa kutubihi wa rasulihi la nufarriqu baina ahadin min rasulihi wa qaalu sami’na wa atha’na ghufranaka rabbana wa ilaikal mashir. (Sungguh telah percaya Rasulullah dengan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, juga kaum mukminin masing-masing telah percaya kepada Allah dan MalaikatNya dan Kitab-KitabNya dan Nabi-nabi UtusanNya, tidak membeda-bedakan salah seorangpun dariutusan-utusan itu, dan berkata mereka: Kami mendengardan taat, ampunkanlah hai Tuhan kami dan kepadaMu akan kembali). Dan ketika telah dilaksanakan demikian itu Alah memansukhkan hukum ayat yang di atas dengan ayat yang terakhir yang berbunyi : La yukallifullahu nafsan illawus’aha laha ma kasabat wa alaiha maktasabat (Alah tidak memaksakan pada seseorang kecuali sekuat tenaganya, baginya keuntungan dari usahanya, sebagaimana diatas tanggungan resiko apa yang telah dikerjakannya. Rabbana la tu’akhidzna in nasina auakh-tho’na. Dijawab : ya” Robbana wala tahmil alaina ishran kama hamaltahu ‘alladziina min qoblina. Dijawab : “ya” Rabbana wala Tuhammilna mala thoqota lana bihi. Dijawab :”Ya” Wafu’anna Waghfir lana warhamna anta maulana fanshurna alal qaumil kafirin. Dijawab: “ Ya” (Ya Tuhan kami janganlah menuntut kami jika kami lupa atau keliru, Jawabnya: Ya, Ya Tuhan kami, jangan menanggungkan pada kami keberatan-keberatan sebagaimana yang Tuhan yang tanggungkan pada orang-orang yang sebelum kami, Jawab Ya. Ya Tuhan kami jangan menanggungkan pada kami yang diluar kekuatan kami. Jawabnya: Ya. Maafkanlah kami dan ampunilah kami, dan kasihanilah kami. Engkau pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi kaum kafir. Jawabnya: Ya). (HR Muslim dikutip dari Riadhus Shalihin)

Wallahu a'lam bi shawab

Selasa, 07 Desember 2010

Selamat Tahun Baru 1432 H

Tak Ada Yang Terlepas Dari Pengawasan-Nya
Posting by : A.Kuspriyanto


TIADA terasa waktu ini berlalu. Saat ini Kita berada di penghujung tahun 1431 H, sebentar lagi kita jelang detik-detik memasuki tahun baru 1432 H. Ini artinya sesaat lagi umur kita bertambah satu tahun dan kita tak akan mungkin bertemu lagi dengan tahun yang sama dan waktu yang sama. Persoalannya sebenarnya apa yang telah kita perbuat terhadap waktu tersebut.

Peristiwa demi peristiwa pun kita jalani, suka dan duka. Amal yang baik pernah kita kerjakan, demikian pula amal yang kurang baik pun pernah kita lakukan. Ibarat sinetron, ada kalanya kita mendapatkan peran yang baik; pada kesempatan yang lain , kita juga pernah kebagian peran yang antagonis. Begitulah Kita akan tetap bermain di panggung sandiwara kehidupan ini, sampai saatnya sudah tak diberikan peran lagi oleh Sang Sutradara. Akan tetapi apapun peran kita, tidak ada satu pun yang akan terlepas dari Pengawasan-Nya.

Dalam salah satu lirik lagunya Opick mengungkapkan perjalanan waktu yang telah berlalu yang tak mungkin lepas dari pengawasan-Nya “Yang Maha Melihat”:

Seiring waktu berlalu
Tangis tawa di nafasku
Hitam putih di hidupku
Jalan ditakdirku

Tiada satu tersembunyi
Tiada satu yang terlupa
Segala apa yang terjadi
Engkaulah saksinya

Kau yang Maha Mendengar
Kau Yang Maha Melihat
Kau Yang Maha Pemaaf
PadaMu hati bertobat

Kau yang Maha Pengasih
Kau Yang Maha Penyayang
Kau Yang Maha Pelindung
PadaMu semua bergantung

Yang dicintai kan pergi
Yang didamba kan hilang
Hidup kan terus berjalan
Meski penuh dengan tangisan

Andai bisa ku mengulang
waktu hilang dan terbuang
Andai bisa ku kembali
hapus semua pedih

Andai mungkin aku bisa
kembali ulang segalanya
Tapi hidup takkan bisa
Meski dengan air mata…

Maka, selama masih diberikan kesempatan untuk mengambil peran dalam hidup ini, masih terbuka lebar kesempatan untuk meraih apa saja yang menjadi cita-cita kita. Tapi, sayangnya kita hanya berkuajiban menyempurnakan ikhtiar, sedangkan Allah adalah Sang Penentu peran apa yang Dia kehendaki terhadap hamba-Nya.

Maka kita diperintahkan untuk senantiasa memperbanyak do’a, dalam setiap saat dan kesempatan. Mudah-mudahan Allah melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya. Dalam surat Al Ashr (1-3) Allah SWT berfirman:“ Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Surat Al Ashr tadi secara keseluruhan berpesan agar seseorang tidak hanya mengandalkan iman saja, melainkan juga amal salehnya. Bahkan amal saleh dengan iman pun belum cukup, karena masih membutuhkan ilmu. Demikian pula amal saleh dan ilmu saja belumlah memadai, kalau tidak ada iman. Oleh karenanya, hendaknya kita tingkatkan ketiganya. Disamping itu, kita agar tabah dan sabar dalam menjalani hidup ini.

Wallahu a’lam bi shawab

Saya Mengucapkan:
Selamat Tahun Baru 1432 H,
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya, diberikan tetap iman dan Islam, diberikan rizki yang halal dan berkah, diberikan umur panjang untuk taat beribadah, serta diberikan akhir kehidupan dengan husnul khotimah.


Magelang, 1 Muharram 1432 H

Minggu, 28 November 2010

Empat Perkara Yang Mulia

Mutiara Hikmah

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Arba’un man u’thiyahunna faqod u’thiya khairaddunyaa wal aakhirati : lisaanun dzaakirun, wa qalbun syaakirun, wabadanun ‘alal balaa-I shaabirun, wa zaujatun laa-tabghiihi khaufan fii nafsihaa walaa maalihi”

Yang artinya:”Ada empat perkara, barang siapa diberi keempat perkara itu, berarti ia benar-benar telah diberi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lisan yang selalu berdzikir (kepada Allah), kalbu yang selalu bersyukur (kepada-Nya), tubuh yang sabar dalam menghadapi cobaan, dan seorang istri yang mau dikawininya bukan lantaran takut celaka atau mengharapkan hartanya." (Riwayat Thabrani melalui Ibnu Abbas r.a)

Penjelasan :
Barang siapa yang dianugerahi lisan yang gemar berdzikir kepada Allah, hati yang selalu bersyukur (kepada-Nya), tubuh yang sabar dalam menanggung musibah, dan istri yang benar-benar setia kepadanya, bukan karena ia takut kepadanya dan bukan pula karena menginginkan hartanya, maka orang tersebut benar-benar telah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat ( Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadits)

Kamis, 18 November 2010

Mengelola Daging Qurban

Sepenggal Pengalamanku Membagikan Daging Qurban Kepada Duafa
Posting by: A.Kuspriyanto

SEBENARNYA tidak ada yang istimewa untuk diceritakan kepada orang lain tentang pengalamanku ini. Karena rata-rata hampir setiap kampung atau tempat dimana sebagian besar komunitas Muslim berada, ketika yaumul nahr (hari raya Qurban) mereka melaksanakan ibadah qurban. Ada yang hanya sekedar menyaksikan penyembelihan hewan qurban, ada yang membantu menyiapkan peralatan, menyiapkan tempat atau bahkan terlibat secara aktif dalam kepanitiaan ibadah Qurban.

Dari sekian banyak pengalaman yang pernah kualami dengan teman-teman sebagai orang yang diberikan amanah untuk mengelola ibadah Qurban, nampaknya ada satu permasalahan yang sering menjadi agenda musyawarah setiap jelang musim qurban tiba dan bisa jadi “topic hangat” dari tahun ke tahun, yaitu bagaimana mendistribusikan langsung daging qurban kepada para Duafa yang hadir di lokasi pemotongan, agar mereka mendapatkan bagiannya secara merata dan tertib. Sementara jumlah daging qurban yang akan dibagikan jumlahnya sangat terbatas.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah pembagian daging langsung kepada para duafa selalu tidak mencukupi, disamping itu juga relatif kurang tertib karena sering diwarnai mereka yang desak-desakan yang mengantri karena berupaya memperoleh jatah kupon yang sangat terbatas. Terpaksa setelah kupon habis, barulah mereka meninggalkan lokasi pemotongan hewan qurban. Itupun tidak serta merta memutus harapan tidak ada yang hadir lagi ke tempat pemotongan qurban, untuk meminta kupon dari Panitia guna ditukar dengan jatah sebungkus daging qurban yang jumlahnya tidak lebih dari 1 kg. Disinilah sebenarnya yang sering membuat ‘tidak sampai hati’ melihat bagaimana saudara-saudara kita para duafa yang demikian banyak terpaksa harus antri berdesak-desakan, apalagi ada yang tidak kebagian jatah daging qurban karena memang nggak ada lagi daging qurban yang bisa dibagikan.

Sebagai ilustrasi sederhana, di tempatku pada qurban tahun ini (yang dikelola Takmir Masjid untuk lingkup RW dengan populasi KK Muslim kurang lebih 160 KK) ada 6 ekor sapi dan 15 ekor kambing qurban. Dari jumlah tersebut kami jadikan 950 bagian untuk distribusikan kepada warga muslim , keluarganya dan panitia sejumlah 320 bagian sedangkan sisanya 630 bagian dibagikan kepada : duafa kurang lebih sejumlah 400 bagian (bungkus), 5 Pondok Pesantren dan warga masyarakat miskin di luar lingkungan sejumlah 220 bagian.
Yang khusus dari sepenggal pengalaman ini, sebenarnya bukan pada jumlah daging qurban yang dibagikan di atas, akan tetapi pada teknik pembagian daging qurban.

Sekitar dua tahun terakhir, panitia melakukan perubahan sistim pengelolaan daging qurban ternyata dapat berjalan lancar dan tertib, dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

Pertama, melakukan pendataan jumlah orang yang akan kita berikan daging qurban;
Kedua, melakukan klasifikasi pembagian daging, misalnya ; warga , panitia, permintaan dari Pontren dan lingkungan, serta para duafa yang biasanya hadir meminta langsung di lokasi qorban.
Ketiga, melakukan pemontoan daging qurban (dibagi) sesuai klasifikasinya. Pada tahapan ini yang secara khusus berbeda dari tahun sebelumnya yakni melakukan pemontoan daging dalam dua tahap; pemontoan pertama, menyiapkan daging qurban untuk khusus para duafa, permintaan Pontren sekitar dan lingkungan . Kedua pemontoan daging khusus untuk warga. Dimana pada tahap pertama pemontoan daging bagi para duafa tadi didahulukan, misalnya sapi 4 dan kambing 10 dipotong dan dijadikan untuk 400 bagian. Setelah selesai baru dilakukan pemontoan kedua, sapi 2 dan kambing 5 dipotong-potong dijadikan 220 bagian. Ukuran seberapa banyak bagian yang harus diberikan kepada masing-masing orang berdasarkan klasifikasinya tersebut tergantung dengan stok daging yang ada. Jumlah masing-masing bisa sama atau bisa pula berbeda.

Khusus jatah para duafa, memang jumlahnya diperbanyak agar mencukupi, kendatipun ukuran jatah perorang sedikit lebih kecil dari jatah warga. Bagi para duafa yang hadir di tempat pemotongan qurban tersebut, yang penting diusahakan dapat diberikan jatah daging, kendatipun tidak sama ddengan jatah warga setempat.
Keempat, Setelah pemontoan daging qurban tahap I dan II telah selesai semuanya, barulah siap dibagikan kepada masing-masing orang berdasarkan klasifikasi di atas, termasuk kepada para duafa.

Dibutuhkan Penanganan Khusus
Pembagian daging qurban kepada para duafa yang biasanya hadir meminta langsung di lokasi qorban, agar tertibnya dilakukan penanganan khusus. Di tempatku ditangani kepanitiaan dibawah seksi duafa. Kerja seksi ini diawali dengan menyiapkan kupon untuk para duafa, kemudian membagikan kupon kepada para duafa, dengan ketentuan mereka menunjukkan KTP Asli, dan mengantri , masing-masing duafa diberikan 1 kupon. Pemberian kupon dilaksanakan sekitar pukul 9 pagi, sedangkan penukaran kupon dengan jatah daging qurban dilaksanakan setelah semua daging qurban siap didistribusikan. Selanjutnya tinggal seksi keamanan membantu mem-backup pelaksanaan pembagian hingga selesai. Sekarang beres, laris manis tanjung kimpul, siapa yang manis bisa ngumpul dong.!

Wallahu a’lam bi shawab.

Senin, 15 November 2010

Khutbah Idhul Adha 1431 H

Memaknai Sebuah Pengurbanan

Masjid Baiturrosyidin Rabu 17 Nopember 2010
Posting by : A.Kuspriyanto

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Allahu Akbar 9x Kabirau walhamdulillahi katsiirau wasubhanallahi bukratau wa-ashiilaa. Laa ilaahaillallah wallahu akbar , allahu akbaru walillahi hamdu
Alhamdulillahiladzii syara’alanaa bil udhhiyati washaalati ‘iidil ‘adhhaa wal hajji fii syahri dzilhijjah. Asyhadu allailaha illallah wahdahu laasyarikalahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhuladzi lanabiiyabakdah. Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidiina muhammadin wa ‘alaa aalihii wa-shahbiihi ajma’in, amma ba’du.
Fayaa ‘ibaadallah ittaqullaha haqqatuqaatihii walaa tamuutunna illa wa antum muslimun Qoola Ta’ala : innaa a’thaina kalkaustar fashalli lirobbika wanhar inna syaaniaka huwal abtar.

Hadirin sidang id rahimahumullah
Di pagi yang indah ini, ketika Sang Mentari memancarkan sinarnya dari upuk timur, gema takbir, tahlil dan tahmid pun terdengar di seluruh penjuru dunia. Hanya atas kudrat dan iradat-Nya, hidayah serta Taufiq-Nya untuk kesekian kalinya kita masih diberikan kesempatan memenikmati keagungan Idhul Adha. Oleh karena itu, tiada kata terindah yang bisa terucap selain puji syukur kepada Allah yang Maha Ghafur, yang menggenggam alam raya ini, Kepada-Nya pemilik segala sanjungan dan pujian.

Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw, keluarganya, tabiit-tabiin serta para pengikutnya yang istiqomah mengikuti ajarannya.

Hadirin sidang id rahimahumullah
Mengawali khutbah ini ijinkanlah diri khotib berwasiat taqwa, mengingatkan kepada diri Khotib, juga kepada segenap hadirin rahimahumullah untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, dalam situasi apapun; baik dalam keadaan suka maupun duka, dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan sendirian maupun disaksikan orang lain. Dengan berbekal taqwa, kita yakin Allah SWT akan memberikan kepada kita solusi dari setiap masalah yang kita hadapi dan menghantarkan kita meraih kebahagiaan yang hakiki fi dunya wal akhirat.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Hadirin sidang id rahimahumullah

Tiada terasa saat ini kita berada di bulan penghujung tahun qomariyah yaitu bulan Dzulhijjah atau menurut kalender Jawa bulan Besar. Dimana kita berkumpul disini memperingati satu diantara sekian hari-hari Allah. Hari dimana seorang Nabi Allah Ibrahim as, menorehkan sejarah pengorbanannya dengan tinta emas dalam sejarah manusia. Beliau seorang Nabi yang mendapat gelar khalilullah, adalah seorang nabi yang banyak menerima ujian dan tantangan sepanjang hidupnya, selalu diiringi dengan pengorbanan demi pengorbanan yang begitu beratnya. Berbagai ujian yang ia jalani, ternyata tidak menyurutkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Kekayaan, urusan keluarganya, bahkan anak satu-satunya yang sangat ia sayangi ia korbankan dengan tabah dan tawakkal untuk melaksanakan perintah Allah SWT.

Sebuah riwayat, bagian dari prosesi penyembelihan Ismail as. Disebutkan ketika Nabi Ibrahim hendak pergi melaksanakan penyebelihan. Dia berkata kepada isrinya Hajar “Pakaikan anakmu Ismail, pakaian yang paling baik, karena aku akan mengajaknya pergi bertamu.” Maka, Hajar pun memakaikan pakaian yang bagus, memberi minyak wangi dan menyisir rambutnya,” Kemudian Ibrahim as. Dan Ismail pergi dengan membawa tali da pisau menuju ke kota dekat Mina. Maka pada hari itu Iblis terkutuk mengalami kesibukan yang luar biasa. Sejak mulai diciptakan tidak sesibuk hari itu. Maka dia pun berupaya dengan berbagai cara untuk menggagalkan niat Ibrahim as. yang akan melaksanakan perintah Allah SWT, tapi Iblis pun tak berhasil.

Gambaran keteguhan Beliau antara lain dapat kita simak dalam dialog keduanya pada jenak-jenak terakhir sebelum tiba kesepakatan besar. ”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:”Hai anakku sesungguhnya akau melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”. (QS: 37:102)
Betapa Ibrahim memanggil dengan penuh kasih sayang kepada anaknya:“Ya Bunayya, anakku tersayang?” Kemudian Ibrahim bertanya kepada anaknya dengan hati-hati; “Cobalah pertimbangkan bagaimanakah pendapatmu tentang itu?” Dapat dibayangkan bagaimana perasaan yang berkecamuk di relung hatinya. Putranya Ismail as. dengan kebesarannya jiwanyai menjawab ,”Wahai ayahku tersayang, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”

Ringkas cerita ketika Nabi Ibrahim dan Ismail As, telah pasrah bulat-bulat dan tawakkal kepada Allah SWT kemudian Allah SWT memberikan kabar gembira , menyuruh ibrahim menghentikan pengorbanan anaknya dengan dan Allah berkenan menggantinya dengan seekor domba yang besar dari surga. “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar . Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim” (QS Ash-Shaffat: 107-109)

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Hadirin sidang id rahimahumullah

Menyaksikan peristiwa agung yang tiada bandingnya dalam sejarah umat manusia itu, malaikat jibril sangat kagum. Karenanya ia lantas memberi salam seraya berseru, Allahu Akbar 3x Nabi Ibrahim as menjawab, Laa ilaaha illallahu Wallahu Akbar, dan Ismail pun menyakut, Allahu Akbar wallillahi hamdu.

Hadirin sidang id rahimahumullah

Kita ketahui bersama, bahwa sebenarnya ibadah qurban bukan hanya sekedar ritual menyembelih ternak serta membagi-bagikan dagingnya, melainkan merupakan media mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT untuh meraih keridhaan-Nya. Sehingga pernah terjadi pada Sahabat Bilal bin Rabah, Abu Hurairah serta beberapa sahabat yang lain terpaksa hanya mampu berkurban ayam untuk ikut bersedekah qurban untuk menyatakan kepada Allah SWT (diriwayatkan dalam Subulus Salam). Demikian pula Ibnu Abbas ra pernah ketika datang hari qurban (yaumunnahr) memerintahkan kepada pelayannya agar membeli daging untuknya dengan 2 keping dirham, serta membagikannya kepada masyarakat dengan memberitahukan hal itu sebagai qurban ibnu abbas (Demikian dalam Fiqh Aktual, Dr. Setiawan Budi Utomo).

Dalam surat Al Hajj 37, Allah SWT berfirman:”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan darimulah yang dapat mencapainya.”

Menurut Imam Alm Ghazali dalam bukunya “Ayyuhal Walad”, ada empat hal yang harus dilakukan orang yang menempuh jalan taqarrub kepada Allah. Pertama, punya keyakinan yang benar dan jauh dari unsure bid’ah, Kedua, melakukan taubat nashuha, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi kemaksiatan. Ketiga, minta keridhaan orang yang menjadi jmusuhnya (menyelesaikan haqqul adamiyah). Keempat, belajar ilmu agama, agar bisa menjalankan agama dengan benar.

Disamping hal tersebut, Islam menekankan kepada kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan ibadah kepada Allah (hablumminnallah) dan hubungan baik dengan sesama (hablumminnas).
Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam yang konsisten dengan agamanya, dan apabila memiliki kelonggaran rizki, tentunya tidak akan merasa keberatan melaksanakan perintah ibadah qurban tersebut, sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT dalam surat Al Kautsar (Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah), serta melaksanakan himbauan Rasulullah yang disampaikan oleh Aisyah RA : “ Tak ada suatu amalan dari keturunan Adam pada hari Nahar yang lebih dicintai oleh Allah Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban); dan sesungguhnya akan datang pada hari qiamat dengan tanduknya, dengan kotorannya, dan dengan rambut-rambutnya; dan sesungguhnya darah yang mengalir itu akan sampai kepada Allah (diterima) sebelum darah tersebut jatuh ke tanah. Makasucikanlah dirimu dengan berqurban.” (HR At Tirmidzi dan Abu Daud).

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Hadirin sidang id rahimahumullah

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada hakikatnya hidup ini tak akan pernah lepas dari sebuah pengorbanan, sehingga dengan kata lain pengorbanan senantiasa hadir sebagai keniscayaan hidup. Hanya ada satu hal yang dapat memutus siklus pengorbanan manusia dalam perjalanan hidupnya adalah kematian. Bahkan dengan pengorbanan dapat mengantarkan setiap pribadi menuju kematangan pribadi dan kejayaan hidup.

Lihatlah bagaimana putera Adam, Habil, mempersembahkan hewan terbaik yang dimilikinya sebagai persembahan kepada Allah SWT untuk membuktikan ketaqwaannya
Tengoklah kisah Nabi Yusuf As, bagaimana beliau harus mengorbankan masa mudanya di dasar sumur yang gelap, lalu rela dijebloskan di penjara yang begitu melelahkan;
Kita tengok kisah Nabi Nuh, bagaimana beliau mengorbankan 950 tahun masa hidupnya untuk berdakwah dan akhirnya hanya mendapat dua belas pasang pengikut;
Kita lihat bagaimana nabi Musa dan Harun harus melewati jalan terjal dalam menyampaikan dakwahnya dan berhadapan dengan Penguasa dholim Fir’aun yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan.
Kita saksikan kisah Ashabul Kahfi, bagaimana para Pemuda di Zamannya yang dengan rela hati meninggalkan Kota, mengorbankan masa muda mereka hidup di dalam Gua untuk mempertahankan agama yang diyakininya.

Dan bagaimana junjungan kita Nabi Muhammad SAW , harus berkorban demi dakwahnya sepanjang 22 tahun, harus menghadapi kekejaman kaum kafir Quraiys, Beliau dicaci maki, difitnah, disakiti, dikucilkan bahkan diancam keselamatan jiwanya. Namun demikian tidak membuat perjuangan Beliau surut ke belakang. Dan Rasulullah SAW menghadapinya dengan ketegaran, kesabaran dan keluhuran akhlaq beliau. Pernah suatu saat ketika Beliau menghadapi ancaman, Rasulullah SAW mengatakan :” Aku bersumpah demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, kemudian memintaku untuk menghentikan misi ini, aku tidak akan berpaling dari misi tersebut hingga allah memberiku kemenangan atau aku binasa di sana.”. Begitulah akhirnya setelah melalui berbagai rintangan yang berat dan melelahkan, bahkan disertai pengorbanan yang penuh dengan darah dan air mata, akhirnya beliau mencapai kemenangan yang gemilang.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Hadirin sidang id rahimahumullah

Dalam benak kita mungkin terbersit sebuah pertanyaan , mengapa kita harus bersusah payah dalam hidup ini untuk selalu berkorban. Pengorbanan yang tidak jarang diwarnai berdarah-darah dan ratapan air mata.

Tapi hidup ini berjalan sesuai dengan Sunnatullah yang harus dilalui dengan segala dinamikanya, karena hidup adalah ujian semata dari allah SWT yang menuntut pertanggungjawaban,

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 67: 2)

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Hadirin sidang id rahimahumullah
Dengan ibadah qurban/ haji ini marilah kita tingkatkan kepedulian social dan semangat berqurban. Karena semangat dan pengorbanan itu pada hakikatnya tidak terbatas para hari raya saja, melainkan setiap saat setiap waktu dan kesempatan dibutuhkan pengorbanan . Dan nilai pengorbanan tentunya tergantung dari keikhlasan serta tingkat kesulitan apa yang diqurbanan. Sedangkan kesempurnaan apa yang kita kurbankan tentunya bersifat situasional, kontekstual dan kasuistik bergantung kepada kondisi, situasi, relevansi dan posisi seseorang dari amalan tersebut.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita beningkan hati kita dengan senantiasa mengingat Allah, penuhi jiwa kita dengan kasih, melalui hari ke depan dengan semanagat untuk selalu lebih baik, tetapkan langkah kita dengan syukur dan sucikan hati kita dengan saling memaaflkan.

Wa idzaa qurial qur’aanu fastami’uu lahuu wa-ansituu la’allakum turhamuun. A’udzubillahi minasysyaithanirrojim wajazaau sayyiatin sayyitum misluhaa faman ‘afaa wa aslahaa fa-ajruhuu ‘alallahi innahuu la yuhibbudhdhalalimiin. Waqurrrobbighfir warham wa anta khairurrohimiin.

Wallahu a'lam bi shawab

Magelang, 10 Dzulhijjah 1431 H

Kamis, 28 Oktober 2010

Menyikapi Sebuah Bencana


Mengapa Di Tanahku Terjadi Banyak Bencana?
Posting by : A.Kuspriyanto

KALAU kita amati akhir-akhir ini di sekitar kita , betapa banyak terjadi berbagai bencana di mana-mana. Belum lama lepas dari ingatan kita gempa bumi di Sumatra Barat dan Tsunami di Aceh, yang telah memporak – porandakan tempat bernaung dan menelan ribuan nyawa. Tidak kalah hebatnya angin puting beliung, tanah longsor di berbagai daerah. Kini Bumi kita berduka lagi, gempa dan tsunami terulang lagi di Wasior dan Mentawai. Belum cukup berhenti disini, Gunung Merapi di Jateng menumpahkan kemarahannya hingga saat ini, bahkan masih ada puluhan gunung lagi yang sedang menggeliat dan dikabarkan akan menyusul meletus. Entahlah, berapa banyak lagi bencana yang akan melanda. Rasanya terlalu banyak untuk dihapalkan dan terasa sakit untuk sekedar diratapi saja. Dalam hitungan hari, berpuluh-puluh nyawa, bahkan ratusan nyawa melayang, harta benda rusak binasa, banyak anak yang jadi yatim piatu, dan berbagai penyakit pun berdatangan. Maka lengkaplah sudah penderitaan yang disandang.

Kemudian sejenak kita merenung, ingin mencari jawab mengapa di tanah kita bencana demi bencana selalu menimpa. Mungkin kita telah banyak berbuat kesalahan atau dosa. Menurut Imam Al Faqih ada 4 faktor penambah besarnya dosa;
1. Menganggap kecil (remeh) terhadap dosa yang diperbuat;
2. Menganggap tidak ada efek sampingan dari perbuatan dosanya (seolah-olah tidak terjadi apa-apa dirinya);
3. Berbangga (senang) atas perbuatan dosanya;
4. Menyambung perbuatan dosanya (terus menerus berbuat dosa).
(Demikian Awwam Hausab)
Dosa demi dosa terus berjalan, alam pun kita kotori dengan tangan kita sendiri, sementara kita tak kunjung memperbaiki diri dan bertobat.
Allah SWT berfirman: ”Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu)” QS. Asy-Syuura: 30). Dalam tafsir Depag, disebutkan bahwa dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia di dunia berupa bencana penyakit dan lain-lainnya adalah akibat perbuatan mereka sendiri, perbuatan maksiat yang telah dilakukannya dan dosa yang telah dikerjakannya sebagaimana sabda Nabi Saw, artinya ”Apa saja yang menimpa kamu sekalian baik berupa penyakit, siksa maupun bencana di dunia, maka itu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri” (H.R. Tirmidzi dari Ali).
Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Allah SWT mengampuni sebagian besar dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat hamba-Nya sebagai satu rahmat besar yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya, karena kalau tidak niscaya manusia akan dihancurkan sesuai dengan timbunan dosa yang telah diperbuat mereka.” Oleh karena itu , ada baiknya kita mengambil hikmah dari sebuah bencana, sebagaimana diingatkan dalam salah satu lirik lagu yang cukup popular :

Barangkali di sana ada Jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Begitulah salah satu lirik lagu Ebit G. Ade yang nampaknya ingin mengajak kepada kita untuk sejenak introspeksi terhadap berbagai bencana yang banyak melanda di tanah kita. Ada sebuah pintu keselamatan dan kemakmuran sebuah komunitas yang ditawarkan kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al A’raaf :96, Allah SWT berfirman :”Walaw anna ahlal qurraa aamanuu wattaqqaw lafatahnaa ‘alaihim barakaatin minnassamaa-I wal ardhi walaakin kadzdzabu fa-akhadznaahum bimaa kaanuu yaksibuun, yang artinya :”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Dalam Tafsir Depag, Surat Al A’raaf ayat 96 dijelaskan “Allah SWT menerangkan dalam ayat ini, bahwa seandainya penduduk kota Mekah dan penduduk negeri-negeri yang berada di sekitarnya serta umat manusia seluruhnya beriman kepada agama yang dibawa leh Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw. Dan seandainya mereka bertaqwa kepada Allah sehingga mereka menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya, seperti kemusyrikan dan berbuat kerusakan di bumi, niscaya Allah akan melimpahkan kepada mereka kebaikan dan keberkatan yang banyak, baik yang datang dari langit maupun yang datang dari bumi. Nikmat yang datang dari langit, misalnya ialah hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi. Sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman dan berkembang biaklah binatang ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh Manusia. Disamping itu mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat dan dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik, serta menghindarkan mala petaka yang biasa menimpa umat yang ingkar kepada Allah dan tidak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Akan tetapi apabila penduduk Mekah dan sekitarnya tidak beriman dan bertaqwa, bahkan sebaliknya mereka mendustakan Rasul dan membelakangi yang dibawanya, maka kejahatan yang mereka lakukan yaitu kemusyrikan dan kemaksiatan tidak mustahil Allah menimpakan siksa kepada mereka walaupun tidak sama dengan siksa yang telah ditimpakan kepada umat yang dahulu yang bersifat memusnahkan. Dan datangnya azab tersebut adalah sesuai dengan sunatulah yang telah ditetapkan-Nya dan tak dapat diubah oleh siapa pun juga selain-Nya.

Maka sebaiknya bagi setiap muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten di atas din (agama)nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menyelamatkan dari adzab-Nya serta menganugerahkan segala jenis kebaikan.

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada Pemerintah daerah agar bershadaqah. Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Azza wa Jalla di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang makruf serta mencegah kemungkaran.
Dengan demikian keselamatan dan kemakmuran komunitas kita sebagai umat Muslim, maupun umat manusia pada umumnya , menjadi tanggungjawab kita bersama, baik secara individual maupun kolektif.

Ali k.w. menceritakan salah satu hadist, bahwa Nabi Saw pernah bersabda : “ Apabila umatku mengerjakan 15 perkara, niscaya malapetaka akan menimpa mereka. Seseorang bertanya:”Apa sajakah hal tersebut Wahai Rasulullah?” Nabi Saw menjawab,”Apabila ghanimah hanya berputar di tangan orang tertentu, amanat dianggap sebagai ghanimah, zakat dianggap sebagai denda, seorang lelaki tunduk kepada istrinya tetapimendurhakai ibunya, dan ia berbuat baik kepada temannya tetapi ia berbuat durhaka kepada ayahnya sendiri. Suara-suara terdengar keras didalam Masjid, pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina, dan lelaki dihormati karena kejahatannya ditakuti. Khamr-khamr banyak diminum, kain sutera banyak dipakai (oleh kaum lelaki), dan penyanyi-penyanyi wanita serta alat-alat musik disukai, serta akhir dari umat ini melaknat generasi pertamanya. Pada saat itu tunggulah oleh kalian akan kedatangan angin merah, atau khasf, atau kutukan.” (Hadist ini diriwayatkan oleh Turmudzi dengan sanad berpredikat gharib)

Berikut ada beberapa tambahan penjelasan sebagai bahan perenungan apa yang diingatkan dalam Hadist di atas:

Pertama, apabila ghanimah hanya berputar di tangan orang tertentu. Yakni apabila harta negara hanya dikuasai oleh segolongan kaum tertentu, sedangkan yang lainnya tidak punya kesempatan. Maka jika kue-kue pembangunan itu hanya jadi milik segelintir kelompok atau orang tertentu saja, yang biasanya mereka yang dekat dengan kekuasaan dan yang mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis. Kondisi demikian tentu akan semakin menambah jurang perbedaan dan ketimpangan antara si Kaya dan Miskin, yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Kemudian siapa yang mau peduli?

Kedua, amanat dianggap sebagai ghanimah. Amanat adalah kepercayaan, kesetiaan atau sejenisnya, dengan kata lain sesuatu yang diserahkan kepada seseorang untuk disimpan, dijaga dan dipelihara, baik berkaitan dengan hak, harta, keluarga, kedudukan dan tanggung jawab. Maka akan banyak ditemukan di sekitar kita yang tidak menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya , menganggapnya sebagai barang jarahan, bahkan mengkhianatinya. Alah SWT telah mengancam orang yang tidak memegang amanah dan tidak berlaku adil, berupa timbulnya berbagai kesulitan dan ketidakberesan. Buah dari kelalaian manusia dalam mengemban amanah menimbulkan berbagai permusuhan, pecahnya persaudaraan dan ketidaktentraman hidup dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu sifat amanah perlu dihidupkan dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana dituntunkan junjungan kita Rasulullah SAW, contoh yang paling baik dalam memegang amanah.

Ketiga, zakat dianggap sebagai denda, membayar zakat sebenarnya bobotnya sama dengan perintah sholat. Akan tetapi, umumnya membayar zakat menjadi nomor sekian, bahkan banyak yang dengan berat hati untuk menunaikannya. Zakat bahkan dianggap oleh pemilik harta sebagai denda, sehinga ia tidak mau untuk mengeluarkannya. Didalam riwayat yang lain ditambahkan sesudah ini, yaitu:”Dan belajar bukan untuk menghidupkan agama.”.

Keempat, seorang lelaki tunduk kepada istrinya tetapi mendurhakai ibunya, seseorang laki-laki taat kepada istrinya dalam segala hal. Bisa jadi ini ikut robongan Suami Takut Istri. Dalam semua aspek kehidupan didomnasi oleh sang Istri. Sayang istri memang dianjurkan dalam agama, akan tetapi bentuk kasih sayang kepada istri tersebut tentu tidak diwujudkan dengan membiarkannya mendominasi semua aspek kehidupan suami. Lebih memprihatinkan, kalau sayang kita kepada istri bahkan mengalahkan sayang kita kepada ibu atau orang tua kita.

Dalam sebuah syair lagunya Roma Irama diungkapkan ,

Bila kau sayang pada kekasih

Lebih sayanglah pada ibumu
Kalau kau patuh pada Rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu

Kelima,…dst.

Apabila perkara yang diingatkan Rasulullah SAW tadi telah menjadi bagian yang sudah umum dari kehidupan kita, maka sangat mungkin suatu saat datangnya bencana akan pasti melanda di bumi kita berpijak. Sebagaimana juga berbagai bencana atau azab yang dikisahkan dalam Al Qur’an pernah menimpa umat yang terdahulu, esensinya bisa jadi terjadi di Era kini. Lihat bencana banjir (tsunami ) pertama yang ditimpakan kepada umat Nabi Nuh. Bencana tanah longsor dasyat yang ditimpakan kepada Nabi Luth. Bencana penyakit mematikan yang menimpa umat nabi Shaleh. Menurut Prof Opitz, seorang ahli sejarah penyakit menyebutnya kemungkinan sebagai penyakit anthrax, dan masih banyak jenis bencana lainnya.

Berbagai musibah yang terjadi menimpa umat ini bisa jadi merupakan hukuman atau penebus dosa. Jika musibah tersebut merupakan hukuman, karena mungkin kita telah banyak melakukan maksiat di mana-mana. Jika merupakan penebus dosa, maka sebagai penebus dosa pelaku maksiat. Dosa itu penyebabnya secara garis besar ada dua hal; pertama, karena tidak melaksanakan perintah Allah dan kedua, karena melanggar larangan-larangan Allah. Oleh karena itu, dengan musibah tadi agar kita dapat mengambil pelajaran sebelum menimpa diri kita. Sebagaimana diingatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a: ” Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dengan orang lain. Dan orang yang celaka adalah orang yang mengambil pelajaran dengan dirinya.”

Entahlah, …
Ya Rabbi, ampunilah hambamu yang penuh dengan dosa ini
Untuk dapat memperbaiki diri
Agar dapat meraih ampunan dan keridhaan-Mu

Wallahu a’lam bi shawab (dari berbagai sumber)

Kamis, 09 September 2010

Khutbah Idul Fitri 1431 H

Meraih Keberhasilan Idhul Fitri

( Khutbah Idul Fitri : Masjid Baiturrosyidin Jum’at 11 September 2010)
Posting by : A.Kuspriyanto

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Allahu Akbar 9x Kabirau walhamdulillahi katsiirau wasubhanallahi bukratau wa-ashiilaa. Laa ilaahaillallah wallahu akbar , allahu akbaru walillahi hamdu
Alhamdulillahiladzii ahallanal yaumaththo’aama wa harromashshiyaama wa ja’alal ‘iida min sya-‘aairil islam. Asyhadu allailaahaillallahul malikul ‘allam, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhul haadi ilaa sabiilissalam. Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidiina muhammadin wa ‘alaa aalihii wa-asyhabiihil kiroom amma ba’du.
Fayaa ‘ibaadallahittaqullaha haqqatuqaatihii walaa tamuutunna illa wa antum muslimun

Hadirin sidang id rahimahumullah
Tiada kata terindah yang bisa terucap selain puji syukur kepada Allah yang Maha Ghafur, hanya atas kudrat dan iradat-Nya, hidayah serta Taufiq-Nya kita dapat hadir di Masjid ini dalam suasana penuh kebahagiaan. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw, keluarganya, tabiit-tabiin serta para pengikutnya yang istiqomah mengikuti ajarannya.

Hadirin sidang id rahimahumullah
Mengawali khutbah ini ijinkanlah diri khotib berwasiat taqwa, mengingatkan kepada diri Khotib, juga kepada segenap hadirin rahimahumullah untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, dalam situasi apapun; baik dalam keadaan suka maupun duka, dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan sendirian maupun disaksikan orang lain. Dengan berbekal taqwa, kita yakin Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan pernah mengingkari janjinya , kita akan diberikan solusi dari setiap masalah yang kita hadapi dan menghantarkan kita meraih kebahagiaan yang hakiki fi dunya wal akhirat.
Umar bin Khatab pernah bertanya kepada Ubay bin kaab mengenai taqwa, maka Ubay bertanya kepadanya:”Tidakkah engkau pernah melewati jalan yang berduri?” Umar menjawab:”Ya” Ia bertanya lagi:”Lalu apa yang engkau kerjakan?” Ia menjawab:”Aku berusaha keras dan bekerja sungguh-sungguh untuk menghindarinya” Kemudian ia menuturkan: “Yang demikian itu adalah taqwa”.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Sejalan dengan esensi puasa, Allah SWT telah memberikan fasilitas yang ekslusif kepada kita, sebulan penuh puasa di Bulan Romadhan. Maka sudah sepantasnya kesempatan itu dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh. setidaknya ada 3 hal, yang telah dikerjakan. Pertama, spirit to self control (semangat mengendalikan diri), Kedua, spirit to actions (semangat beramal) dan ketiga, spirit to change (semangat untuk berubah).

Rasulullah SAW bersabda: Man shaama Romadhoona iimanan wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzambihi : Barangsiapa yang berpuasa di bulan romadhan karena iman dan ikhtisaban, maka akan diampuni dosanya yang telah terlewati. Artinya bahwa puasa yang kita kerjakan hendaknya memenuhi dua hal :Pertama, dengan semangat keimanannya, mampu menahan syahwat, membelenggu nafsu, menghantarkan jiwa dan sikap kita menuju peningkatan /perubahan kepada akhlaq yang karimah. Kedua, Puasa yang diiringi dengan semangat ihtisab. Ihtisab berasal dari kata hasaba yahsibu hisban hisaban ihtisaaban, yaitu semangat menghitung, maksudnya bermuhasabah, mengevaluasi diri kita, sudah sejauh mana kualitas ibadah yang kita kerjakan.

Ada satu maqolah , dari Sayyidina Ali K.a yang artinya:”Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang hancur." Maka output dari puasa kita adalah menjadi orang yang lebih shalih / shalihah.

Suatu ibrah, pelajaran bagi kita bagaimana makhluk Allah SWT yang bernama ulat pun juga berpuasa. Ulat adalah makhluk yang menjijikkan, tidak disukai orang, hama yang merugikan. Tapi ia berpuasa menjadi kepompong, kemudian setelah mencapai masanya ia berubah menjadi kupu-kupu, makhluk yang indah. Kehandirannya senantiasa memberikan kesejukan. Bila ia hadir di taman akan menambah keindahan dan pesona yang melihatnya. Kalau ia masuk rumah, maka kehadirannya sebagai pertanda akan kehadiran tamu kehormatan.

Pada sisi yang lain, ada makhluk Allah yang bernama ular, juga melakukan puasa, ia merupakan makhluk yang buas dan berbahaya. Ketika ia berpuasa, ia mengurung diri di sarangnya hingga berganti kulitnya. Akan tetapi setelah ia berganti kulit yang baru, ia pun keluar dari sarangnya sebagai ular yang lebih buas dan lebih berbisa dengan “seragam barunya”.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.

Salah satu keberhasilan apa yang kita kerjakan pada bulan puasa, tentunya bukan hanya diukur pada waktu bulan puasa saja, justru indicator keberhasilan atsarnya akan nampak setelah kita selesai mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, yakni mulai bulan syawal ini hingga 11 bulan ke depan. Artinya setelah menunaikan shalat id, dan seterusnya mampukah kita menjaga nilai-nilai kesalihan hingga bulan Ramadhan yang akan datang secara istiqomah. Menurut Imam Al Faqih , istiqomah ditandai dengan 4 perkara:
1. Tidak mudah dipengaruhi budi seseorang dalam menegakkan yang haq
2. Tidak gentar dalam mengatasi problema yang menghadang dalam mencapai yang haq
3. Mampu mengendalikan hawa nafsu dalam menjalankan perintah Allah SWT
4. Segala fasilitas yang dimiliki tidak membuatnya lupa (selalu taat) kepada Allah SWT.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Sebagai manusia memang kita menyadari kelemahannya :” …dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’ :28) Suatu kelemahan, dimana kita cenderung mudah tergoda untuk berbuat dosa dan mengotori kesucian jiwanya. Kita punya hati, kadang tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, kita memiliki mata tetapi kadang tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah , dan kita punya telinga juga kadang tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Akan tetapi Allah Swt Maha Pemaaf, lebih-lebih di bulan puasa. Seandainya kita semua mengetahui kebaikan bulan Ramadhan tentu akan berharap semua bulan menjadi Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda: "Lauta’lamu ummati maa fii romadhaana latamannau an takuunassanatu kulluha ramadhaana. (Dari Ibnu Abbas Ra. Rasullullah Saw bersabda:”Kalau sekiranya umatku mengetahui kebaikan di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar supaya tahun semuanya itu menjadi Ramadhan.”)

Oleh karena itu, dengan perjuangan yang cukup gigih menahan berbagai godaan, dan kini kita telah sampai pada hari raya idhul fitri ini merupakan moment keberhasilan awal yang masih harus duji dan dibuktikan 11 bulan ke depan. Sebagai ungkapan rasa syukur memperingati kemenangan awal, tentu boleh orang merayakannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing dengan azas kesederhanaan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam segala hal (tidak boros, juga tidak pelit). Baju baru dan berbagai macam makanan (bahasa Jawa : kembange mejo) nampaknya merupakaian bagian yang tak bisa dihindarkan dari tradisi lebaran. Oleh karena itu bisa dimaklumi, bagaimanapun situasinya orang akan berupaya untuk menyediakannya. Dalam hal ini ada maqolah yang mengingatkan: Laisal ‘iidu liman labisal jadiida innamal ‘iidu liman thoo’atuhu tajiidu – Lebaran bukan dengan pakaian / barang yang baru, tapi lebaran adalah untuk mereka yang taatnya kepada Allah semakin bertambah.

Konkritnya, akan lebih bermakna pada hari raya ini apabila kita buktikan dengan meningkatkan amal sholih seperti halnya bersilaturahmi kepada keluarga , tetangga atau bersedekah membantu kepada orang yang membutuhkan, serta amal sholih yang lain.

Nabi Saw pernah bersabda kepada Uqbah bin Amir r.a:” Wahai Uqbah! Maukah engkau ku beritahukan tentang budi pekerti ahli dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu: (tashilu man qotho’aka-Melakukan shilaturahim (menghubungkan kekeluargaan dengan orang yang telah memeutuskannya), (wa tu’thi man haroomaka) memberi pada orang yang tidak pernah memberimu, dan (wa ta’fuu ‘amman dhaalamaka) memaafkan orang yang pernah menganiayamu.

Untuk menjadi orang yang berakakhlaq mulia ( tidak pendendam dan pemaaf) memang tidaklah mudah, apalagi kita lakukan kepada orang yang memusuhi kita sebagaimana dianjurkan junjungan kita Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pernah suatu waktu, dalam peperangan suci di Uhud, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya akan dimerdekakan bila bisa membunuh paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muththolib r.a, ternyata budak itu berhasil membunuh Hamzah dan ia dimerdekakan. Kemudian ia masuk islam dan menghadap kepada Nabi Saw. Ia menceritakan peristiwa pembunuhan paman nabi. Walaupun Nabi Saw telah menguasai Wahsyi dan kuasa untuk melakukan pembalasan, namun Rasulullah Saw tidak melakukannya bahkan memaafkannya. Subhanallah, sungguh mulia akhlakh beliau. Maka apabila kita bisa meneladani dan melaksanakan apa yang dianjurkan beliau, berarti nilai-nilai puasa telah tertanam dalam pribadi kita.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita beningkan hati kita dengan senantiasa mengingat Allah, penuhi jiwa kita dengan kasih, melalui hari ke depan dengan senyuman, tetapkan langkah kita dengan syukur dan sucikan hati kita dengan permohonan maaf. Taqobballahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua, dan kita kembali fitrah dan meraih kesuksesan. Dan semoga setiap tahun kita selalu dalam kebaikan.

Wa idzaa qurial qur’aanu fastami’uu lahuu wa-ansituu la’allakum turhamuun. A’udzubillahi minasysyaithanirrojim wajazaau sayyiatin sayyitum misluhaa faman ‘afaa wa aslahaa fa-ajruhuu ‘alallahi innahuu la yuhibbudhdhalalimiin. Waqurrrobbighfir wa anta khairurrohimiin.

Saya dan keluarga menyampaikan :

Di hari yang fitri ini
Dengan ketulusan dan kerendahan hati
Yang mungkin sering membuat resah gelisah
Mohon maaf segala khilaf dan salah

Kupat kecemplung santen
Menawi kulo lepat nyuwun pangapunten

Suminten kejedug jendelo
Nyuwun ngapunten sedoyo lepat kulo
Mugi sehat lan selamet sedoyo

Di Irian ada burung Cendrawasih
Cukup sekian dan terima kasih

Magelang, 1 Syawal 1431 H

Senin, 16 Agustus 2010

Tingkatan Puasa

Meraih Kesempurnaan Ibadah Puasa

PADA umumnya setiap muslim telah melaksanakan ibadah puasa, mulai dari anak-anak hingga orang-tua. Begitu setiap kali hadir bulan Ramadhan, kita menjalankan ibadah puasa, mulai dari yang berlatih puasa, hingga yang telah bertahun-tahun menjalankan ibadah puasa.

Secara “dhohir” orang berpuasa bisa jadi sama penampakannya. Ada yang tetap semangat dan ada pula yang “agak loyo”, maklum mulai pagi hingga sore hari tidak makan dan minum. Padahal, penampilan lahiriah tadi belum pasti menunjukkan esensi puasa yang sebenarnya. Demikian pula, dari sudut “Bathiniah”, ketika orang berpuasa diharapkan tidak hanya lahiriahnya saja yang berpuasa, akan tetapi bathinnya juga berpuasa. Bukan hanya tubuhnya saja yang di-service tapi juga jiwanya diperbaiki. Nampaknya dimaklumi, kemampuan orang dalam berpuasa pun bermacam-macam, oleh karena itu akan kita dapati tingkatan puasa yang berbeda satu orang dengan yang lain.

Pertama, puasa orang umum, Ibarat kendaraan kelas ekonomi. Tingkatan puasa pertama ini yang banyak kita jumpai hampir di semua tempat. Typologi ini adalah puasanya kebanyakan orang pada umumnya, yakni menahan perut dan kemaluan dari terpenuhinya kesyahwatan makan, minum dsb, tapi belum bisa menjaga diri dari maksiyat anggota tubuh yang lain. Semangat ibadahnya meningkat , di sisi lain maksiatnya juga masih jalan. Atau bisa jadi membalik pola makan dari siang hari ke makan setelah maghrib tiba. Berbuka adalah saat yang menyenangkan, bukan hanya seteguk air membasahi kerongkongan untuk menghilangkan dahaga, bahkan sudah mulai pagi, semua jenis makanan dan minuman dipersiapkan untuk disantap waktu berbuka tiba, seolah-olah semua makanan tadi harus habis disantap.

Kedua, (puasa orang istimewa/ Khawash), kalau kendaraan Kelas Eksekutif, setingkat lebih sempurna bila dibandingkan typology yang pertama. Tidak disembarang tempat kita bisa mendapatkan kendaraan kelas eksekutif, minimal ada di tempat-tempat tertentu saja. Typologi kedua ini, disamping puasa sebagaimana kelompok pertama, ditambah ia bisa menjaga panca indra-nya dari perbuatan dosa. Perutnya benar-benar puasa , bukan hanya menahan diri dari makanan yang haram, tapi juga menahan diri dari yang halal tapi berlebihan bahkan menahan diri dari barang yang subhat. Ketika waktu berbuka tiba, cukuplah sekedar seteguk air membasahi kerongkongan, beberapa biji kurma dan makanan ringan. Rasa bahagia tersungging, kebahagiaan atas nikmat yang diberikan Allah SWT berupa kenikmatan berbuka sebagaimana yang dicontohkan junjungan Rasulullah SAW, juga kesempatan dapat menyelesaikan ibadah puasanya di hari itu. Seharian puasa, tidak menebarkan pandangan matanya dengan syahwat. Atau menjaga lidah dari sendau gurau yang tidak berguna, berdusta, mengumpat, mengadu domba , berkata jorok, caci maki, riya’ , dsb. Atau menahan pendengaran dari mendengar segala sesuatu yang dibenci, sebab segala sesuatu yang yang haram diucapkan , maka haram pula didengarkan. Atau menahan anggota tubuh yang lain dari segala perbuatan dosa, baik tangan ,kaki, dari segala yang dibenci.

Ketiga, puasa orang teristimewa/ khawashil khawash, kalau kendaraan Kelas Super Eksekutif ,tentu saja hanya di tempat tertentu saja kita menjumpainya. Typologi ini , adalah yang menjalankan ibadah puasa seperti tingkatan kedua ditambah hatinya juga puasa dari kemauan yang rendah seperti hasud, ujub, riya’ dsb, serta pemikiran-pemikiran kepada selain Allah ’Azza wa jalla secara keseluruhan.

Demikian tadi beberapa tingkatan puasa, sebagai bahan perenungan dan evaluasi , mungkin kita dapat meneliti kualitas ibadah puasa kita masing-masing. Rasulullah Saw pernah mengingatkan:”Banyak sekali orang yang berpuasa itu, tetapi tidak ada yang diperolehnya dari puasanya itu kecuali hanya lapar dan haus saja” (Diriwayatkan Nasai dan Ibnu Majah)

Imam Al Ghazali memberikan rambu-rambu rahasia Puasa dan Syarat Bathiniah yang hendaknya diperhatikan:

Pertama, Memejamkan mata dan menahan dari leluasanya pandangan kepada segala sesuatu yang menyebabkan kelalaian hati dari berdzikir kepada Allah SWT.

Kedua
, menjaga lidah dari sendau gurau yang tidak berguna, berdusta, mengumpat, mengadu domba , berkata jorok, caci maki, riya’ , dsb.

Ketiga
, menahan pendengaran dari mendengar segala sesuatu yang dibenci, sebab segala sesuatu yang yang haram diucapkan , maka haram pula didengarkan.

Keempat
, menahan anggota tubuh yang lain dari segala perbuatan dosa, baik tangan , kaki, dari segala yang dibenci. Demikian pula menahan perut dari hal-hal yang haram termasuk yang syubhat (tidak jelas haram atau halalnya).

Kelima
, hendaknya jangan makan berlebihan ketika berbuka sekalipun itu makanan halal dan diperoleh dengan jalan halal. Sungguh-sungguh tiada suatu wadah yang paling dibenci oleh Allah SWT lebih dari pada perut yang terisi penuh makanan, sekalipun halal.

Keenam
, hendaklah setelah berbuka itu , hatinya masih mempunyai perasaan yang goncang yakni antara ketakutan kepada Allah Ta’ala dengan penuh harapan untuk diterimanya amalan ibadah puasanya. Begitulah berbagai tingkatan puasa serta beberapa hal yang dapat kita perbaiki agar ibadah puasa kita sempurna guna meraih keridhaan Allah SWT semata. Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan dengan didasari dengan keimanan dan mengharap balasan dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika.
Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab
.

(Posting by :A.Kuspriyanto)

Selasa, 03 Agustus 2010

10 Sebab Cinta Allah

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ke-tujuh)

JIKA dalam Syairnya Rabi’ah al ‘adawiyyah pernah berkata bahwa ia mencinta Tuhannya dengan dua cinta; cinta hasrat dengan melupakan segala sesuatu selain-Nya dan cinta karena Dialah Pemilik cinta itu, agar ia pun bisa melihat-Nya tanpa ada hijab yang menghalangi. Jika cinta sejati itu memang benar adanya; maka cinta abadi yang tak bertendensikan duniawi, itulah cinta sejati. Ini artinya ada penyebab yang mengantarkan kepada-Nya?

Allah SWT berfirman :
“Qul inkuntum tuhibbuunallaha fattabi’uunii yuhbibkumullaahu wayaghfirlakum dzunuubakum, wallaahu ghofuururrohiim” Katakanlah “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali ‘Imran:31)

Berbagai ungkapan cinta pun sering didengar tanpa ada penjelasan secara pasti penyebabnya.

Rintihan kesungguhan kata hatiku terhadapmu
Adalah cinta tanpa batas…

Aku menulis tentang cinta di hati kerinduanku
Yang tersembunyi begitu dalam, di relung kalbuku
Meski panglima perang berkuda mampu kutaklukkan
Aku tak mampu sembunyikan kata hatiku terhadapmu

Begitulah uniknya, ternyata hati itu sering merespon emosional bahkan kadang terkesan tidak begitu perkasa. Apalagi ketika didera dengan hasrat cinta yang menggelora. Tiba-tiba , bahasa Jawa “ujug-ujug”, tiada hujan-tiada angin, berubah seratus derajat. Happy , pesona yang ditaburkan seakan menyedot habis energi yang ada. Demikian sebaliknya, ketika hati terluka, seakan menyayat dikedalaman relung hati. Hiruk-pikuk cinta berubah menjadi sepi, seperti sepinya malam tanpa bintang, tanpa hiasan. Sesekali terdengar sayup-sayub alunan lagu:

Hati ini selalu sepi
Tak ada yang menghiasi
Seperti cinta ini
Yang selalu pupus

Tuhan kirimkanlah aku
Kekasih yang baik hati
Yang mencintai aku
Apa adanya

Mawar ini semakin layu
Tak ada yang memiliki
Seperti aku ini
Semakin pupus

Oleh karenanya, cinta mengandung konsekuensi yang harus dipenuhi. Pertama, bahwa dalam rangka mendapatkan perspektif dari Yang dicintai, seorang pencinta harus memenuhi keinginan dan perintah dari Yang Dicintai. Inilah ujian dalam cinta. Cinta tidak bisa dipungkiri membutuhkan pengorbanan demi yang dicintai. Di sisi lain, dituntut pula untuk mematuhi segala ketentuan-Nya.Tanpa mematuhi perintah, tidak akan ada persatuan cinta, sebab cinta sejati tidak sepatutnya mengandung pembangkangan terhadap sang Kekasih. Atau dalam bahasa Sufi, tanpa (mematuhi) syariat, tidak akan muncul hakikat (cinta).

Kedua
, secara batin seorang pencinta tidak boleh berpaling kepada sesuatu selain sang Kekasih atau segala sesuatu yang membuat seseorang lupa kepada-Nya.

Berikut ini, ada beberapa sebab yang mengantarkan orang menuju cinta yang hakiki, tentu jauh berbeda dengan cinta pada umumnya. Karena cinta ini merupakan ibadah hati sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, Allah SWT berfirman:”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu,” (QS. Al Hujurat:7)
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa diantara sebab-sebab adanya cinta kepada Allah ada 10 perkara:

Pertama, membaca Al-Qur’an, menggali dan memahami makna-maknanya serta apa yang dikehendakinya
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus menerus berdzikir dalam setiap keadaan
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah diatas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu,
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya,
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah
Kedelapan, berkhalwat(menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun ke langit dunia.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur,
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah.

Maka dengan kerendahan hati dan kepasrahan harap kita berdo’a:

Ilahi anta maqshuudi wa ridhoka mathluubi

a’tini mahabbataka wa ma’rifataka
(Tuhanku, Engkaulah yang kutuju dan ridho-Mu yang kuharapkan,
berikanlah daku kecintaan dan makrifat kepada-Mu)

Allahumma inii as aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka
(Ya Tuhanku, aku memohon agar Engkau karuniakan cinta kepada-Mu, dan agar aku bisa mencintai orang-orang yang mencintai-Mu)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika. Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab.
(posting by : A.Kuspriyanto)

Minggu, 01 Agustus 2010

Sebuah Renungan Nyadran

Media berbakti Orangtua

KETIKA menjelang bulan Ramadhan, tepatnya di bulan Ruwah sering kita berkesempatan menikmati suasana “nyadran” di kampung halaman. Sekedar plesir, kuliner ke kampung halaman atau pulang berziarah ke orang tua atau makam leluhur. Konon nyadran berasal dari bahasa Arab, Sadrun artinya dada, maksudnya bersihkan dada (hati) kita dari segala hal yang kurang baik. Ada juga yang mengatakan Sadran berasal dari kata sudra (orang awam), mengandung maksud agar kita dapat menjadi orang yang “merakyat” dapat bergaul semua lapisan masyarakat termasuk para kawula “alit”.

Berbagai makanan simbolik pun diadakan, apem misalnya, konon apem yang sebenarnya berasal dari bahasa arab afwun; maafkan atau excuse me, sehingga menurut lidah Jawa dari pada “ngomong Arab” lebih fasih dikatakan apem. Tidak hanya apem yang kita cicipi, ada kolak dan ketan. Kolak juga berasal dari kata Manca Negara yakni Qola artinya katakanlah. Demikian pula ketan, dari kata khata-a, artinya kesalahan atau khilaf. Maka berbagai rangkaian metaforik dari makanan tadi mengandung pesan katakanlah atau mohonlah maaf atas segala salah atau khilaf. Pesan sederhana yang mengandung makna mendalam, sehingga akan mendorong setiap orang untuk sejenak introspeksi diri (muhasabah). Melihat diri yang dhaif ini, yang seringkali memandang kesalahan orang lain dibandingkan diri sendiri. Ibarat Gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, tapi semut di seberang lautan pun kelihatan. Maka sekali lagi, excuse me, my friends.

Nyadran sebagai istilah menurut Mudjahirin Thohir, merupakan ekspresi simbolik :Pertama, leluhur itu asal-muasal geneologis bagi setiap individu (keluarga) yang bersangkutan. Tanpa memahami leluhurnya sama artinya dengan melangkah tanpa pijakan. Kedua, karena keberadaan itu maka anak keturunan tidak melupakan, tetap menjaga hubungan dalam bentuk hubungan simbolik. Ketiga, cara bagaimana memelihara hubungan tadi adalah dengan menziarahi , dan mendoakannya dalam memasuki alam keabadian. Keempat, menziarahi dan dan mendoakan adalah pertanda memperhatikan dan menghormati orang-orang yang telah berjasa dalam hidupnya.

Begitulah banyak pesan mendalam yang sebenarnya ingin dikomunikasikan kepada kita. Setidaknya kita diingatkan untuk menjadi orang yang “memuliakan dan menghormati orangtua , atau para leluhur yang telah berjasa kepada kita”.Jelas dan pasti, lantaran beliau telah berjasa dalam kehidupan ini. Dengan segala susah payah seorang ibu telah mengandung kita selama 9 bulan. Tidur miring susah, tidur terlentang juga repot apalagi tengkurap, lebih susah lagi. Kemudian dengan perjuangan antara hidup dan mati kita pun dilahirkan. Tidak berhenti disini, beliau mengurus kita sampai saat ini, memberikan sebuah cinta yang tulus, cinta yang tak kan pernah tergantikan.

Demikian pula seorang ayah, dia adalah orang yang telah memperjuangkan hidupnya, membanting tulang- memeras keringat untuk memberikan nafkah kepada keluarganya, kepada kita agar keluarganya dapat hidup layak dan nyaman. Lantas kemudian apa yang kita berikan buat mereka? Jangankan mengirimkan uang setiap bulan, berziarah pun terasa berat. Tetapi itu masa lalu, belum sempat kita berbuat baik kepada mereka, belum sempat kita membalas kebaikan mereka. Mereka telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya.

Sekali waktu, kita teringat sabda Rasulullah SAW ketika ditanya:”Wahai Rasulullah, apakah aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku kerjakan setelah kematian keduanya?” Beliau bersabda:” Ya, ada, yaitu empat hal; mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman keduanya, dan menyambung sanak famili di mana engkau tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya.” (HR Abu Daud).

Kemudian rasa sesal pun bergelayut, tapi apakah itu sebuah solusi? Dan kesempatan masih terbentang lebar, selebar cakrawala. Akankah kita meraihnya dengan ketulusan maaf di hati. Bukalah Maaf-Mu untuk ku, excuse me.

(by : A.Kuspriyanto)

Kamis, 29 Juli 2010

Persiapan Jelang Ramadhan

Amalan Menyambut Bulan Ramadhan

SEGALA puji bagi Allah, yang tidak ada yang bisa mencegah atas apa yang Ia berikan, dan tidak pula ada yang bisa memberi terhadap apa yang Ia cegah.
Bulan Ramadhan sebentar lagi akan kita jelang. Sebagai seorang Muslim sudah semestinya kita menyambut Bulan Ramadhan ini dengan suka-cita. Kemudian apa yang sebaiknya kita siapkan agar kita dapat meraih segala kebaikan di bulan yang Mulia ini?
Ada beberapa hal yang dapat dikerjakan sebagai berikut:

1) Merasa senang dan gembira dengan kedatangan bulan Ramadhan.
Senang atau gembira terhadap sesuatu tentu bukan hal yang dapat dipaksakan begitu saja, melainkan terjadi karena adanya proses hubungan yang terjalin baik dengan obyek yang dicintai. Demikian pula merasa senang atau gembira dengan kedatangan bulan Ramadhan juga tidak bisa dipaksakan. Mereka senang menyambut bulan Ramadhan, karena ybs memahami keutamaan Ramadhan dan mensyukuri masih diberikan kesempatan berada di bulan yang sungguh sangat berharga untuk meraih keridhaan Allah SWT. Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW pernah bersabda:”Barangsiapa yang merasa gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya dari semua neraka” (Al Hadist/ Durratun Naashihiin)

2) Muhasabah diri
Agama mengajarkan kepada kita agar senantiasa mencermati terhadap amal yang kita kerjakan. Allah SWT berfirman:” Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa melihat kepada dirinya apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok.” (Al Hasyr : 18) Oleh karena itu diperlukan muhasabah atau evaluasi terhadap diri kita serta prestasi beribadah kita. Sebenarnya muhasabah itu dilaksanakan sepanjang waktu, bukan hanya waktu jelang Ramadhan saja. Orang yang tidak mau melakukan evaluasi, tentu tidak akan dapat mengetahui kemajuan atau kemunduran prestasinya. Bisa jadi ia menyangka telah banyak berbuat sesuatu, padahal sebenarnya masih jauh dari apa yang ditentukan. Maka Rasulullah SAW mengajarkan agar membuat perbandingan, kepada hal yang baik (agama) untuk melihat , mencontoh ke atas (kepada orang yang lebih taat, lebih ‘alim dsb) sedang perkara dunia (hal yang kurang baik) untuk melihat ke bawah, agar orang dapat bersyukur.

3) Memperbanyak istighfar dan taubat
Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan dalam kehidupan ini. Rentang panjang kehidupan yang dilalui acap kali membuat kita terlena dalam khilaf dan dosa. Maka istighfar dan taubatlah pintu untuk membersihkan kesalahan kita tsb, bahkan Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap kesempitan. Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa yang selalu menetapi istighfar, maka Allah menjadikan baginya dari setiap kesempitan suatu jalan keluar, dari setiap kesusahan suatu jalan penyelesaian, dan Allah memberinya rezeki dari arah yang ia tidak duga-duga.” (Riwayat abu Daud dan Nasai dengan sanad berpredikat sahih)
Rasulullah Saw mengajarkan kepada umatnya untuk memperbanyak istighfar, kendatipun beliau sendiri telah mendapat ampunan atas semua dosa yang lalu dan yang kemudian. Sekurang-kurangnya 70 kali atau 100 kali dibaca setiap harinya. Suatu pendapat mengatakan tentang jumlah yang harus dibaca, minimal 100 kali pada pagi hari dan 100 kali pada sore hari. Sebagian ahli shufi menetapkan kepada muridnya pada permulaan perkaranya membaca istighfar 100 kali pada setiap pagi dan sore hari, membaca shalawat nabi 100 kali serta membaca Laa Ilaaha Illallah 300 kali lebih sedikit.

4) Memperbaiki dan meningkatkan Silaturahmi
Allah SWT berfirman:”Bertaqwalah kepada Allah, yang kau minta (hajatnya terpenuhi) kepada-Nya, dan peliharalah pertalian persaudaraan/ kerabatmu (jangan kau putuskan ikatan dengan mereka)". (An Nisa 1)
Dalam salah satu hadist, Rasulullah Saw pernah bersabda:”Amal yang paling cepat pahalanya adalah silaturahmi, dan dosa yang disegerakan akibatnya adalah putusnya hubungan persaudaraan dan penganiayaan.” (Al Hadist/ Tambihul Ghafilin)
Jelang Ramadhan merupakan momen yang sangat baik, untuk meningkatkan silaturahmi. Demikian pula dapat dipergunakan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan manakala ada salah paham (mis komunikasi) dan sebagainya, dapat diselesaikan sebelum bulan Ramadhan tiba. Jadikan bulan Ramadhan benar-benar bulan ibadah, akan sangat sayang bila diwarnai dengan perseteruan berkepanjangan. Maka memperbaiki hubungan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, maka saatnya untuk saling meminta maaf.

5) Melatih ibadah pada bulan Sya’ban
Sebenarnya ibadah atau amalan apapun tidak memberikan dampak yang berarti, apabila tidak dikerjakan dengan ikhlas, sungguh-sungguh dan istiqomah. Momen yang tepat menjelang bulan Ramadhan dapat dimanfaatkan untuk melatih diri dan anggota keluarga meningkatkan ibadah, seperti berpuasa, membaca Al- Qur’an, shalat malam, meningkatkan sedekah dan sebagainya. Dari Aisyah ra, ia berkata:”Tidakkah saya melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali Ramadhan, dan tidaklah saya melihat Rasulullah yang paling banyak puasanya kecuali bulan Sya’ban” (HR. Bukhari)

6) Mempersiapkan bekal keperluan selama bulan Ramadhan
Banyak orang yang menyiapkan bekal keperluan secara khusus menghadapi bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan dengan harapan akan dapat menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan khusuk. Berbagai persiapan dilakukan, baik menyangkut tempat ibadah, pakaian shalat, buku-buku bacaan agama bahkan ada pekerja berat yang dengan suka cita menabung 11 bulan untuk bisa menikmati dan menyempurnakan ibadah bulan Ramadhan.

7) Meningkatkan kegiatan taklim
Menimba ilmu atau menghadiri kegiatan taklim akan sangat bermanfaat untuk menyempurnakan ibadah puasa. Muadz bin Jabal pernah mengatakan:”Belajarlah ilmu, sebab belajar itu adalah suatu kebaikan, dan menimbanya adalah ibadah, sedang mengingatnya adalah tasbih, lalu mengadakan penyelidikan padanya berarti jihad, kemudian mengajarkannya adalah shadaqah, dan memberikannya kepada yang berhak adalah taqarrub, karena ilmu itu adalah cara untuk menempuh derajat di surga. Ilmu adalah kawan di saat kesepian atau di tengah pengasingan, ia sebagi penunjuk jalan kegembiraan, dan penolong saat kesukaran, penghias di antara kawan, dan senjata penghalau musuh.”
Berbagai media taklim hampir dijumpai dimana-mana; penghajian di Masjid, di Mushola di rumah-rumah, di media elektronik (TV, Radio, internet) dsb. Orang dapat memilih yang disukai sesuai selera dan kesempatan masing-masing.

Demikian sekilas amalan yang mungkin dapat dikerjakan dalam rangka menyongsong bulan Ramadhan , semoga kita dapat mempersiapkan diri dalam meraih ridha Ilahi di bulan suci Ramadhan ini.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika. Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab.
(A.Kuspriyanto, Sumber: Tanbihul Ghafilin, Mahkota Pokok-2 Hadist Rasulullah, dan sumber lain)