Senin, 19 April 2010

Amar Makruf dan Nahi Munkar

MEMBANGUN MASYARAKAT
DENGAN AMAR MAKRUF NAHI MUNKAR


“Hendaknya ada dari kalian sekelompok ummat yang menyerukan kepada kebaikan dan memerintahkan untuk melaksanakan perkaya yang layak dan mencegah dari keburukan dan mereka itulah yang menang” (Qs Al-Imran/104).

Sebagai seorang muslim, sudah semestinya untuk tidak berpangku tangan dalam membangun masyarakat di lingkungannya masing-masing. Demikian juga halnya kepeduliannya dalam mengajak menuju kebaikan dan mencegah atau mengingatkan adanya kemungkaran. Ini memang sudah menjadi konsekuensi dari sebuah komunitas dan tanggung jawab kolektif yang sungguh mulia. Kendatipun sebenarnya mengajak kebajikan, apalagi mencegah kemungkaran adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan keteguhan hati, keberanian dan bahkan pengorbanan. Lebih-lebih lagi bila kita menyampaikan kebenaran itu kepada Penguasa yang ndolim. Berbagai kemungkinan negatif bisa saja terjadi: dimusuhi, dikasuskan atau bahkan ditangkap dan dimasukkan terali besi. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:” Afdholul jihaadi kalimatu haqqin ‘inda sulthoonin jaa’ir “ artinya Jihad yang paling utama ialah menyampaikan kebenaran (al haq) terhadap penguasa yang ndolim”.
Sebenarnya memang setiap manusia memiliki tanggung jawab terhadap perbuatan baik dan buruk terhadap diri dan masyarakat lingkungannya, dengan demikian jika terjadi pengabaian perkara-perkara wajib, atau perkara haram berlaku, maka berdiam diri dan tidak peduli terhadapnya tidak diperbolehkan, dan hendaknya seluruh anggota masyarakat wajib menegakkan kewajiban dan menghalangi keharaman, amalan ini disebut amar makruf dan nahi mungkar.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menunaikan amar makruf nahi munkar sedini mungkin, sebelum maksiat dan kemungkaran itu “meraja-lela” atau bahkan menjadi penyakit kronis yang merambah semua lapisan masyarakat. Maka, yang terjadi saat itu, tak ada lagi yang berani mengingatkan atau melarang ? Bila demikian lantas bagaimana dong?

Allah SWT berfirman dalam Hadist Qudsi : “Ajaklah (manusia) berbuat kebajikan dan cegahlah dari berbuat kemungkaran sebelum tiba saatnya di mana kalian berdo’a kepada-Ku, tapi Aku tidak mengabulkan do’a kalian. Kalian meminta sesuatu kepada-Ku, tapi Aku tidak akan memberinya, dan kalian meminta pertolongan kepada-Ku, tapi Aku tidak akan menolong Kalian”. (HQR. Dailami yang bersumber dari ‘Aisyah r.a)

Sebagai Sunnatullah
Apa yang terjadi di atas permukaan bumi dan di bawah kolong langit ini, kiranya tak akan lepas dari hukum alam. Suatu perjalanan episode peristiwa yang telah di-‘desain’ dengan sempura oleh Sang Pencipta. Mungkin akan menjadi carut-marut kehidupan ini kalau mengikuti nafsu manusia. Allah SWT berfirman “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya akan rusaklah langit dan bumi serta seluruh makhluk yang ada di dalamnya.” (QS. Al-Mukminun :71).
Sebagai sunnatullah, hidup ini memang tak bisa ‘sepi’ dari maksiat dan kemungkaran. Ada yang baik , tentu ada yang buruk. Ada yang terpuji, tentu ada yang tidak terpuji. Begitulah kehidupan, Perbenturan nilai-nilai makrufat dengan mungkarat akan berlangsung abadi hingga rapuhnya dunia. Kata Anas bin Malik ra. Nabi Muhammad SAW bersabda :”Setengah manusia ada yang menjadi perintis kebaikan dan pembasmi kejahatan, dan sebaliknya ada yang menjadi perintis kejahatan dan penghalang kebaikan....”
Pentingnya Amar makruf dan Nahi mungkar
Hukum perubahan yang cukup popular , bahwa Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka berikhtiar mengubah diri mereka sendiri. Sebagaimana Allah berfirman “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada suatu kaum (masyarakat) sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka.” “ma bi anfusihim” (red- cetak tebal) “ mencakup dua hal, yakni nilai-nilai yang dihayati dan keinginan (iradah).

Maka agar komunitas yang sholih (bermoral) itu bisa survival, tentunya diperlukan upaya dari semua komponen masyarakat, baik dari kalangan umaro’ , ulama’ maupun masyarakat pada umumnya. Rasulullah SAW pernah bersabda:”Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu perkara yang mungkar, hendaklah ia mencegahnya dengan kekuatannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika masih tidak mampu, maka dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Khamsah kecuali Bukhari).

Sementara itu dalam Hadist lain yang diriwayatkan oleh Muslim, disimpulkan bahwa ada tiga tingkatan berjihad dengan amar ma’ruf dan nahi munkar ,pertama, tingkatan paling tinggi dan paling utama ialah dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan, menyusul tingkatan kedua, yaitu dengan menggunakan lisan bagi orang yang tidak mampu dengan kekuatan. Kemudian tingkatan ketiga yang terakhir, yaitu dengan hati, bagi orang yang tidak mampu dengan lisan. Allah SWT berfirman yang artinya:”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah:286) Pengertian ingkar dengan hati maksudnya hendaklah yang bersangkutan mengatakan kepada dirinya sendiri , “ Ya Allah, ini perkara mungkar yang tidak Engkau ridhai, dan aku pun tidak rela terhadapnya”.

Definisi Makruf dan Mungkar
Dalam hukum agama Islam, seluruh kewajiban dan perkara-perkara sunah disebut Makruf dan seluruh keharaman dan perkara makruh disebut Mungkar, Ada sebagian mufassir yang mengatakan bahwa makruf adalah apa yang diperintahkan oleh agama (al-syar’I) dan dinilai baik oleh akal sehat atau apa yang harus diperjuangkan, sedang munkar apa yang harus dicegah. Ada lagi yang mengatakan bahwa al-ma’ruuf , semua perkara yang diakui oleh syariat atau semua perkara yang diakui oleh manusia bahwa hal itu dianjurkan oleh syariat, baik perkara yang fardu, sunat ataupun dianjurkan. Sedang al-munkar , semua perkara yang tidak diakui oleh syariat baik yang haram maupun yang makruh, seperti memandang wanita yang bukan muhrim sendiri dsb.

Dengan demikian mengajak setiap masyarakat untuk melakukan kewajiban dan disebut Amar Makruf dan mencegah mereka dari pekerjaan haram dan makruh disebut Nahi munkar. Hukum Amar makruf nahi munkar adalah Wajib kifayah, yang berarti; Jika sebagian anggota masyarakat telah dapat melaksanakan dengan kecukupannya, maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lain, dan jika seluruh anggota masyarakat meninggalkannya dengan keadaan memiliki syarat-syarat untuk menunaikannya maka semua mereka berdosa karena meninggalkannya.

Amar Makruf Nahi Mungkar diwajibkan dengan adanya beberapa syarat-syarat yang terkait misalnya : Hendaklah orang yang melakukannya merasa yakin (menduga) bahwa usahanya akan berfaedah; Hendaklah ia tidak tertimpa mudarat dengan usahanya tersebut sekalipun berupa ucapan ; Jika dikawatirkan ia akan tertimpa mudarat , maka amar ma’ruf dan nahi munkar tsb tidak wajib atasnya, tetapi tetap disunatkan bagi yang menghendakinya, dsb. Dan apabila ternyata memang tidak memenuhi syarat maka gugurlah kewajiban tersebut.
Perintah dan larangan agama ini sebenarnya esensinya bermuara pada satu tujuan yakni agar manusia secara perorangan dan kolektif tetap berada di jalan yang lurus dan dalam bingkai moral yang jelas. Maka bagaimana halnya kalau kita berada pada bingkai moral yang yang tidak jelas (remang-remang) misalnya , antara makruf dan munkar, antara yang baik dan buruk. Posisi rancu yang demikian sangat berbahaya, karena akan mengacaukan persepsi tentang yang benar dan yang salah, yang haq dan yang bathil.

Syarat-syarat Amar Makruf Nahi Mungkar:

Imam Al-Faqih mengemukakan ada lima syarat yang harus dikerjakan dalam amar ma’ruf nahi munkar :
1. Pelaksana Amar Makruf Nahi Mungkar hendaknya berilmu atau setidaknya dipahami sesuatu yang berhubungan dengan kasus yang dihadapi, solusi mengatasi masalah, perkara-perkara munkar (haram) yang dilakukan dan perkara ma'ruf (wajib) yang ditinggalkan oleh orang lain tersebut.
2. Dilandasi dengan niat ikhlas mencari ridho Allah;
Ikhlas dalam niat melakukannya hanya untuk keridhaan Allah SWT dan bersih dari segala mencari kelebihan diri.
3. Menggunakan metode yang baik. Metode yang sesuai dengan obyek yang dihadapi secara bijaksana. Kiranya juga disadari bahwa setiap orang bisa berbuat salah, dan itu sangat mungkin bisa terjadi kepada kita. Menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang cenderung orang tidak senang terhadap apa yang kita cegah diperlukan metode yang bijaksana.
4. Berlaku sabar/ tenang. Sabar, ya sabar. Begitulah sering orang menghibur, mudah diucapkan tetapi ternyata tidak mudah untuk dilaksanakan. Kendatipun demikian kalau kita ingin sukses dalam menjalankan misi ini tiada pilihan kecuali harus sabar.
5. Diperlukan keteladanan (konsisten antara ucapan dan tindakan)
Dalam salah satu Hadist Riwayat Tsalatsah Rasulullah SAW pernah bersabda:”Kelak di hari kiamat ada seseorang laki-laki yang didatangkan , lalu ia dilemparkan ke dalam neraka hingga seluruh isi perutnya keluar, kemudian ia berputar-putar dengan isi perutnya itu bagaikan keledai yang sedang memutar penggilingan . Lalu semua ahli neraka berkumpul mengerumuninya dan mereka bertanya, “ Hai Fulan, mengapa engkau ini, bukankah engkau telah melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar?’ Ia menjawab:’Memang benar, sesungguhnya aku telah memerintahkan kepada kebajikan, tetapi aku sendiri tidak melakukannya. Aku pun telah melarang perkara yang munkar, tetapi aku sendiri melakukannya.”

Di era sekarang ini, nampaknya keteladan sangat diperlukan sekali dalam usaha untuk meyakinkan/ mempengaruhi orang dalam beramar makruf nahi munkar. Tapi sayangnya, “image” yang berkembang di masyarakat , begitu sulit untuk menemukan tokoh yang konsisten antara ucapan dan tindakannya. Demikian tadi hanya sekilas, tentang amar makruf dan nahi munkar, bila kita ada waktu dan ingin berbuat baik, minimal terhadap keluarga dan lingkungan terdekat kita. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin.