Kamis, 28 Oktober 2010

Menyikapi Sebuah Bencana


Mengapa Di Tanahku Terjadi Banyak Bencana?
Posting by : A.Kuspriyanto

KALAU kita amati akhir-akhir ini di sekitar kita , betapa banyak terjadi berbagai bencana di mana-mana. Belum lama lepas dari ingatan kita gempa bumi di Sumatra Barat dan Tsunami di Aceh, yang telah memporak – porandakan tempat bernaung dan menelan ribuan nyawa. Tidak kalah hebatnya angin puting beliung, tanah longsor di berbagai daerah. Kini Bumi kita berduka lagi, gempa dan tsunami terulang lagi di Wasior dan Mentawai. Belum cukup berhenti disini, Gunung Merapi di Jateng menumpahkan kemarahannya hingga saat ini, bahkan masih ada puluhan gunung lagi yang sedang menggeliat dan dikabarkan akan menyusul meletus. Entahlah, berapa banyak lagi bencana yang akan melanda. Rasanya terlalu banyak untuk dihapalkan dan terasa sakit untuk sekedar diratapi saja. Dalam hitungan hari, berpuluh-puluh nyawa, bahkan ratusan nyawa melayang, harta benda rusak binasa, banyak anak yang jadi yatim piatu, dan berbagai penyakit pun berdatangan. Maka lengkaplah sudah penderitaan yang disandang.

Kemudian sejenak kita merenung, ingin mencari jawab mengapa di tanah kita bencana demi bencana selalu menimpa. Mungkin kita telah banyak berbuat kesalahan atau dosa. Menurut Imam Al Faqih ada 4 faktor penambah besarnya dosa;
1. Menganggap kecil (remeh) terhadap dosa yang diperbuat;
2. Menganggap tidak ada efek sampingan dari perbuatan dosanya (seolah-olah tidak terjadi apa-apa dirinya);
3. Berbangga (senang) atas perbuatan dosanya;
4. Menyambung perbuatan dosanya (terus menerus berbuat dosa).
(Demikian Awwam Hausab)
Dosa demi dosa terus berjalan, alam pun kita kotori dengan tangan kita sendiri, sementara kita tak kunjung memperbaiki diri dan bertobat.
Allah SWT berfirman: ”Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu)” QS. Asy-Syuura: 30). Dalam tafsir Depag, disebutkan bahwa dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia di dunia berupa bencana penyakit dan lain-lainnya adalah akibat perbuatan mereka sendiri, perbuatan maksiat yang telah dilakukannya dan dosa yang telah dikerjakannya sebagaimana sabda Nabi Saw, artinya ”Apa saja yang menimpa kamu sekalian baik berupa penyakit, siksa maupun bencana di dunia, maka itu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri” (H.R. Tirmidzi dari Ali).
Ayat ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Allah SWT mengampuni sebagian besar dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat hamba-Nya sebagai satu rahmat besar yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya, karena kalau tidak niscaya manusia akan dihancurkan sesuai dengan timbunan dosa yang telah diperbuat mereka.” Oleh karena itu , ada baiknya kita mengambil hikmah dari sebuah bencana, sebagaimana diingatkan dalam salah satu lirik lagu yang cukup popular :

Barangkali di sana ada Jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Begitulah salah satu lirik lagu Ebit G. Ade yang nampaknya ingin mengajak kepada kita untuk sejenak introspeksi terhadap berbagai bencana yang banyak melanda di tanah kita. Ada sebuah pintu keselamatan dan kemakmuran sebuah komunitas yang ditawarkan kepada kita, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al A’raaf :96, Allah SWT berfirman :”Walaw anna ahlal qurraa aamanuu wattaqqaw lafatahnaa ‘alaihim barakaatin minnassamaa-I wal ardhi walaakin kadzdzabu fa-akhadznaahum bimaa kaanuu yaksibuun, yang artinya :”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Dalam Tafsir Depag, Surat Al A’raaf ayat 96 dijelaskan “Allah SWT menerangkan dalam ayat ini, bahwa seandainya penduduk kota Mekah dan penduduk negeri-negeri yang berada di sekitarnya serta umat manusia seluruhnya beriman kepada agama yang dibawa leh Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw. Dan seandainya mereka bertaqwa kepada Allah sehingga mereka menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya, seperti kemusyrikan dan berbuat kerusakan di bumi, niscaya Allah akan melimpahkan kepada mereka kebaikan dan keberkatan yang banyak, baik yang datang dari langit maupun yang datang dari bumi. Nikmat yang datang dari langit, misalnya ialah hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi. Sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman dan berkembang biaklah binatang ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh Manusia. Disamping itu mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat dan dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik, serta menghindarkan mala petaka yang biasa menimpa umat yang ingkar kepada Allah dan tidak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Akan tetapi apabila penduduk Mekah dan sekitarnya tidak beriman dan bertaqwa, bahkan sebaliknya mereka mendustakan Rasul dan membelakangi yang dibawanya, maka kejahatan yang mereka lakukan yaitu kemusyrikan dan kemaksiatan tidak mustahil Allah menimpakan siksa kepada mereka walaupun tidak sama dengan siksa yang telah ditimpakan kepada umat yang dahulu yang bersifat memusnahkan. Dan datangnya azab tersebut adalah sesuai dengan sunatulah yang telah ditetapkan-Nya dan tak dapat diubah oleh siapa pun juga selain-Nya.

Maka sebaiknya bagi setiap muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten di atas din (agama)nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menyelamatkan dari adzab-Nya serta menganugerahkan segala jenis kebaikan.

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada Pemerintah daerah agar bershadaqah. Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Azza wa Jalla di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang makruf serta mencegah kemungkaran.
Dengan demikian keselamatan dan kemakmuran komunitas kita sebagai umat Muslim, maupun umat manusia pada umumnya , menjadi tanggungjawab kita bersama, baik secara individual maupun kolektif.

Ali k.w. menceritakan salah satu hadist, bahwa Nabi Saw pernah bersabda : “ Apabila umatku mengerjakan 15 perkara, niscaya malapetaka akan menimpa mereka. Seseorang bertanya:”Apa sajakah hal tersebut Wahai Rasulullah?” Nabi Saw menjawab,”Apabila ghanimah hanya berputar di tangan orang tertentu, amanat dianggap sebagai ghanimah, zakat dianggap sebagai denda, seorang lelaki tunduk kepada istrinya tetapimendurhakai ibunya, dan ia berbuat baik kepada temannya tetapi ia berbuat durhaka kepada ayahnya sendiri. Suara-suara terdengar keras didalam Masjid, pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina, dan lelaki dihormati karena kejahatannya ditakuti. Khamr-khamr banyak diminum, kain sutera banyak dipakai (oleh kaum lelaki), dan penyanyi-penyanyi wanita serta alat-alat musik disukai, serta akhir dari umat ini melaknat generasi pertamanya. Pada saat itu tunggulah oleh kalian akan kedatangan angin merah, atau khasf, atau kutukan.” (Hadist ini diriwayatkan oleh Turmudzi dengan sanad berpredikat gharib)

Berikut ada beberapa tambahan penjelasan sebagai bahan perenungan apa yang diingatkan dalam Hadist di atas:

Pertama, apabila ghanimah hanya berputar di tangan orang tertentu. Yakni apabila harta negara hanya dikuasai oleh segolongan kaum tertentu, sedangkan yang lainnya tidak punya kesempatan. Maka jika kue-kue pembangunan itu hanya jadi milik segelintir kelompok atau orang tertentu saja, yang biasanya mereka yang dekat dengan kekuasaan dan yang mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis. Kondisi demikian tentu akan semakin menambah jurang perbedaan dan ketimpangan antara si Kaya dan Miskin, yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Kemudian siapa yang mau peduli?

Kedua, amanat dianggap sebagai ghanimah. Amanat adalah kepercayaan, kesetiaan atau sejenisnya, dengan kata lain sesuatu yang diserahkan kepada seseorang untuk disimpan, dijaga dan dipelihara, baik berkaitan dengan hak, harta, keluarga, kedudukan dan tanggung jawab. Maka akan banyak ditemukan di sekitar kita yang tidak menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya , menganggapnya sebagai barang jarahan, bahkan mengkhianatinya. Alah SWT telah mengancam orang yang tidak memegang amanah dan tidak berlaku adil, berupa timbulnya berbagai kesulitan dan ketidakberesan. Buah dari kelalaian manusia dalam mengemban amanah menimbulkan berbagai permusuhan, pecahnya persaudaraan dan ketidaktentraman hidup dalam bermasyarakat. Oleh sebab itu sifat amanah perlu dihidupkan dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana dituntunkan junjungan kita Rasulullah SAW, contoh yang paling baik dalam memegang amanah.

Ketiga, zakat dianggap sebagai denda, membayar zakat sebenarnya bobotnya sama dengan perintah sholat. Akan tetapi, umumnya membayar zakat menjadi nomor sekian, bahkan banyak yang dengan berat hati untuk menunaikannya. Zakat bahkan dianggap oleh pemilik harta sebagai denda, sehinga ia tidak mau untuk mengeluarkannya. Didalam riwayat yang lain ditambahkan sesudah ini, yaitu:”Dan belajar bukan untuk menghidupkan agama.”.

Keempat, seorang lelaki tunduk kepada istrinya tetapi mendurhakai ibunya, seseorang laki-laki taat kepada istrinya dalam segala hal. Bisa jadi ini ikut robongan Suami Takut Istri. Dalam semua aspek kehidupan didomnasi oleh sang Istri. Sayang istri memang dianjurkan dalam agama, akan tetapi bentuk kasih sayang kepada istri tersebut tentu tidak diwujudkan dengan membiarkannya mendominasi semua aspek kehidupan suami. Lebih memprihatinkan, kalau sayang kita kepada istri bahkan mengalahkan sayang kita kepada ibu atau orang tua kita.

Dalam sebuah syair lagunya Roma Irama diungkapkan ,

Bila kau sayang pada kekasih

Lebih sayanglah pada ibumu
Kalau kau patuh pada Rajamu
Lebih patuhlah pada ibumu

Kelima,…dst.

Apabila perkara yang diingatkan Rasulullah SAW tadi telah menjadi bagian yang sudah umum dari kehidupan kita, maka sangat mungkin suatu saat datangnya bencana akan pasti melanda di bumi kita berpijak. Sebagaimana juga berbagai bencana atau azab yang dikisahkan dalam Al Qur’an pernah menimpa umat yang terdahulu, esensinya bisa jadi terjadi di Era kini. Lihat bencana banjir (tsunami ) pertama yang ditimpakan kepada umat Nabi Nuh. Bencana tanah longsor dasyat yang ditimpakan kepada Nabi Luth. Bencana penyakit mematikan yang menimpa umat nabi Shaleh. Menurut Prof Opitz, seorang ahli sejarah penyakit menyebutnya kemungkinan sebagai penyakit anthrax, dan masih banyak jenis bencana lainnya.

Berbagai musibah yang terjadi menimpa umat ini bisa jadi merupakan hukuman atau penebus dosa. Jika musibah tersebut merupakan hukuman, karena mungkin kita telah banyak melakukan maksiat di mana-mana. Jika merupakan penebus dosa, maka sebagai penebus dosa pelaku maksiat. Dosa itu penyebabnya secara garis besar ada dua hal; pertama, karena tidak melaksanakan perintah Allah dan kedua, karena melanggar larangan-larangan Allah. Oleh karena itu, dengan musibah tadi agar kita dapat mengambil pelajaran sebelum menimpa diri kita. Sebagaimana diingatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a: ” Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dengan orang lain. Dan orang yang celaka adalah orang yang mengambil pelajaran dengan dirinya.”

Entahlah, …
Ya Rabbi, ampunilah hambamu yang penuh dengan dosa ini
Untuk dapat memperbaiki diri
Agar dapat meraih ampunan dan keridhaan-Mu

Wallahu a’lam bi shawab (dari berbagai sumber)