Selasa, 18 Oktober 2011

Menyongsong Ibadah Qurban 1432 H



Esensi Sebuah Pengorbanan
Posting by : Kuspriyanto

TIADA terasa sebentar lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah 1432 H. Dimana kita akan memperingati satu diantara sekian hari-hari Allah, yakni disyariatkannya ibadah qurban. Hari dimana seorang Nabi Allah Ibrahim as, menorehkan sejarah pengorbanannya dengan tinta emas dalam sejarah manusia. Beliau seorang Nabi yang mendapat gelar khalilullah, adalah seorang nabi yang banyak menerima ujian dan tantangan sepanjang hidupnya, selalu diiringi dengan pengorbanan demi pengorbanan yang begitu beratnya. Berbagai ujian yang ia jalani, ternyata tidak menyurutkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Kekayaan, urusan keluarganya, bahkan anak satu-satunya yang sangat ia sayangi ia korbankan dengan tabah dan tawakkal untuk melaksanakan perintah Allah SWT.

Sebuah riwayat, bagian dari prosesi penyembelihan Ismail as, disebutkan ketika Nabi Ibrahim hendak pergi melaksanakan penyebelihan. Dia berkata kepada isrinya Hajar “Pakaikan anakmu Ismail, pakaian yang paling baik, karena aku akan mengajaknya pergi bertamu.” Maka, Hajar pun memakaikan pakaian yang bagus, memberi minyak wangi dan menyisir rambutnya,” Kemudian Ibrahim as. Dan Ismail pergi dengan membawa tali dan pisau menuju ke kota dekat Mina. Maka pada hari itu Iblis terkutuk mengalami kesibukan yang luar biasa. Sejak mulai diciptakan tidak sesibuk hari itu. Maka dia pun berupaya dengan berbagai cara untuk menggagalkan niat Ibrahim as. yang akan melaksanakan perintah Allah SWT, tapi Iblis pun tak berhasil.

Gambaran keteguhan Beliau antara lain dapat kita simak dalam dialog keduanya pada jenak-jenak terakhir sebelum tiba kesepakatan besar. ”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”. (QS: 37:102)
Betapa Ibrahim memanggil dengan penuh kasih sayang kepada anaknya:” “Ya Bunayya, anakku tersayang?” Kemudian Ibrahim bertanya kepada anaknya dengan hati-hati; “Cobalah pertimbangkan bagaimanakah pendapatmu tentang itu?” Dapat dibayangkan bagaimana perasaan yang berkecamuk di relung hatinya. Putranya Ismail as. dengan kebesarannya jiwanyai menjawab ,”Wahai ayahku tersayang, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”

Ringkas cerita ketika Nabi Ibrahim dan Ismail As, telah pasrah bulat-bulat dan tawakkal kepada Allah SWT kemudian Allah SWT memberikan kabar gembira , menyuruh Ibrahim menghentikan pengorbanan anaknya dan Allah berkenan menggantinya dengan seekor domba yang besar dari surga. “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar . Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim” (QS Ash-Shaffat: 107-109)

Kita ketahui bersama, bahwa sebenarnya ibadah qurban bukan hanya sekedar ritual menyembelih ternak serta membagi-bagikan dagingnya, melainkan merupakan media mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT untuk meraih keridhaan-Nya. Sehingga pernah terjadi pada Sahabat Bilal bin Rabah, Abu Hurairah serta beberapa sahabat yang lain terpaksa hanya mampu berkurban ayam untuk ikut bersedekah qurban untuk menyatakan kepada Allah SWT (diriwayatkan dalam Subulus Salam). Demikian pula Ibnu Abbas ra pernah ketika datang hari qurban (yaumunnahr) memerintahkan kepada pelayannya agar membeli daging untuknya dengan 2 keping dirham, serta membagikannya kepada masyarakat dengan memberitahukan hal itu sebagai qurban ibnu abbas (Demikian dalam Fiqh Aktual, Dr. Setiawan Budi Utomo).

Dalam surat Al Hajj 37, Allah SWT berfirman:”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan darimulah yang dapat mencapainya.”

Menurut Imam Alm Ghazali dalam bukunya “Ayyuhal Walad”, ada empat hal yang harus dilakukan orang yang menempuh jalan taqarrub kepada Allah. Pertama, punya keyakinan yang benar dan jauh dari unsur bid’ah, Kedua, melakukan taubat nashuha, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi kemaksiatan. Ketiga, minta keridhaan orang yang menjadi jmusuhnya (menyelesaikan haqqul adamiyah). Keempat, belajar ilmu agama, agar bisa menjalankan agama dengan benar.Disamping hal tersebut, Islam menekankan kepada kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan ibadah kepada Allah (hablumminnallah) dan hubungan baik dengan sesama (hablumminnas).

Esensi Sebuah Pengorbanan

Dalam benak kita mungkin terbersit sebuah pertanyaan , mengapa kita harus bersusah payah dalam hidup ini untuk selalu berkorban. Kenapa ? Pengorbanan yang tidak jarang diwarnai berdarah-darah dan ratapan air mata. Tapi hidup ini berjalan sesuai dengan Sunnatullah yang harus dilalui dengan segala dinamikanya, karena hidup adalah ujian semata dari allah SWT yang menuntut pertanggungjawaban, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS 67: 2)

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada hakikatnya hidup ini tak akan pernah lepas dari sebuah pengorbanan, sehingga dengan kata lain pengorbanan senantiasa hadir sebagai keniscayaan hidup. Hanya ada satu hal yang dapat memutus siklus pengorbanan manusia dalam perjalanan hidupnya adalah kematian. Bahkan dengan pengorbanan dapat mengantarkan setiap pribadi menuju kematangan pribadi dan kejayaan hidup.

Lihatlah bagaimana junjungan kita Nabi Muhammad SAW , harus berkorban demi dakwahnya sepanjang 22 tahun, harus menghadapi kekejaman kaum kafir Quraiys, Beliau dicaci maki, difitnah, disakiti, dikucilkan bahkan diancam keselamatan jiwanya. Namun demikian tidak membuat perjuangan Beliau surut ke belakang. Dan Rasulullah SAW menghadapinya dengan ketegaran, kesabaran dan keluhuran akhlaq beliau. Pernah suatu saat ketika Beliau menghadapi ancaman, Rasulullah SAW mengatakan :” Aku bersumpah demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, kemudian memintaku untuk menghentikan misi ini, aku tidak akan berpaling dari misi tersebut hingga Allah memberiku kemenangan atau aku binasa di sana.”. Begitulah akhirnya setelah melalui berbagai rintangan yang berat dan melelahkan, bahkan disertai pengorbanan yang penuh dengan darah dan air mata, akhirnya beliau mencapai kemenangan yang gemilang.

Tengoklah kisah Nabi Yusuf As, bagaimana beliau harus mengorbankan masa mudanya di dasar sumur yang gelap, lalu rela dijebloskan di penjara yang begitu melelahkan;
Kita tengok kisah Nabi Nuh, bagaimana beliau mengorbankan 950 tahun masa hidupnya untuk berdakwah dan akhirnya hanya mendapat dua belas pasang pengikut;
Kita lihat bagaimana nabi Musa dan Harun harus melewati jalan terjal dalam menyampaikan dakwahnya dan berhadapan dengan Penguasa dholim Fir’aun yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan.
Kita saksikan kisah Ashabul Kahfi, bagaimana para Pemuda di Zamannya yang dengan rela hati meninggalkan Kota, mengorbankan masa muda mereka hidup di dalam Gua untuk mempertahankan agama yang diyakininya.

Dengan ibadah qurban dapat diimplementasikan dengan meningkatkan kepedulian sosial atau kesalehan sosial lainnya. Karena pengorbanan itu pada hakikatnya tidak terbatas para hari raya saja, melainkan setiap saat setiap waktu dan kesempatan dibutuhkan pengorbanan . Dan nilai pengorbanan tentunya tergantung dari keikhlasan serta tingkat kesulitan apa yang dikurbankan. Sedangkan kesempurnaan apa yang kita kurbankan tentunya bersifat situasional, kontekstual dan kasuistik bergantung kepada kondisi, situasi, relevansi dan posisi seseorang dari amalan tersebut.

Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang konsisten dengan agamanya, apabila memiliki kelonggaran rizki, tentunya tidak akan merasa keberatan melaksanakan perintah ibadah qurban tersebut, sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT dalam surat Al Kautsar (Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah), serta melaksanakan himbauan Rasulullah Saw yang disampaikan oleh Aisyah RA : “ Tak ada suatu amalan dari keturunan Adam pada hari Nahar yang lebih dicintai oleh Allah Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban); dan sesungguhnya akan datang pada hari qiamat dengan tanduknya, dengan kotorannya, dan dengan rambut-rambutnya; dan sesungguhnya darah yang mengalir itu akan sampai kepada Allah (diterima) sebelum darah tersebut jatuh ke tanah. Makasucikanlah dirimu dengan berqurban.” (HR At Tirmidzi dan Abu Daud).

Wallahu a'lam bishawab.
Magelang, 19 Oktober 2011