Minggu, 11 Maret 2012

Aku Tak Tahu


Dibalik Ketidak-tahuan
Posting by: Kuspriyanto

TERUS TERANG aku katakan: “Excuse me, aku tak tahu…. Sekali lagi maaf , aku memang tak tahu.” Entah berapa kali , aku mengatakannya begitu. Ada falsafah Jawa yang mengatakan : "Dadi wong kuwi ojo rumongso biso ananging biso rumongso".

Falsafah Jawa tadi mengandung pesan moral, agar kita menjadi manusia yang bisa menyadari (mawas diri) akan keterbatasan kemampuannya sebagai insan. Karena orang yang selalu merasa bisa, cenderung akan bersifat sombong dengan melakukan sesuatu yang sebenarnya ia tidak bisa kerjakan dengan sempurna. Sehingga hasil akhirnya tentu tidak akan memuaskan, bahkan pada sisi yang lain, bisa merugikan banyak pihak.
Sedangkan orang yang “biso rumongso” justru akan mendapatkan nilai lebih karena kejujurannya, dan pada sisi yang lain akan membawa ketenangan hati bagi pelakunya. Konon, dalam sebuah riwayat diceritakan, bahwa Imam Malik dulu pernah diajukan 48 pertanyaan, akan tetapi hanya 25 % pertanyaan diantaranya yang beliau jawab, sisanya beliau katakan :”Aku tidak tahu”. Demikian halnya serupa, terjadi pada Imam Syafi’I , beliau ditanya oleh seseorang hingga berulang-ulang pertanyaan serupa diajukan kepada beliau agar berkenan memberikan jawaban, akhirnya beliau katakan :”Aku sebenarnya sedang berfikir yang mana yang lebih baik kutempuh; diam atau menjawab pertanyaanmu.”

Allah Swt berfirman :

قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ -٣٢-

Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S.Al Baqarah:32)

Dalam salah satu tafsir disebutkan : Para malaikat berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki pengetahuan selain apa-apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Qālū subhānaka (para malaikat berkata, “Maha Suci Engkau), kami bertobat kepada-Mu dari hal itu. Lā ‘ilma lanā illā mā ‘allamtanā (kami tidak memiliki pengetahuan selain apa-apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami), yakni yang telah Engkau Ilhamkan kepada kami. Innaka aηtal ‘alīmu (sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui) terhadap kami dan mereka. Al-hakīm (lagi Maha Bijaksana”) terhadap urusan kami dan mereka.

Kemudian, bagaimana karena sudah terlanjur aku mengatakan “sok tahu padahal tidak tahu” , kan isin tho?” , Maka sekali lagi aku hanya bisa mengatakan: “Maaf, memang, aku tak tahu, maaf…”.

Wallahu a’lam bishawab

Sabtu, 10 Maret 2012

Ungkapan Hati


Dari Orang Bodoh Yang Tak Kunjung Pintar
Posting by: Kuspriyanto

BETAPA terbatasnya pengetahuanku ini , sementara dihadapanku terbentang pengetahuan yang sangat luas , seperti setetes air yang ditumpahkan di lautan. Secuil pengetahuan tentang diri sendiri pun tak aku pahami, apalagi terhadap orang lain bahkan terhadap semua permasalahan hidup ini. Barangkali ini merupakan bagian dari sekian tantangan zaman yang umumnya dihadapi pada saat ini. Seperti yang disampaikan Prof Dr. Muhammad Quraish Shihab, dalam salah satu buku beliau “Menabur Pesan Ilahi (2006) “ diuraikan tentang keterbatasan pengetahuan yang bukan saja berarti ketiadaan ilmu, tetapi juga ketidakmampuan dalam memilah, mengamalkan, dan menyosialisasikannya. Bisa jadi, kita telah memiliki dari yang secuil tadi, tetapi iradah, kemauan, dan tekad kita yang tidak cukup.

Maka bagaimana mungkin dengan ketidakmampuan diri ini bisa mencari kesalahan orang lain. Konon , sekarang ini ada sebagian dari masyarakat kita yang dijangkiti penyakit “serba tahu” sehingga sering menjustifikasi dan menyalahkan orang lain.
Kadang kita tidak mengetahui apa yang kita kehendaki. Kita tidak bisa membedakan mana yang utama dan mana yang tidak , mana yang penting dan mana yang tidak penting, mana keinginan dan mana keperluan. Bahkan kita tidak bisa membedakan mana kawan yang sebenarnya dan mana pula lawan karena ‘iming-iming’ keuntungan material yang diperoleh.
Aku teringat dalam salah satu Hadist Nabi Saw bersabda :”Hati-hatilah kamu, jangan duduk berdekatan dengan orang pandai, kecuali yang mengajakmu “dari 5 ke 5” yaitu:
Pertama, dari keraguan kau diajak menuju ke “keyakinan”.
Kedua, dari kesombongan kau diajak menuju “tawadlu”.
Ketiga, dari permusuhan kau diajak menuju perdamaian.
Keempat, dari riya’ kau diajak menuju ke “ikhlasan”.
Kelima, dari rakus harta kau diajak menuju zuhud.

Maka , masih melekat dibenakku pesan Pak Kyai mengutip nasihat Abu Darda’ : Kun ‘aliman au muta’aliman au mustamian wala takun arrobi’a fatahallaka ya’ni miman laa ya’lamu walaa yastami’u

“Jadilah kamu pendidik, atau anak didik, atau pendengar (yang baik), jangan mendaftarkan orang yang ke empat (yakni) bukan pendidik, bukan anak didik atau bukan pendengar yang baik, jika demikian halnya, pasti kamu binasa."

Mudah-mudahan Allah Swt. menolongku agar dapat selalu menimba ilmu, dan menjauhkan diri dari golongan orang yang ke-empat.

Wallahu 'alam bi shawab.