Minggu, 06 Mei 2012

Menjaga Hati dan Lisan


Hati dan Lisan
Menurut Imam al Faqih dlm Tanbihul Ghafilin disebutkan, bahwa pada dasarnya jasmani manusia terbagi menjadi 3 bagian: “Hati, lisan dan anggota badan” Masing-masing mempunyai keistimewaan masing-masing. Keistimewaan hati , dengan tauhid dan makrifat. Keistimewaan lisan, dengan sahadatain dan membaca al qur’an dan keistimewaan badan, dengan amalan lahiriah seperti shalat, puasa dan amalan sholeh lainnya.
Dalam salah satu riwayat diceritakan Seorang pembantu dari Ethiopia (terlihat hikmatnya pertama kali) ketika disuruh majikannya untuk menyembelih kambing, lalu minta bagian terbaik, diambilkannya hati dan lidah. Di hari berikutnya, minta bagian kambing yang terburuk , maka diberi hati dan lidah. Kemudian sang majikan bertanya:”Mengapa engkau berikan ini lagi?” Katanya,” Tiada yang terbaik dari bagian tubuh, kecuali anggota ini, jika keduanya baik, maka seluruh tubuhnya baik. Jika buruk keduanya, burukpula seluruh tubuhnya. (dari Luqman Hakim)
Demikianlah begitu pentingnya hati dan lisan dalam kehidupan kita sehari-hari.  Oleh karena itu , untuk menyempurnakan ibadah kita, ada baiknya kita mencermati amalan yang dilaksanakan organ tersebut:
Pertama, hati,
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seleruh tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk , maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.” (HR. Bukhari)
Hati adalah organ yang sangat “urgent” , ibarat motor yang dapat menggerakkan seluruh onderdil yang lain. Apabila hatinya baik maka seluruh organ yang lain juga ikut baik. Namun sebaliknya, ketika hati kita sedang risau atau sakit, akibatnya kita tidak bisa konsentrasi menjalankan aktivitas dengan sempurna, kendatipun sudah kita bawa ke tempat-tempat wisata yang terkenal. Bahkan, karena merananya hati pula ,yang tidak jarang kita jumpai orang yang berakhir hidupnya dengan cara yang tidak baik. Karena hati mereka gersang dari bimbingan agama, kering kerontang tanpa setetes embun keimanan yang menyiraminya.
Hati yang bersih, hati yang suci, akan mudah merespon kebaikan. Sebaliknya apabila hati kita kotor, maka tentu sulit merespon kebaikan. Apa yang sebaiknya dilakukan kemudian? Kata para ‘alim menyarankan , agar diterapi dengan menggunakan ramuan sebagaimana sering kita dengar “Tombo ati ono limo perkarane”

1.           Pertama, membaca Al qur an dan maknanya
2.           Kedua, mendirikan shalat malam
3.           Ketiga, berkumpul dengan orang shaleh
4.           Keempat, memperbanyak puasa
5.           Kelima, dzikir malam, perpanjanglah
Ingatlah , hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d :28) Kata Ibnu Taimiyah –rahimahullah, “Perumpamaan dzikir bagi hati adalah seperti air bagi ikan. Apa jadinya keadaan ikan tanpa air.
Yaa ayyuhalladziina aamanu laa tulhikum amwaalukum walaa auladukum an dzikrillah
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. ” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Ayat di atas dengan jelas mengabarkan bahwa orang yang lalai dari mengingat Allah, ia akan merugi di dunia terlebih lagi di akhirat. Dengan senantiasa ber-dzikir (ingat) kepada Allah, maka ketentraman hati, mendapatkan banyak keutamaan .
Yang Kedua, menjaga lisan
Lisan adalah organ tubuh manusia yang sangat penting, karena akan mewarnai semua aktivitas kehidupan kita sehari-hari.
 Firman Allah Swt:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ -٣٣-


 Wa man ahsanu qoulam mimman da-‘aa ilallah wa ‘amila shoolihaw wa qoola innanii minal muslimiin (QS Fushilat 33)
"Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengejakan amal sholeh dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri.”
Dalam salah satu tafsir dijelaskan bahwa "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah serta mengerjakan amal-amal saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
Wa man ahsanu qaulan (dan siapakah yang lebih baik perkataannya), yakni yang lebih bijak perkataannya. Menurut satu pendapat, yang lebih baik seruannya.
Mimmaη da‘ā ilallāhi (daripada orang yang menyeru kepada Allah) dengan bertauhid, yaitu Muhammad saw..
Wa ‘amila shālihan (serta mengerjakan amal-amal saleh), yakni menunaikan kewajiban-kewajiban. Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan sekaitan dengan para muazin. wa man ahsanu qaulan (dan siapakah yang lebih baik perkataannya), yakni seruannya; mimmaη da‘ā ilallāhi (daripada orang yang menyeru kepada Allah) dengan azan; wa ‘amila shālihan (mengerjakan amal-amal saleh), yakni menunaikan shalat dua rakaat seusai azan kecuali seusai azan shalat Magrib.
Wa qāla innanī minal muslimīn (dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”), yakni memeluk Islam. Dan dia berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang Mukmin sejati.” Itulah perkataan Muhammad saw. dan para shahabatnya.
Oleh karena itu, hendaknya kita berupaya agar setiap untaian kata yang keluar dari lisan kita penuh makna. Menghindari kata-kata kotor, keji dan tidak senonoh. Sebab setiap kali kita bicara kotor, kesucian hati pun ternoda. Demikian pula berupaya menjaga hati kita, agar selalu mengingat Allah.
Wallahu a'lam bi shawab