Syawalan Momentum Meraih Kemuliaan Akhlak
Oleh: Akhmad Kuspriyanto
Oleh: Akhmad Kuspriyanto
KETIKA bulan
Syawal tiba, saatnya kita menunaikan Shalat idhul fitri artinya saat itu
dimulailah acara lebaran atau syawalan. Lebaran konon berasal dari bahasa Jawa
“lebaran” atau maknanya selesai menunaikan puasa Ramadhon. Kurang-lebih hampir
sebulan penuh tidak makan dan minum dan menahan dari berbagai hal yang
membatalkan puasa. Sebuah perjuangan yang tidak ringan dalam menghadapi godaan
nafsu. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa sepulang dari sebuah
peperangan Badar , beliau bersabda : Roja’naa min jihaadil asghori ila jihaadil
akhbar. Kita baru usai dari perang kecil menuju ke perang besar. Mendengar apa
yang baru disampaikan Rosulullah SAW , para sahabat bertanya, Yaa Rosuulullah wamaa jihaadul
akbar? Apa yang dimaksud jihadul Akbar? Pertanyaan itu memang sudah sepantasnya
ditanyakan mengingat bahwa mereka baru saja menang sebuah peperangan besar, di
kawasan Badar yang melibatkan tentara Kaum muslim 300 an orang melawan tentara
Kaum musrikin sekitar 1000 orang dengan peralatan perang dan logistis yang
lengkap, sedangkan kaum muslimin hanya berbekal peralatan ala kadarnya dengan logistic
yang terbatas. Sehingga jatuh korban dari kedua belah pihak, puluhan orang Mati
Syahid, sedangkan di pihak musuh pun tidak sedikit yang meninggal bahkan
menewaskan pimpinan mereka Abu Jahal. Peperangan yang sedemikan besar ternyata
menurut Beliau Rasulullah Saw dikatakan peperangan kecil. Lantas seperti apa
sebenarnya perang besar yang sesungguhnya. Rasulullah Saw : Qoola : Jihaadun nafsi. Peperangan besar itu adalah perang melawan hawa nafsu.
Manusia memang diberikan nafsu , yang cenderung menginginkan sesuatu yang kurang baik dan ingin dipuaskan. Ibarat gatal di kulit , semakin ingin digaruk semakin nikmat, akan tetapi berakibat infeksi jadi koreng. Maka salah satu benteng yang telah dibangun untuk mengendalikan nafsu adalah puasa. Agar manusia menjadi manusia yang dikarunia nafsu yang baik, dipandu akal dan hatinya. Bukan hanya bermanfaat untuk diri dan keluarganya akan tetapi bermanfaat untuk manusia pada umumnya.
Oleh karena itu, ketika idhul fitri tiba, konon para Iblis dan bala tentaranya bermuram durja ditengah hingar bingar meriahnya hari raya. Kenapa ? Karena saat itu manusia yang beriman dan telah menjalankan kuajiban yang sempurna di bulan Ramadhan telah mendapatkan ampunan dari Tuhan-Nya. Maka Iblis dan bala tentaranya pun tidak tinggal diam, dia mengambil langkah-langkah strategis untuk mengganggu manusia agar dimurkai lagi oleh Tuhan-Nya. Jerat nafsu dikumandangkan dan diintensifkan di hari Lebaran : berbagai kenikmatan, nafsu syahwat , pesta minuman yang memabukkan dan berbagai kemaksiatan pestafora.
Maka agar
menjadi manusia yang telah lulus “digembleng di bulan Ramadhan” , dengan
predikat Cumlaude. Menelusuri filosofi Jawa Ketupat, “Mengku Laku Papat” ,
memuat empat perilaku atau hal penting yang hendaknya diperhatikan.
Ditinjau dari aspek lahiriah, kupat dibuat dalam bentuk segi empat dengan ujung ‘kelewer’. Mengandung makna keseimbangan alam dan kemantapan aqidah, dimana pun kita berada : Ujung timur, barat, utara atau di ujung selatan agar tetap memiliki arah tujuan yang pasti, Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa. “Ittaqilaha kai tsumma kunta- bertaqwalah kepada Allah dimana pun kita berada. Dimana pun orang berada hendaknya bisa cerdas menjaga keseimbangan baik dalam beribadah kepada Tuhan-Nya dan juga dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemudian bila ditinjau dari aspek bathiniah, kupat mengandung empat pesan spiritual:
Pertama, lebaran.
Lebaran telah tiba, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya orang yang
lebaran bukan orang yang bajunya baru, akan tetapi orang yang meningkat
ketaatannya. Innamal ‘ied liman thoatahu tajiid.
Kedua, Loberan.
Syawal, sebagai momen yang baik untuk berbagi rizki kepada Saudara, handai
tolan dan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan. Bukankah diingatkan
mereka yang baik, berkenan berbagi rizki baik waktu longgar maupun sempit.
Ketiga, leburan.
Syawal, sebagai momen yang baik untuk melebur dosa , saling maaf memaafkan.
Maka, sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat. Artinya
ia menyadari kesalahannya, menyesal dan kemudian memperbaiki diri. Maka , sebagai
kesempurnaan taubat, menyelesaian segala urusan yang berkitan dengan hak orang
lain , termasuk untuk meminta maaf.
Meminta maaf
dan memaafkan , kata yang sederhana namun sebenarnya tidak se-sederhana dan
semudah yang diucapkan. Maka , dibutuhkan sebuah kebesaran jiwa atau kerendahan
hati untuk mau meminta maaf dan memberikan maaf. Rasulullah Saw mengajarkan
akhlaq yang mulia (akhlaq ahli dunya dan akhirat) : Tasilu man qotho’aka ,
menyambung persaudaraan kepada orang yang pernah memutuskan persaudaraan. Wa tu’ti
man haromaka, memberi sesuatu kepada orang yang pernah menahan pemberiannya, wa
ta’fu ‘amman dholamaka, memaafkan kepada orang yang pernah mendholimi kepada
kita. Sungguh akhlah mulia yang dicontohkan Rasulullah Saw tersebut memang tidak
mudah , tentu menjadi inspirasi dan spirit para shalihin.
Keempat, laburan.
Syawal, sebagai momen yang baik untuk meningkatkan prestasi dalam segala aspek.
Hari ini hendaknya harus lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok harus
lebih baik dari pada hari ini, (Man kaana yaumuhu khoiron min amsihi fahuwa
robihun).
Maka , tiada yang lebih dan sempurna dari hamba yang dhoif, dengan segala salah dan khilaf. Mengucapkan Selamat Idhul Fitri 1433 H, Taqobbalallahu minna wa minkum, syiamana wa syiamakum, minal ‘aidin wal faizin.
Wallahu ‘alam bi shawab