Jumat, 17 Februari 2012

Memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw


Momentum Meneladani Kehidupan Rasulullah Saw
Posting by : Akhmad Kuspriyanto

BEGITULAH rasa kerinduan itu tiba-tiba bergelayut dalam sanubari , ketika memasuki bulan Rabiul Awal , saat dimana masyarakat muslim sedang memperingati hari kelahiran nabi junjungannya , Nabi Besar Muhammad Saw. (bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdil Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrika bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan)

Kerinduan sekaligus rasa kecintaan kepada Rasulullah Saw yang diungkapkan dengan berbagai acara peringatan ; pengajian, membaca shalawat dan sebagainya, tentunya masih belum sempurna apabila belum diimplementasikan dengan peningkatan ibadah pada umumnya.

Adalah benar-benar sebuah kerinduan tiada terperi yang menjadi dambaan segenap umat muslim pada umumnya, seperti yang dilantunkan dalam sebauah syair lagunya Bimbo yang berjudul 'Rindu Kami Padamu'.

Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rasul
serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara besahaja

Perjalanan waktu kini telah terlampaui kurang-lebih 14 abad yang lalu Beliau meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Demikian pula keteladanan beliau senantiasa menjadi dambaan setiap insan yang beriman , lebih-lebih di era global seperti sekarang ini. Rosulullah Saw bukan hanya berhasil melakukan perubahan yang sangat mendasar bagi bangsa Arab saja, melainkan juga pada seluruh umat manusia bahkan menjadi rahmat bagi alam semesta pada umumnya.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ -١٠٧
-

"Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam" (Al-Anbiyah: 107)

Rosulullah Saw menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari-hari, menjadi ayah yang baik, menjadi suami yang bijak, bahkan menjadi seorang pemimpin ‘kaliber dunia’ yang sukses. Dalam karya dan penelitiannya Michael Hart pun mengakui dan menempatkan beliau dalam urutan pertama dari “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia.”


Sejak masih kanak-kanak , beliau sangat cerdas dan suci serta dihormati karena kejujuran, keberanian, keadilan, keshalihan, kesabaran, rendah hati, kesetiaan dan keramahannya. Abu Thalib menggambarkan keponakannya yang dicintainya tersebut:”Dia adil dan berwajah tampan. Dari raut wajahnya, rahmat turun layaknya hujan. Dia adalah tempat berlindung bagi anak-anak Yatim dan pelindung para Janda.”

Beliau memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya, membantu meringankan beban orang lain, dan membantu orang-orang miskin agar mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.

Sesuai dengan perannya sebagai utusan Allah yang diembannya, sebelum menjadi Nabi pun beliau memiliki kebencian yang melekat terhadap berhala yang dilakukan pada waktu itu. Karena itulah, meskipun beliau merupakan bagian dari masyarakatnya, beliau tidak pernah mengikuti pesta dan perayaan yang berkaitan pemujaan berhala dan mabuk-mabukan. Beliau juga berhati-hati agar tidak memakan daging yang disembelih atas nama selain Allah, dan tidak menyentuh atau bahkan mendekati berhala.

Sebagian ulama tafsir menyimpulkan bahwa, Nabi Muhammad saw telah meneladani sifat-sifat terpuji para nabi sebelumnya. Nabi Muhammad Saw, adalah yang terbaik. Rasulullah Saw sangat besar perhatiannya pada umat manusia , sehingga hampir-hampir saja ia mencelakan diri demi mengajak mereka beriman. Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan , dan makhuk-makhluk tak bernyawa. Rasulullah Saw pernah bersabda:” Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka karena seekor kucing yang dikurungnya”. (HR Bukhari dan Muslim)


Bukan hanya binatang saja, rahmat dan kasih sayang beliau curahkan sampai pada benda-benda tak bernyawa. Sisir, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semua beliau berikan nama, seolah-olah benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran tangan, rahmat dan kasih sayang.
Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pecinta Binatang, Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan untuk mencintai dan memperlakukan binatang dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, sebagai wujud kecintaan kita kepada junjungan kita Rosulullah saw, ada beberapa hal yang barangkali bisa menjadi bahan koreksi diri agar ibadah kita lebih meningkat, yang antara lain:

Pertama: Ikhlas dan taat mengikuti tuntunan Allah Swt dan Rosulullah Saw dalam beribadah.

Dalam suatu riwayat dikisahkan, ketika Umar bin Khattab mendengar berita wafatnya Rasulullah saw, ia tidak bisa menerima kehilangan Rasul dan dengan penuh kesedihan sambil menghunus pedangnya ia mengatakan,”Barangsiapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya.” Abu bakar tahu perasaan Umar yang belum bisa menerima kehilangan Rasul. Abu bakar sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat mendalam. Kemudian dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar. “Barang siapa menyembah nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya.”

Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىَ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللّهَ شَيْئاً وَسَيَجْزِي اللّهُ الشَّاكِرِينَ -١٤٤-

"Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Karena itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran:144)


Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.
Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً -١١٠- (QS. Al Kahfi : 110)

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.” Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian. Diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”


Dalam salah satu tafsir dijelaskan:

Qul (katakanlah), hai Muhammad! Innamā ana basyarum mitslukum (“Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian), yakni keturunan Adam seperti kalian. Yūhā ilayya (diwahyukan kepadaku) melalui Jibril a.s.. Annamā ilāhukum ilāhuw wāhidun (bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa), yang tidak memiliki anak dan sekutu. Fa mang kāna yarjū liqā-a rabbihī (barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabb-nya), yakni yang takut oleh kebangkitan sesudah mati. Fal ya‘mal ‘amalaη shālihan (maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh), yakni amal yang berhubungan dengan Rabb-nya secara ikhlas. Wa lā yusyrik bi ‘ibādati rabbihī ahadā (dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya), yakni tidak ingin dilihat oleh orang lain dan tidak mencampuradukkan ibadah kepada Rabb-nya dengan menyembah sesuatu yang lain. Menurut pendapat yang lain, tidak mencampuradukkan ketaatan kepada Rabb-nya dengan ketaatan kepada sesuatu yang lain. Turunnya ayat ini berhubungan dengan Jundab bin Zuhair al-‘Amiri.

Sebagian Ulama Hikmah menegaskan bahwa : “Barangsiapa melakukan tujuh amalan , tanpa dibarengi tujuh perkara , berarti hampa/palsu amalannya, yaitu :

1.Takut kepada Allah , tetapi tidak mau mengurangi laku maksiat
2.
Mengharap pahala dari Allah tetapi enggan beramal /beribadah kepada-Nya

3.Ber-azam
akan melakukan kebaikan/berbakti kepada Allah, tetapi tidak dilakukan dalam kenyataan
4.
Berdo’a kepada Allah tetapi tidak berusaha secara lahiriah
5. Mohon ampun kepada Allah, tetapi tidak menyesali dosa yang dilakukan
6. Lahirnya berbuat kebaikan, tetapi dalam hatinya tidak ikhlas
7.
Sungguh-sungguh dalam beramal atau beribadah, tetapi tidak ikhlas mengharap keridhaan dari Allah.

Kedua: Meneladani Kehidupan Rosulullah saw
Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpin yang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akhirat.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً -٢١-

"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)
Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. (QS Ahzab 21)
Laqad jā-akum (sungguh telah datang kepada kalian), wahai penduduk Mekah. Rasūlum min aηfusikum (seorang rasul dari kalangan kalian sendiri), yakni seorang Arab keturunan Bani Hasyim seperti halnya kalian. ‘Azīzun ‘alaihi (berat terasa olehnya), yakni sulit terasa olehnya. Mā ‘anittum (kesalahan yang diperbuat oleh kalian), yakni dosa yang telah kalian perbuat. Harīshūn ‘alaikum (sangat berharap kepada kalian), yakni sangat berharap kalian beriman. Bil mu’minīna ra-ūfur rahīm (serta berbelas kasihan lagi penyayang kepada kaum Mukminin), yakni kepada seluruh kaum Mukminin.
Dari sudut pandang keteladan beliau, menurut pakar muslim kontemporer disebutkan bahwa manusia dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerja, dan yang tekun beribadah. Dalam sejarah hidup beliau membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam type manusia tersebut.
Perjalanan hidup beliau dipenuhi dengan peristiwa –peristiwa yang sarat dengan hikmah. Kehebatan beliau dalam berdakwah, memang sudah begitu kondang, bukan hanya di kalangan umat Muslim. Lewat halusnya tutur kata, lembutnya pandangan, manis gerak-gerik hingga kearifan cara berfikirnya, tak terhitung banyaknya orang yang masuk islam, tak sedikit pula dari lawan-lawannya yang akhirnya berubah menjadi kawan, bahkan menjadi pengikut setia.
Beliau adalah orang yang lembut, murah hati , mampu menguasai diri, suka memaafkan saat memegang kekuasaan dan sabar saat didholimi. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridho.
Diantara sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliiau yang sulit digambarkan, bahwa beliau memberikan apa pun dan tidak takut menjadi miskin.
Masih terlalu banyak lagi kemulian akhlaq beliau yang tidak bisa diuraikan satu per satu. Sehingga hampir-hampir, keteladanan beliau tak terulang kembali dalam sejarah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Bisa memberikan ampunan dan kasih sayang kepada musuh sekali waktu, sementara di waktu yang lain dengan penuh ketegasan menghukum dan mengusir musuh. Ia tahu kapan harus memaafkan dan kapan pula harus marah dan bertindak.

Anas bin Malik dalam suatu riwayat menceritakan, ketika Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum : "Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah, aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, "Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgasana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa'ir."


Dari ungkapan Aisyah istri Rosulullah tersebut, menyadarkan kita bahwa memang demikianlah keseharian kehidupan Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surga. Kemudian bagaimana halnya dengan kita?


Ketiga: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah

Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.
"Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (Al-An'am : 153)

Keempat: Mencintai Rasulullah


Mencintai Rosulullah adalah kewajiban , membela kehormatan Rosulullah Saw merupakan keharusan , karena merupakan indikator keimanan. Demikian pula masih banyak tanda-tanda yang lain sebagaimana disebutkan dalam jamii’ish shoghiir (dari dhuraratun nashihin), Siti Aisyah Ra, berkata:
Man ahabballaha ta’alaa aktsaro dikruhu tsamrotuhu anyadzkurohullahu birohmatihi waghufroonihi wayud-khiluhul jannata ma’a ambiyaa-ihi wa ‘auliyaa-ihi wa yukrimahu biru’yati jamaalihi wa man ahabbannabiyya alaihish sholaatu wassalaamu aktsaro minashsholaati ‘alaihi. Wa tsamrotuhul wushuulu ilaa syafaatihi wa shuhbatihi fil jannah. …
Barang siapa cinta kepada Allah Ta’ala, maka dia banyak menyebut-nyebutNya, dan buahnya Allah akan mengingat dia juga dengan memberikan rahmat dan ampunan kepadanya serta memasukkannya ke Surga bersama sama dengan para Nabi dan para Wali bahkan member kehormatan pula kepadanya dengan bisa melihat keindahan-Nya; dan barangsiapa cinta kepada Nabi Asw, maka dia banyak membaca shalawat Nabi Asw, dan buahnya ialah dia sampai bisa mendapatkan syafaatnya dan bersama didalam sorga”
Dari Anas R.a. dari Nabi Asw: Man ahabba sunnati faqod ahabbani wa man ahabbani kaana ma’ii fil jannah. (Al Hadist)
(Barangsiapa cinta kepada sunnatku maka sungguh dia cinta kepadaku, dan barangsiapa cinta kepadaku maka dia bersamaku di dalam surga)"

Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi.

Ada beberapa hal yang dapat kita kerjakan , sebagai bagian bukti mahabbah kita kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw yang antara lain :
1. Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
QS. Adz dzaariyat : 23
2. Mengerjakan perintah dan menjauhi yang beliau larang dengan tanpa ragu (QS Al Ahzaab 36 dan Al A’raaf 158)
3. Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapapun
4. Ittiba’ (mencontoh) Nabi Saw serta berpegang pada petunjuknya
5. Membela ajaran sunnah Nabi
6. Menyebarkan ajaran nabi


Demikianlah, sebenarnya masih banyak yang harus dikoreksi dalam diri kita, untuk meneladani dan mencintai junjungan kita yang mulia Nabi Muhammad Saw.

Sumber : Tanbihul Ghafilin (Al Faqih Abu Laits Samarqandi), Cahaya Di atas Cahaya ( Safiur Rahman Mubarakpuri), Wawasan Al Qur’an (DR. Qurays Sihab) , dll.

Wallahu a'lam bi shawab.

Selasa, 07 Februari 2012

Mereformasi Diri









Perubahan Membutuhkan Lingkungan Yang Kondusif
Oleh: Akhmad Kuspriyanto

PERUBAHAN atau ada yang menyebutnya dengan istilah kerennya ’reformasi’, diartikan sebagai suatu perubahan terhadap suatu system yang ada pada suatu masa. Maka me-reformasi diri maksudnya melakukan perubahan system nilai pribadi kita , harapannya tentu menjadi pribadi yang lebih baik/ sholeh.
Kata seorang Sesepuh yang mengaku pernah menjadi pejuang:

Ketika aku masih kecil dulu, aku mempunyai cita-cita ingin mengubah dunia ini, dan ternyata.. setelah aku pikir-pikir sejalan dengan perjalanan waktu, ternyata cita-citaku itu sulit kuwujudkan, maka kupersempit cita-citaku tadi ,kemudian aku bercita-cita ingin mengubah negeriku , dan ternyata sejalan dengan perjalanan waktu, setelah aku pikir-pikir lagi cita-citaku itupun masih sulit kuwujudkan, sehingga cita-citaku lebih kusederhanakan , aku hanya ingin mengubah kampung tempat tinggalku, ternyata… itupun juga sulit kuwujudkan.

Kemudian saat usiaku sudah senja dan aku hanya bisa berbaring ditempat tidurku, aku masih ingin berbuat sesuatu minimal untuk mengubah keluargaku. Celakanya…, ternyata akupun tidak bisa : di dalam keluargaku sendiri : istriku, anak-anakku pun tidak bersedia mengikuti aku. Aku ternyata tidak bisa menjadi Imam untuk keluargaku sendiri.
Sekarang sudah tidak ada yang kumiliki lagi, tapi aku masih bersyukur, karena aku masih memiliki semangat untuk berubah di sisa-sisa umurku, minimal ingin mengubah diriku sendiri, menjadi lebih baik. Mudah-mudahan berawal dari perubahan diri sendiri ini, mungkin aku bisa mengubah keluargaku, kampungku, negeriku bahkan dunia.” Katanya bersemangat.

Begitulah perubahan itu selalu hadir menyertai perjalan sang waktu. Ada kalanya perubahan itu membawa perbaikan, tapi pada sisi yang lain banyak pula ditemukan perubahan justru menuju ke arah kemunduran.


Oleh karena itu, agar perubahan itu menuju ke hal positip , ada beberapa faktor yang perlu dicermati :


1. Lingkungan/ pergaulan dengan budaya lain. Lingkungan atau pergaulan yang terjadi dapat mendorong inovasi / perubahan baru .
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, la pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.Sehingga teman bergaul merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan hidup bersosialisasi. Manusia tidak bisa hidup seperti ikan di laut, meski hidup di air tempat tinggalnya yang penuh dengan kandungan garam, tetapi ikan tersebut tidak ikut asin
Mungkin kita pernah menjumpai….teman kita yang tadinya berakhlaq manis dan penyantun. Dari keluarga agamis yang taat, ternyata pada suatu waktu ia ditemukan oleh Petugas sedang nyabu, atau ngoplo. Bukan berhenti disitu saja , bahkan terlibat serentetan perkara kriminal . Padahal dahulu kita kenal sebagai orang yang yang baik akhlaqnya. Selidik punya selidik, ternyata selama ini tanpa diketahui oleh keluarganya , ia terjerumus dalam lingkungan yang salah, sehingga karena begitu kuatnya pengaruh dari teman-temannya yang ‘tidak benar’ tadi membawa ia ke lubang kemaksiatan. Demikian pula bisa terjadi sebaliknya, ada pula mereka yang mendapatkan hidayah, yang semula buruk akhlaqnya kemudian berubah drastis menjadi orang yang sholeh, karena lantaran pengaruh lingkungan yang baik.
Namun demikian, suatu hal yang sering menjadi hambatan perubahan adalah pada umumnya kita cenderung senang bergaul dengan teman pergaulan yang sepadan, yang memiliki cara pandang dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda.
Nabi Saw bersabda:”Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap.” (HR.Bukhari dan Muslim)

2.Sistem pendidikan yang maju; Sistem pendidikan yang ada sangat berpengaruh terhadap semangat perubahan. Dengan pendidikan yang maju akan memberikan ruang terhadap pemikiran baru dan nilai-nilai tertentu yang memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan/nilai-nilai yang ada masih dapat memenuhi perkembangan zaman atau tidak. Sekarang banyak pilihan orang untuk menempuh pendidikan formal. Dari yang bertaraf lokal sampai International. Maka sering dalam memilih pendidikan ini berdasarkan prestasi akademiknya , akan tetapi kurang mempertimbangkan pembinaan akhlaqnya, sehingga banyak dijumpai mereka kaya ilmu tapi miskin hatinya; cerdas IQ-nya tapi kurang social dan spiritualnya. Maka pendidikan yang tepat akan sangat mewarnai kearah perubahan yang positif.

3, Orientasi terhadap masa depan:
Pemikiran yang berorientasi pada masa lalu dan saat ini , sering tidak memberikan banyak warna perubahan sesuai zamannya. Maka diperlukan penyempurnaan dengan pemikiran yang berorientasi ke masa depan sehingga akan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

4. Nilai ikhtiar
Ikhtiar / menyempurnakan usaha dan berdo’a harus selalu kita lakukan dalam upaya melakukan perubahan menuju hal yang lebih baik , lebih bermanfaat di dunia dan akhirat. Maka kesungguhan dalam berikhtiar akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan kita capai.
Wallahu a'lam bi shawab