Senin, 31 Mei 2010

Tabiat Kaum Yahudi

Sifat Buruk Agar Tidak Ditiru
(Sifat dan Tabiat Yahudi dalam al-Quran)

Dalam al-Qur’an cukup banyak ayat yang memberitakan kaum Yahudi, hanya saja mereka bukan disebut sebagai kaum yang patut diteladani. Sebaliknya mereka justru dijadikan contoh buruk agar tidak ditiru.
Beberapa karakter buruk mereka adalah:

1. Durhaka dan melampaui batas, serta membiarkan kemungkaran yang terjadi di antara manusia.
Allah Swt berfirman:Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS al-Maidah [5]: 78-79)
Dan makin durhaka sesudah al-Quran diturunkan.
Allah Swt berfirman: Dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka (QS al-Maidah [5]: 64).

2. Menjadikan kaum kafir sebagai pelindung dan penolong mereka.
Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik (QS al-Maidah [5]: 80-81).

3. Permusuhan mereka yang amat besar terhadap Islam dan umatnya.
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. (QS al-Maidah [5]: 82).

4. Hati mereka keras laksana batu, bahkan lebih keras lagi. Di antara penyebabnya karena mereka melanggar perjanjian dengan Allah Swt.
Allah Swt berfirman:
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu (QS al-Maidah [5]: 13).
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.

5. Suka melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri, termasuk perjanjian dengan Allah Swt dan rasul-rasul-Nya. Dan oleh karena itu mereka mendapat murka Allah dan berbagai hukuman-Nya.
Allah Swt berfirman:
Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?” (QS Thaha [20]: 86).
Allah Swt berfirman:
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka batas (QS al-Nisa’ [4]: 155).

6. Mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh banyak nabi. Dan itu menyebabkan mereka senantiasa diliputi dengan kehinaan dan kerendahan di mana pun mereka berada.
Allah Swt berfirman:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas (QS Ali Imran [3]: 112).
Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup.” Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka (QS al-Nisa’ [4]: 155).
Dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu adzab yang membakar.”

7. Banyak berbuat lancang terhadap Allah Swt, seperti menuduh Allah Swt miskin dan tangan-Nya terbelenggu.
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya”, Kami akan mencatat perkataan mereka itu (QS Ali Imran [3]: 181).
Allah Swt berfirman:
Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki (QS al-Maidah [5]: 64).

8. Memalsukan kitab dengan tangannya, memalingkan dari maksud sebenarnya, dan menghilangkan sebagiannya.
Allah Swt berfirman:
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan (QS al-baqarah [2]: 79).
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa (QS al-Nisa’ [4]: 46). Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya (QS al-Maidah [5]: 13). Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS al-baqarah [2]: 75).

9. Amat tamak terhadap dunia, bahkan melebihi orang Musyrik. Menginginkan umur yang panjang dan mengejar kesenangan serta takut akan kematian.
Allah Swt berfirman:
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa (QS al-Baqarah [2]: 96).

10. Mengenal benar siapa Rasulullah saw, namun mereka menyembunyikan kebenaran.
Allah Swt berfirman:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (QS al-Baqarah [2]: 146).

11. Mengikuti hawa nafasunya, hingga risalah yang dibawa rasul pun harus pun harus sejalan dengan hawa nafsunya. Jika tidak sesuai dengan hawa nafsunya, mereka akan menolak dan mendustakannya.
Allah Swt berfirman:
Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu angkuh; maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (QS al-Baqarah [2]: 87).

12. Tidak senang terhadap kaum Muslim selama tidak mengikuti hawa nafsu mereka.
Allah Swt berfirman:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120)
.
13. Berdusta atas nama Allah Swt dengan mengatakan bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya.
Allah Swt berfirman:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya (QS al-Maidah [5]: 18).

14. Sombong dan takabbur, hingga mereka pernah diubah wujudnya menjadi kera yang hina.
Allah Swt berfirman:
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina”.

15. Di antara mereka terdapat permusuhan dan kebencian hingga hari kiamat.
Allah Swt berfirman:
Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat

16. Suka berbuat kerusakan di muka bumi.
Allah Swt berfirman:
Dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan (QS al-Maidah [5]: 64).

17. Berbuat zhalim dan menghalangi manusia dari jalan Allah.
Allah Swt berfirman:
Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah (QS al-Nisa [4]: 160).

18. Suka memakan harta haram, seperti suap dan riba, padahal telah diharamkan kepada mereka.
Allah Swt berfirman:
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram (QS al-Maidah [5]: 62).
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil (QS al-Nisa [4]: 161).

19. Membiarkan kemungkaran yang terjadi di antara mereka; dan itu menyebabkan mereka mendapatkan laknat.
Allah Swt berfirman:
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sungguh amat buruklah apa yang mereka perbuat (QS al-Maidah [5]: 79).

20. Suka mendengarkan berita bohong.
Allah Swt berfirman:
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah” (QS al-Maidah [5]: 42).

Patut dicatat, selain sifat-sifat yang telah dipaparkan di atas masih banyak sifat buruk lainnya yangdisebutkan dalam al-Quran. Dengan penjelasan tersebut, tetu memudahkan kita dalam bersikap dan menghadapi mereka. Terhadap kaum yang terkumpul berbagai sifat buruk di dalamnya, masihkah ada di antara kita yang mau menjadikan mereka sebagai waliyy (pemimpin, pelindung, penolong, pembantu) dan bithanah (orang keprcayaan)? Wal-Lah a’lam bi al-shawâb. (Rokhmat S. Labib, M.E,I. – Lajnah Ketua Tsaqafiyyah Hizbut Tahrir Indonesia). (Sumber :http://islamthetruth.wordpress.com)
(QS al-Maidah [5]: 64).

Sabtu, 29 Mei 2010

Lima Macam Cinta

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ketiga)

CINTA, kata Jalaluddin Rumi, “adalah penyembuh bagi kebanggaan dan kesombongan, dan seluruh kekurangan diri. Dan hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak mementingkan diri”. Sementara itu, Charlie W Sheed menyatakan bahwa cinta itu dapat muncul di sembarang bentuk persahabatan; kencan, tawa bersama, seks, saling menyenangkan masing-masing dalam berteman.
Nampaknya orang akan meng-apresiasi cintanya masing-masing, sesuai dengan sudut pandangnya dan apa yang tengah dirasakannya. Dengan demikian kita akan menemukan bermacam-macam cinta. L. Saxton misalnya membagi cinta dalam; cinta altruisme, persahabatan, cinta seksual, dan cinta romantisme. Yang jelas bagaimana mungkin orang akan mengorbankan semua yang dimilikinya tanpa ada cinta? Atau tanpa motivasi apapun? Oleh karena itu, maka menurut penulis ada banyak label cinta berdasarkan kecenderungan motivasi utamanya.

Pertama, Cinta Materi
Rasanya sah-sah saja apabila ada yang mendasari pilihan cintanya dengan motivasi utama materi. Siapa sih yang tak butuh duit? Mau kencan butuh duit, mau ntraktir pacar butuh duit, mau kencing ke MCK Umum pun pakai duit. Pendek kata hampir semua aktifitas hidup membutuhkan yang namanya duit. Apalagi hidup di kota Metropolitan, sangat sulit hidup tanpa uang, kendatipun uang bukanlah segalanya.
Kelompok pertama, ini nampaknya melihat bahwa untuk berlangsungnya cinta baik proses maupun tujuannya mutlak membutuhkan materi. Oleh karenanya kelompok ini mendasarkan motivasi utama dalam menemukan pilihan cintanya berdasarkan material.

Mereka yang kaya, yang memiliki rumah bagus, kendaraan bagus , fasilitas lainnya yang lengkap dan sebagainya. Mereka adalah orang “the have” akan menjadi harapan dan mendapatkan ruang istimewa.


Kedua, cinta rupa
Kelompok kedua ini melihat cinta sebagai suatu yang agung, mengandung nilai-nilai estetika yang tidak selalu harus dihargai dengan uang semata, kesempurnaan penampilan (misal cuantik sekali, bahenol dsb) akan menjadikan motivasi utama dalam menemukan pilihan cintanya. Bisa jadi, disini orang “kecantol” karena pandangan pertama. Kecantikan atau penampilan yang berdasarkan kaca matanya sempurna dijadikan parameter utama. Maka beruntunglah orang yang dikaruniai rupa yang rupawan, di kelompok kedua ini tentunya mendapatkan tempat yang istimewa.

Ketiga, cinta tahta
Kelompok ketiga ini menjadikan tahta sebagai motivasi utama dalam menemukan pilihan cintanya. Memang tahta atau jabatan akan melekat dengan kekuasaan (legitimasi) dengan berbagai fasilitasnya. Dengan jabatan, bisa jadi sebuah kebanggaan dan kehormartan diri diperoleh karena sebuah jabatan. Maka beruntunglah orang yang punya jabatan kendatipun tidak ganteng atau cantik, di kelompok ketiga ini tentunya mendapatkan tempat yang istimewa.

Keempat, cinta keluarga
Kelompok keempat, ini melihat bahwa keluarga atau nasab/keturunan dengan berbagai asesorisnya dalam sebuah keluarga memegang peranan penting. Tidak bisa dielakkan bahwa cinta/ perkawinan sebenarnya adalah cinta mereka dan Keluarganya. Maka begitu pentingnya peran sebuah keluarga. Harta, kecantikan, jabatan bukanlah pertimbangan pertama bagi kelompok ini. Tapi keturunan yang baik dari keluarga ‘tertentu’ menurut ukuran mereka bisa jadi bahan motivasi utama mereka dalam menentukan pilihan cintanya.
Dalam salah satu hadist riwayat Syaikhain, Rasulullah Saw pernah menceritakan tentang wanita Arab yang lebih baik dari wanita Ajam. Dan kata dari sebaik-baik wanita Arab yang saleh ialah dari Kabilah Quraisy, mengingat mereka paling sayang terhadap anak-anaknya dan sangat memelihara harta suaminya.

Kelima, cinta akhlaq mulia
Kelompok kelima ini melihat cinta sebagai suatu fitrah dan instink yang agung dalam rangka menuju kebahagian di dunia dan akhirat. Pertimbangan akhlaq yang mulia sebagai implementasi agama yang dijalankan dengan semestinya. sebagimana diajarkan oleh Rasulullah Saw: “Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu: karena harta bendanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama (kuat agamanya) niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah r.a)

Sebuah Perenungan Cinta
Beraneka tipologi cinta di atas, hanyalah sebuah pilihan yang sebenarnya keputusan tergantung kepada pihak masing-masing sesuai apa yang diyakini di lubuk hatinya yang terdalam. Rasulullah Saw memang pernah mengingatkan terhadap beberapa kemungkinan terhadap pilihan tersebut. Menurut Riwayat yang diketengahkan oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Bazar serta Imam Baihaqi mengatakan:”Janganlah kalian mengawini wanita karena kecantikannya, karena barangkali kecantikannya itu dapat membuatnya durhaka, dan jangan pula kalian mengawini wanita karena hartanya, karena barangkali hartanya dapat membuatnya bersikap kelewat batas, tetapi kawinlah kalian dengannya karena agamanya; dan sesunggguhnya budak perempuan hitam beragama lebih utama (daripada wanita yang cantik lagi berharta tetapi agamanya lemah).”

Orang di seberang jalan pun mengadu:”Emang, sih maunya bigitu.Tapi, ternyata dapetnya jodoh ternyata beda dengan yang didamba. Cantik...nggak, kaya...nggak. Pinter ngaji, nggak juga. Keluarga terpandang, apalagi. Faktanya, dapet yang kayak gini, dah judes bin galak." Begitulah jodoh "memang misteri", dan mereka memberikan advice, katanya:"Udahlah, Bang. Lumayan, ada yang mbantu masak, mbantu nyuci baju, dan ada yang nemani tidur. Disyukuri saja, ... dari pada nggak dapat." katanya menghibur.


Kita ketahui bersama bahwa kriteria umum terpenting adalah agama dan akhlaq. Siapa yang memperoleh cinta/ menikah dengan wanita/ pria yang taat beragama dan mulia akhlaqnya, maka dia akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan kriteria lainnya, tergantung pada situasi dan kondisi masing-masing. Seperti misalnya, apa yang dilakukan sahabat Jabir r.a., beliau menikahi seorang janda dengan pertimbangan wanita yang pernah menikah akan lebih mampu mengasuh dan mengurus adik-adik perempuannya yang masih kecil-kecil titipan dari almarhum ayahnya. Ia lebih mengutamakan untuk mengemban amanah almarhum ayahnya ketimbang menuruti keinginan pribadinya dalam memilih seorang istri. Ini adalah sikap mulia yang diridhai Allah Swt. Sikap Jabir menunjukkan telah sampainya pada tingkat kematangan pribadi dan kebijaksanaan berpikir sebagaimana diajarkan Rasulullah Saw.


Wallahu ‘alam bi ash shawab.
(A.Kuspriyanto, Mey 2010 /cahayamu-abadi)

Jumat, 28 Mei 2010

Rahasia Shadaqah (1)

Tiap Anggota Badan Ada Sedekahnya

“An Abii Hurairata radhiyallahu ‘anhu qaala, qaala Rasullahi ‘SAW :
Kullu salaama minannasi ‘alaihi shadaqatun
Kulla yaumin tathlu’u fiihisysyamsu takdilu bainatsnaini shadaqatun
Watu’iinurrajula fii daabbatihi fatahmiluhu ‘alaiha au tarfa-ulahu ‘alaiha mataa-ahu shadaqatun
Walkalimatuththayyibatu shadaqatun
Wabikulli khathwatin tamsyiihaa ilashshalaati shadaqatun
Watumiithul adza ‘aniththariiqi shadaqatun”

(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim/ Arba’in Annawawiyyah)

Dari Abi Hurairah r.a. telah berkata :
”Telah bersabda Rasulullah Saw:
“Tiap anggota badan dari manusia wajib atasnya sedekah, tiap hari apabila terbit matahari engkau damaikan antara dua orang (yang berselisih) itu adalah sedekah
dan menolong orang yang berkenaan dengan tunggangannya (kendaraannya) engkau mengangkatnya atau mengangkat barang-barangnya ke atas tunggangannya itu adalah sedekah.
Dan kata-kata yang baik itu adalah sedekah
Dan setiap langkah berjalan untuk sembahyang adalah sedekah
Dan menyingkirkan sesuatu rintangan dari jalan adalah sedekah”

SUNGGUH beruntunglah orang yang dikarunia Allah SWT berupa kecukupan harta, dan dengan hartanya itu dia bisa memberikan sesuatu kepada yang memerlukan, seperti misalnya memberikan bantuan berupa uang atau barang kepada para fakir miskin, orang yang ditimpa musibah dan sebagainya. Tentunya dalam rangka meraih Ridha Allah semata-mata.
Akan tetapi, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa apabila tidak memiliki kelebihan materi merasa tidak punya kuwajiban untuk sedekah. Rasanya tidak ada yang bisa disedekahkan buat orang lain. “Kita sendiri kekurangan, mana mungkin menolong orang lain?” Kata mereka. Sebenarnya tidaklah demikian, Rasulullah Saw, mengajarkan kepada kita dimana pun kita berada dan dalam situasi apapun juga, selalu ada yang dikerjakan buat orang lain yang membutuhkan, minimal bantuan tenaga kita, inilah sedekah dalam bentuk non materi. Bahkan anggota tubuh kita sendiri hakikatnya, membutuhkan sedekah kita dengan cara bersedekah/ berbuat yang makruf kepada orang lain. Karena kita dikarunia Allah Swt berbagai kenikmatan, termasuk kesehatan badan kita, yang sudah semestinya disyukuri.

Wa Allahu a’lam bi ash-shawab.(A.Kuspriyanto, mey,2010 /http.cahayamu-abadi)

Senin, 24 Mei 2010

Jangan Takut Jatuh Cinta

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Kedua)

CINTA, memang menyimpan berjuta rasa. Rasa yang tumbuh dari relung hati yang terkena pesona cinta. Mulai dari rasa yang enak-enak seperti rasa strawberi, melon, durian, anggur, sampai rasa yang pahit-pahit seperti; rasa daun papaya, pare atau lebih pahit lagi rasanya ‘brotowali’. Huuh…. pahit sekali!
Betapa sering kali kita saksikan haru-biru seseorang yang berupaya untuk mengisi kekosongan hatinya dengan cinta yang didamba. Panjangnya jalan rasanya telah dilalui, panjangnya malam rasanya telah dilewati, tapi kemanakah mencari permata hati, sampai ke ujung dunia pun akan dicari. Begitulah episode perjalanan cinta.

Kahlil Gibran dalam salah satu buah karyanya :

Dia memepesona hati kita dan mencumbu jiwa kita
Dia membius nurani-nurani kita dengan janji-janjinya
Dan jika dia memenuhi janji-janjinya
Dia membangunkan kebosanan di dalam diri kita, dan jika dia menunda memenuhi janjinya, dia menghabiskan kesabaran dalam diri kita.


Kehidupan adalah seorang wanita yang memurnikan dirinya dalam air mata para pecintanya dan mengurapi tubuhnya dengan darah kurban-kurbannya.
Dia menutupi dirinya dalam kecemerlangan siang dan pakaiannya dilapisi kegelapan malam.
Dia jatuh cinta dengan hati laki-laki pada saat-saat jayanya yang pertama dan melupakan dirinya dalam perkawinan.

Jangan Takut Jatuh Cinta
Hendaknya kita menjalani hidup ini dengan semangat, untuk dapat menerima dan mencoba memahami cinta seperti fitrahnya cinta. Bagaimana mungkin kita dapat menemukan cinta, apabila kita tidak berani untuk jatuh cinta.
Kabir Helminski dalam sebuah bukunya yang berjudul The Knowing Heart : A Sufi Path of Transformation , beliau mengatakan “Kita hidup di samudera cinta, tetapi karena ia begitu dekat dengan kita, terkadang kita perlu dikejutkan atau disakiti, atau mengalami sedikit kegagalan, supaya menjadi sadar akan kedekatan dan makna cinta. Seekor ikan kecil diberitahu bahwa tanpa air ia akan mati, dan ia menjadi sangat ketakutan. Ia berenang ke ibunya dan dengan gemetaran, memberi tahu ibunya tentang pentingnya air. Si ibu berkata:”Sayang, air adalah tempat dimana kita sedang berenang”.

Perjalanan untuk menemukan cinta, akan selalu ada mengiringi kehidupan manusia dimana pun mereka berada, walau di ujung dunia sekalipun , mereka akan mencarinya.
Akankah langkah itu akan terhenti dengan ujurnya usia, atau akan pupus karena perjalanan waktu? Persoalan yang mendasar tentunya perlu ditanyakan kemanakah cinta kita berlabuh, sebagaimana diingatkan Firman Allah SWT (QS. Ali Imran 14), yang artinya dalam Sahih International :
“Beautified for people is the love of that which they desire - of women and sons, heaped-up sums of gold and silver, fine branded horses, and cattle and tilled land. That is the enjoyment of worldly life, but Allah has with Him the best return”
Tafsir al-Jalalayn
Beautified for mankind is love of lusts, that which the self lusts after and calls for, beautified by Satan, or by God as a test — of women, children, stored-up heaps of gold and silver, horses of mark, fine [horses], cattle, namely, camels, cows and sheep, and tillage, the cultivation of land. That, which is mentioned, is the comfort of the life of this world, enjoyed while it lasts, but then perishes; but God — with Him is the more excellent abode, place of return, which is Paradise, and for this reason one should desire none other than this [abode].
Indonesian
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Wallahu a'lam bi ash shawab


(A.Kuspriyanto, Mey, 2010, Everlasting your light : dari berbagai sumber)

Minggu, 23 Mei 2010

Enam Perkara Dirahasiakan Allah

Anjuran Beramal Dengan Ikhlas
(Bagian Kedua)

Agama menganjurkan kepada kita agar beramal dengan ikhlas, baik itu menyangkut perkataan maupun perbuatan lahir maupun batin. Oleh karena itu, dalam konteks demikian hal yang semestinya kita perhatikan antara lain adalah bagaimana memposisikan niat kita. Karena sungguh pentingnya peranan niat (ikhlas) dalam segala amal perbuatan ibadat yang berupa syiar/ bukti taat kepada Allah. Bahkan untuk membedakan antara ibadat dengan adat/ kebiasaan, hanya niat. Sesuatu perbuatan adat, akan tetapi kita dasari dengan mengikuti tuntunan Rasulullah Saw, maka berubah menjadi ibadat yang berpahala.
Para Ulama membagi niat menjadi lima (5) macam :
Pertama, hakikat niat yakni dengan sengaja mengerjakan sesuatu berbareng dengan perbuatan;
Kedua, hukum niat yaitu wajib atau sunnat
Ketiga, tempat niat, ada di dalam hati
Keempat, masa niat yaitu pada permulaan melakukan perbuatan
Kelima, syarat niat yakni untuk tujuan amal kebaikan
Ada sebuah pantun yang mengatakan:
Rumah dindingnya tebal
Berada di tapal batas
Bila Anda beramal
Hendaklah dengan ikhlas

Rumah atapnya tinggi
Berada di jalan mulus
Bila Anda berbakti
Hendaklal dengan tulus

Firman Allah :”Katakanlah Jika kamu sembunyikan atau kamu terangkan apa yang ada dalam dadamu itu, tetap diketahui oleh Allah”. (QS. Ali Imran: 29)

Berikut ada mutiara hikmah dari Umar r.a, untuk mendorong kita agar dalam beramal senantiasa ikhlas; kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja.
Kata Beliau: “Allah Menyembunyikan Enam Perkara Dalam Enam Perkara” Namanya Umar ibnu Khaththab ibnu Nufail Abdul Uzza Ibnu Rayyah Ibnu Abdullah Ibnu Qarth ibnu Addiy ibnu Ka’b ibnu Lu-ay ibnu Ghalib ibnu Fihr. Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Pada kakek Nabi Saw yang ketujuh. Nabi Saw juga menjulukinya dengan panggilan Abu Hafsh (artinya singa) karena kekerasannya. Juga dikenal dengan panggilan Al-Faruq yang artinya orang ahli dalam membedakan perkara yang hak dan yang batil.
Imam An Nawawi Ibnu Umar Al Jawi dalam Kitabnya Nashaihul Ibad mengutip atsar beliau yang berbunyi:

“Inallaaha katama sittatan fii sittah : Kataamarridhoo fii thoo’ah, wa katamal ghodhoba fii ma’shiyah, wa kaatamal lailatal qodri fii syahri romadhoona; wa kaatamaa auliyaa-ahuu fiima bainannasi; wa kaatamashsholaatal wusthoo fii shoolawati.”

“Allah menyembunyikan enam perkara pada enam perkara lainnya:
Pertama, Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam ketaatan kepada-Nya;
Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiyatan seseorang hamba-Nya;
Ketiga, Allah menyembunyikan lailatul qadar dalam bulan Ramadhan
Keempat, Allah menyembunyikan para walinya di antara manusia;
Kelima, Allah menyembunyikan kematian dalam umur;
Keenam, menyembunyikan Ash Shalatul Wustha dalam shalat lima waktu.”


1. Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam ketaatan kepada-Nya.
Ridha artinya menerima, berkenan atau rela. Ridha Allah artinya Allah berkenan, tentunya apabila kita mentaati perintah-nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Oleh karena itu, kita agar bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah walau sekecil apapun, karena boleh jadi disitulah ridho Allah akan kita peroleh.
2. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiyatan seseorang hamba-Nya.
Mengandung maksud agar kita sebagai hamba Allah senantiasa menjauhi kemaksiyatan sekecil apapun yang menyebabkan murka Allah Swt.
3. Allah menyembunyikan lailatul qadar dalam bulan Ramadhan
Lailatul qadar dalam bulan Ramadhan, adalah malam yang penuh kemuliaan, ibadah pada malam itu lebih baik dari 1000 bulan. Secara tepat pada malam keberapakah turunnya lailatul qadr adalah rahasia Allah. Oleh karena itu hendaknya dalam beribadah di bulan Ramadhan kita tidak hanya terpancang pada hitungan malam lailatur qadar saja.
4. Allah menyembunyikan para walinya di antara manusia
Kata wali, berarti yang dikasihi Allah, dari komunitas manapun, baik faqir, kaya, faqih, alim, teknokrat, pedagang, dsb. Mereka adalah orang yang tak pernah berduka cita dan takut dalam menghadapi hidup dan berjuang menegakkan agama Allah. Mereka selalu berbuat dan bertindak sesuai dengan syariat yang telah digariskan Allah.
Allah SWT berfirman: “Ingatlah sesungguhnya Wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.” (QS.Yunus :62-63).
Memang yang berhak menetapkan seseorang sebagai waliyullah adalah merupakan hak dan sekaligus rahasia Allah. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita senantiasa menghargai kepada hamba Allah siapapun, apalagi kepada orang yang dikasihi Allah yang kita tidak ketahui, karena Allah menyembunyikannya diantara sekian banyak manusia.
5. Allah menyembunyikan kematian dalam umur
Umur manusia adalah sebuah misteri kehidupan, padahal kematian pasti akan dialami oleh setiap yang bernyawa, termasuk yang bernama manusia. Oleh karena itu, hendaklah kita tidak terlena dalam kesibukan dunia ini sehingga melupakan maut.
6. Allah menyembunyikan Ash Shalatul Wustha dalam shalat lima waktu.
Shalat wustha adalah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Sementara ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud shalat wustha itu shalat ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, mengandung maksud agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya, karena Allah merahasiakannya salah satu diantara shalat lima waktu.
Allah berfirman :”Peliharalah semua shalatmu, dan (peliharalah) shalat wustha . Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusu’ (Al-Baqarah: 238).

Wa Allahu a’lam bi ash-shawab.(A.Kuspriyanto/Mey,210, Sumber : Riadhus Shalihin, dll)

Kamis, 20 Mei 2010

MUNAJAT CINTA

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Pertama)

CINTA, sebuah kata yang terdiri dari lima huruf yang bisa jadi paling banyak dibicarakan orang. Cinta tentunya sangat relatif. Bisa mengandung makna positip dan negatif. Dari segi positif, dengan cinta akan membuat hidup ini menjadi indah. Kalau melihat si Dia, “aduuh..endahnya”, senyumnya menawan, penampilannya sungguh mempesona, suaranya merdunya. Pendek kata “semua tampak sempurna”, padahal sebenarnya kalau orang lain yang menilai tidaklah demikian. Dia bilang: “Alangkah merdunya suaramu, Dinda.”. Padahal, sebenarnya”cemprengnya bukan main.” Oleh karena itu, ada pepatah mengatakan “love is blind”.
Disamping cinta mendatangkan keindahan, cinta juga melahirkan semangat untuk berkorban. Jangankan hanya sekedar menunggu, katanya dalam sebuah syair lagu:
Sekian lama aku menunggu, untuk kedatanganmu
Bukankah engkau telah berjanji kita jumpa disini
Datanglah, kedatanganmu kutunggu
Tlah lama, telah lama kumenunggu

Kendatipun lama menunggu, karena cinta “nggak terasa”. Walaupun harus mengarungi samudera Hindia, katanya: “aku akan ikut kamu.” Mungkin benar sebuah pepatah “Love will creep where it can’t walk’ - cinta itu akan merangkak dimana dia tidak bisa berjalan”. Artinya dengan cinta akan menumbuhkan keberanian untuk menanggung resiko apapun, apalagi bila cinta telah begitu mendalam maka apapun yang bakal terjadi akan ditempuh juga.
Ungkapan pengorbanan cinta ini pernah diungkapkan dalam salah satu bait syairnya Rabi’ah Al ‘Adawwiyah, beliau hidup pada masa khalifah Harun al Rasyid
Alangkah manisnya engkau
Sedangkan hidup ini pahit
Alangkah senangnya kalau engkau ridho
Meski semua manusia membenci

Dalam salah satu bait puisi yang diungkapkan oleh seorang gadis jelita di zamannya, yang kecantikannya terkenal di seantero negerinya, namanya Bint Barriyah, juga pernah mengungkapkan ketulusan rasa cintanya, perjuangan cintanya kepada Sayid Badawi :
Wahai yang membaca goresan tinta jemariku
Sibaklah cakrawala kecendiakaanmu untuk ikut merasai
Rintihan kesungguhan kata hatiku terhadapmu
Adalah cinta tanpa batas…
Aku menulis tentang cinta di hati kerinduanku
Yang tersembunyi begitu dalam, di relung kalbuku
Meski panglima perang berkuda mampu kutaklukkan
Aku tak mampu sembunyikan kata hatiku terhadapmu
Memang Cinta tak selalu bermakna positif, cinta juga bisa pula bermakna negatif. Seorang panglima perang pemberani bisa jadi kalah perang karena cinta; dua orang yang bertengkar bahkan saling bunuh-membunuh karena persoalan cinta , dan masih banyak lagi contoh lainnya. Itulah cinta, lima huruf yang bisa membuat persoalan tidak akan pernah selesai.
Fenomena Cinta
Hidup ini rasanya sepi tanpa cinta. Maka, perbendaharaan tersembunyi akan selamanya tersembunyi. Tanpa cinta, tidak ada sebuah generasi. Begitulah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa cinta terjadi sesuai fitrah dan instink sebagai karunia Allah SWT.
Allah SWT berfirman, artinya: ”Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum:21)
Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan:”Diantara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri, sehingga kamu cenderung dan tenteram kepadanya. Andaikata Dia menjadikan manusia itu semua laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain (seperti misalnya dari bangsa jin atau hewan), maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati diantara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut dari lain jenis. Kemudian, diantara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam, Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan diantara sesama mereka rasa kasih (mawaddah), yakni cinta dan rasa sayang, rasa kasihan.”
Ungkapan bagaimana menyatunya cinta, Kahlil Gibran dalam sebuah syair menyatakan:
Apa yang telah kucintai laksana seorang anak yang tak henti-hentinya aku mencintai …
Dan, apa yang kucintai kini… akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai… dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Demikian pula secara lebih gamblang, seorang Moralis Prancis, namanya Francois Dela. R (1613-1680), beliau mengatakan :”If one judges love by most of its results, it is closer to hatred that friendship’ Jikalau orang menilai cinta karena hasilnya, itu berarti lebih dekat dengan kebencian dari pada persahabatan”
Kemana Menemukan Cinta
Suatu ketika Plato menanyakan kepada gurunya tentang kemana menemukan cinta, gurunya memberikan nasihat:”Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu telah menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta.” Tapi apa yang terjadi, tidak seberapa lama Plato pun kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Kemudian sang Guru bertanya:”Lho, mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab,”Guru, sebenarnya aku telah menemukan ranting yang paling menakjubkan, akan tetapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Dan saat ku berjalan lebih jauh lagi, barulah kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tidak sebagus ranting yang tadi, jadi… akhirnya tak kuambil sebatangpun, “nyesel deh!”
(A.Kuspriyanto/ Mey, 2010, dari berbagai sumber)

Bersambung …

Selasa, 18 Mei 2010

Mutiara Hikmah:Dibalik Kisah Pengemis Buta

ANJURAN BERAMAL DENGAN IKHLAS
(Bagian Pertama)

“…Wahai sekalian manusia! Beramallah dengan ikhlas karena Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal seseorang kecuali amal yang berdasarkan ikhlas karena-Nya. Janganlah kalian mengucapkan:”Ini demi Allah dan demi kekerabatan”. Perbuatan yang demikian hanya karena kekeluargaan saja dan tidak sedikitpun karena Allah. Dan jangan pula kalian mengucapkan:”Ini demi Allah dan demi pemimpin kalian”. Amalan seperti itu hanya untuk kehormatan pemimpin kalian saja, dan tidak karena Allah.
(HQR al Bazzar yang bersumber dari ad-Dlahhak)

Di sudut Pasar Madinah al Munawwarah ada seorang pengemis tua dan buta. Anehnya Pengemis tadi, setiap kali ada orang yang mendekati, ia selalu mengomel. “Wahai Saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong dan dia itu tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya.”. Begitulah si Pengemis Tua tak henti-hentinya berkata. Mungkin rasa kebencian yang mendalam bersemayam di hatinya terhadap orang yang bernama Muhammad.
Lantas, apa yang dikerjakan Muhammad Rasulullah SAW terhadap pengemis tadi. Rasulullah setiap pagi mendatanginya dengan membawakan makanan untuknya. Tidak hanya sekedar dibawakan, akan tetapi dikunyahkan dan disuapinya, karena pengemis tadi sudah tua. Rosulullah mengerjakan hal tersebut setiap hari dengan ikhlas, tanpa berkata sepatah kata pun, Beliau diam saja, meskipun pengemis tadi menjelek-jelekkan dirinya. Hal demikian dikerjakannya hingga Beliau meninggal dunia.
Kemudian setelah beliau wafat, untuk sementara waktu tidak ada lagi yang mengunyahkan makanan dan membawakan makanan untuknya. Sampai akhirnya pada suatu waktu, Abu Bakar berkunjung ke rumah putrinya siti ‘Aisyah.
Beliau bertanya :”A’isyah anakku, adakah kiranya Sunnah yang belum saya tunaikan?” Siti A’isyah menjawab:”Ayahanda, yang saya ketahui Ayah adalah ahli sunnah, sehingga tidak ada sunnah yang dilewatkan kecuali satu…” Kata A’isyah selanjutnya:”Di ujung pasar Madinah sana, terdapat seorang pengemis buta, Rosulullah biasanya setiap pagi membawakan makanan untuknya,”
Keesokan harinya berangkatlah Abu Bakar ke pasar Madinah. Beliau membawakan makanan untuk diberikan kepada si Pengemis yang berada di sudut Pasar Madinah. Ketika beliau memberikan makanan dan menyuapinya, si pengemis merasakan ada suatu yang berbeda dari yang biasa menyuapinya.
“Siapakah, Saudara ini?” Tanyanya agak ketus. Abu bakar menjawab: “Aku orang yang biasa memberikan makanan dan menyuapimu.” “Ah, tidak mungkin. Saudara bukan orang yang biasa mendatangiku. Karena yang biasa memberikan makanan padaku. Dia sangat lembut. Apabila dia datang kepadaku, maka tak perlu tangan ini memegang, juga tak perlu mulut ini mengunyah. Karena dia telah menghaluskan dengan mulutnya dan baru menyuapiku dengan tangannya sendiri.”
Mendengar pengakuan si Pengemis Buta, Abu Bakar tidak kuat menahan air matanya. Keikhlasan Rosulullah adalah panutan umat, yang telah ditunjukkan kepadanya tidak hanya retorika, tetapi dengan sebuah tindakan, hingga akhir hayatnya.
Abu bakar menangis sambil berkata:”Aku memang bukanlah orang yang biasa datang padamu. Aku sahabatnya, karena orang yang sering menyuapimu kini telah tiada.” Kata Abu Bakar.
“Siapakah, orang itu Saudara?” Tanya Pengemis. “Orang yang biasa menyuapimu itu bernama Muhammad Rosulullah SAW” Jawab Abu Bakar.
Begitu mendengar nama Muhammad, sungguh terkejut Pengemis itu. Seperti halilintar menyambar di siang Bolong. Dia tidak mengira bahwa Muhammad yang selama ini, ia caci-maki, ia jelek-jelekkan di hadapan semua orang di Pasar Madinah itu dan dia tidak pernah marah sedikitpun. Ternyata Dialah yang selama ini memberinya makan, bahkan mengunyah dan menyuapinya dengan tangannya sendiri. Dia tak pernah mengharapkan balas budi. “Kalau demikian, oh alangkah celakalah diriku selama ini…”, Rasa penyesalan dan haru-biru yang mendalam dirasakan Pengemis Buta itu. Akhirnya ia menyadari kesalahannya. Di hadapan Abu Bakar si Pengemis Buta yang tua itu langsung mengucapkan syahadat , masuk agama Islam karena kemuliaan akhlak Rosulullah SAW.
Hikmah Dibalik Kisah
Demikianlah sebuah kisah, keteladanan yang ditunjukkan Rasullullah SAW bagaimana beliau beramal dengan ikhlas, dilakukannya karena semata-mata karena Allah SWT. Tak terbesit sedikitpun keinginan sebuah sanjungan dan balas budi , bahkan sebaliknya ejekan yang tidak sepantasnya beliau terima dengan kesabaran , hingga beliau wafat.
Ayat-ayat Qur’an yang menyebut tentang ikhlas banyak kita jumpai, antara lain dalam surat al-Bayyinah: 5 . Allah SWT berfirman:”Dan tiada mereka diperintahkan melainkan supaya mengabdi kepada Allah, dengan tulus ikhlas, beragama dengan lurus.”
Pengertian ikhlas, menurut para ulama hikmah diartikan tidak ingin (seseorang) amalnya yang baik dilihat orang, apalagi diperlihatkan, tidak jauhnya seperti dia melakukan kejahatan yang tidak ingin diketahui oleh masyarakat umum. Sementara ada sebagian ulama meletakkan dasar ikhlas ialah tidak menghendaki pujian orang.
Oleh karena itu, dalam beramal hendaknya dilaksanakan semata-mata karena Allah SWT, yakni semata-mata mengharap keridhaan-Nya.
Setengah Ulama Hikmah menegaskan bahwa agar amal yang kita kerjakan itu terpelihara diperlukan empat perkara :
  1. Pengertian (ilmu) yang dapat membetulkan amal, karena tanpa ilmu amal dapat rusak
  2. Pengaturan Niat (Bahwasanya setiap amal ibadah harus disertai niat, dan setiap orang yang beramal tergantung akan niat-tujuannya).
  3. Diperlukan Kesabaran dalam melakukannya, karena dengan kesabaran ibadahnya akan baik lagi sempurna;
  4. Diperlukan keikhlasan, sebagai syarat mutlak diterimanya amal/ ibadah

Faktanya, untuk mencapai amal yang ikhlas tersebut ternyata tidaklah semudah yang dikatakan. Berbagai keinginan lain, sering kali mengiringi apa yang kita kerjakan misalnya; sebuah pujian, kemasyhuran, atau tujuan lain ,selain berharap keridhaan Allah. Sehingga S. Ali Bin Abi Thalib memberikan sebuah indikator sebuah amal yang tidak ikhlas (riya’) :
Pertama, pemalas ketika tidak disaksikan oleh manusia;
Kedua, Ketika dihadapan manusia, sangat tangkas;
Ketiga, Amal-ibadahnya meningkat ketika mendapatkan pujian;
Keempat, amal-ibadahnya menurun ketika perilakunya dicela.
Diperbolehkan Memperlihatkan Amal Baik Kepada Orang Lain
Ada yang beranggapan untuk beramal secara ikhlas, tidak perlu memperlihatkan amal baik kepada orang lain. Padahal sebenarnya tidak harus demikian. Beramal dengan ikhlas, bukan berarti tidak boleh diperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain. Ada suatu riwayat tentang perilaku Sahabat Anshar yang dating dengan memabawa sekampil uang, untuk disedekahkan, lalu banyak orang yang menirunya dengan memberikan sedekahnya masing-masing. Melihat peristiwa tadi, Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang memulai mengadakan suatu amalan kebaikan, kemudian ia melakukannya, maka baginya adalah pahala dari amalannya tadi serta pahala dari seluruh orang yang mengikutinya.” (HR. Muslim)
Berkaitan dengan memperlihatkan amal baik kepada orang lain, Imam Al Ghazali, dalam Ihya’ Ulumudin, beliau memberikan rambu-rambu sebagai berikut:

  • Hendaknya diperlihatkan sekiranya dapat dipastikan bahwa nantinya tentu akan ada yang mengikuti jejaknya( utamanya para Tokoh Masyarakat , Ulama dsb);
  • Hendaknya senantiasa meneliti hatinya sendiri, agar jangan sampai terbawa kepada keinginan untuk riya’
    Bersambung…. (A.Kuspriyanto, Mey, 2010/ dari berbagai sumber)

Kamis, 13 Mei 2010

Mutiara Hikmah: Dibalik Kisah Barshisho dan Putri Raja

Janganlah Tergoda Rayuan Syaitan

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan Rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. An Nuur : 21)

Tersebutlah sebuah kisah, pada zaman bani Israil ada seorang Ahli ibadah, yang bernama Barshisho. Dia adalah orang yang mustajab do’anya, sehingga namanya masyhur di kalangan masyarakat pada waktu itu. Banyak orang yang minta tolong kepadanya, dan setiap orang sakit, yang dibawa kepadanya, ternyata diberikan sembuh dari penyakitnya. Pengobatannya cukup 'murah-meriah', tidak perlu biaya mahal”, cukuplah dido’akan saja , “sembuh”.
Nampaknya sepak-terjang Barshisho telah mengusik kerajaan Iblis, karena pengabdian sosialnya yang ikhlas tersebut akan membahayakan tatanan di negeri “iblis”. Lalu iblis pun segera memerintahkan pasukannya, para setan-setan untuk menaklukkan Barshisho. Disebarkan pengumuman se-antero negeri : “Pengumuman. Barangsiapa yang sanggup menaklukkan “ini orang” akan diberikan hadiah menarik". Maka dari sekian pendaftar, ifrit (syaitan) yang mendaftarkan pertama kali.
Maka setelah menyiapkan perbekalan secukupnya, berangkatlah Ifrit melaksanakan tugas “strateginya” untuk menyiapkan perangkap dengan jalan membuat stress berat putri raja yang sangat cantik. Sang Raja melihat putrinya yang ia sayangi sakit “ingatannya” , bingunglah dia, dan ikhtiar pun dilakukan dengan berbagai cara. Mulai pengobatan modern, alternatif bahkan sampai pengobatan yang “tradisional banget”. Akan tetapi, ternyata usaha yang dilakukan tidak membawa kesembuhan. Pada saat demikian, datanglah syaitan yang menjelma sebagai manusia memberikan petunjuk “Jika putrimu ingin segera sembuh, coba bawalah ke “Mbah Barshisho”, pasti cepat sembuh.
Syaitan Tidak Akan Berhenti Menggoda
Singkat cerita dibawalah putri raja ke rumahnya, dan setelah dido’akan oleh mbah Barshisho, sungguh mustajab langsung sembuh. Tetapi aneh, setelah dibawa pulang ke rumah ternyata penyakitnya kambuh lagi. Ini dari bagian strategi Syaitan, maka disarankan putrinya agar mondok saja di rumah Mbah Barshisho untuk menjalani pengobatan hingga benar-benar sembuh.
Hari demi hari pun berlalu, Mbah Barshisho menjalani kesehariannya, puasa setiap hari, dan sholat di malam harinya, seolah-olah keberadaan putri raja suatu hal yang biasa, tidak menarik perhatiannya.
Waktupun berjalan, Syaitan memang benar-benar cerdas, setiap kali akan menjalani pengobatan atau makan, putri itu dipermainkan dan dibuka auratnya di hadapan Barshisho, dan setiap kali itu pula Barshisho memalingkan pandangannya. Begitulah tidak henti hentinya syaitan membangkitkan nafsu birahinya. Sampai suatu saat Barshisho dapat melihat wajah ayu dari kecantikan wajah putri tersebut.
Dalam hatinya berkata:”prikitieuu…, ini wajah cantik buanget, tak kuduga – tak kusangka ada wanita secantik bidadari ‘mangejo wantah”. Hingga akhirnya runtuhlah pertahanan iman Barshisho, tidak mampu lagi membendung nafsu-nya, hingga akhirnya Sang putri hamil".
Ketika Sang Putri Hamil
Setelah mengetahui kalau Sang Putri hamil Barshisho pun menjadi bingung. “Aduh celaka ini gimana, nikmat membawa sengsara, bukankah aku Tokoh Agama yang telah melanglang buwana dengan kearifan? Lalu , kutaruh dimana mukaku ini kalau orang sampai pada tahu? Belum lagi kalau bapaknya tahu, aku bisa dituntut karena pelecehan seksual!” Begitu bertubi-tubi kata kerisauan hatinya.
Dasar Syaitan memang cerdik, ia pun memberikan saran komprehensif ” Sho…, jelas, kamu akan ketahuan dan tidak akan selamat dari hukuman ayahnya. Kecuali kalau kau membunuhnya, lalu tanamlah di halaman biaramu ini. Selanjutnya kau punya alibi, bilang sama bapaknya bahwa putrinya sudah mati dan sudah dikubur. Pasti mereka akan percaya padamu.”
Maka eksekusi pun dilaksanakan , si putri raja telah dikubur sesuai arahan syaitan. Benar, tidak lama kemudian datanglah utusan kerajaan menanyakan putri rajanya, dan ia menjawab bahwa ia telah mati dan dikubur di halaman biara. Mereka percaya dan pulang ke istana.
Singkat cerita, utusan raja menghadap dan melaporkan tugasnya. Akan tetapi Sang Raja, nampaknya tidak begitu yakin akan kematian putrinya. Setan memang cerdas, dia juga memberikan informasi kepada Sang Raja: ”Sebetulnya putri tuan Raja itu diperkosa oleh Barshisho hingga hamil, dan karena takut dihukum, maka putri tuan dibunuh dan dikubur. Kalau tuan Raja tidak percaya, silahkan dibuktikan.” Maka berangkatlah Sang Raja diikuti beberapa pengawalnya ke rumah Barshisho, mereka langsung menggali kuburan putrinya. Ternyata benar, putrinya mati dibunuh.
Melihat kenyataan yang ada, sang Raja marah bukan kepalang:” Tangkap dan hukum gantung Barshisho!”
Akhir Kehidupan Barshisho
Episode terakhir kehidupan Barshisho ada di tiang gantungan. Detik-detik terakhir yang menentukan. Syaitan memang cerdas dan licik. Ia menawarkan bantuan. Katanya: “Sho.., jujur akulah sutradara petualangan ini, dan sekarang tiada seorangpun yang dapat menolongmu kecuali aku, tapi dengan syarat kamu mau bersujud kepadaku 1 kali.” Jawab Barshisho”Mana mungkin aku sujud, dalam keadaan demikian?” Kata Syaitan: “Nyantai saja Sho.., cukup dengan menganggukkan kepala sebagai isyarat.”. Maka Barshisho segera mengangguk.
Dasar Syaitan, setelah Barshisho melaksanakan perintahnya, ia pun pergi: “Maaf, selamat tinggal ya. Aku tidak mau tahu urusanmu, aku cuci tangan dari perbuatanmu itu. Matilah kamu Sho.. di Tiang gantungan.”
Allah SWt berfirman : “Tipu daya syaitan menyuruh manusia agar kafir, dan sesudah manusia itu kafir, maka dengan liciknya ia berkata:”Aku cuci tangan dari (perbuatanmu itu), aku sangat takut kepada Allah penguasa alam.”Lalu akibatnya kedua masuk neraka, kekal di dalamnya, itulah balasan orang yang ndalim” (QS. Hasyr 16-17)
Hikmah Dibalik Peristiwa
Demikian tadi sebuah kisah perjuangan hidup seseorang (yang kebetulan sebagai Tokoh agama). Ternyata godaan syaitan telah mengubur ‘ketokohannya’, mencoreng ajaran agamanya bahkan meluluh-lantakkan semua amal baiknya. (na’udzubillahi min dzaalik).
Abul Laits mengatakan bahwa manusia itu mempunyai empat (4) musuh yang sangat memerlukan kesungguhan untuk menghadapinya :
Pertama, dunia (kehidupan dunia).
Kedua, Nafsu. Nafsu adalah sejahat-jahat musuh. Sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abas r.a :”Musuhmu yang paling sangat (berbahaya) ialah nafsumu yang dia itu diantara dua lambungmu (rusukmu).”
Ketiga, Setan dari Jin (maka agar kita selalu memohon perlindungan kepada Allah ta’aala dari tipu dayanya).
Keempat, syaitan dari manusia.
Maka kita agar berhati-hati dari padanya, karena dia lebih dasyat dari pada syaitan dari jin. Sebab syaitan dari jin itu menyesatkan hanya dengan bisik-bisik. Adapun syaitan dari manusia, menyesatkannya dengan nyata bisa dilihat, berhadapan bahkan dengan memberikan pertolongan juga.
(A.Kuspriyanto /Mey,2010, Sumber: Tanbiihul Ghaafiiliina, Durratun Naashihiin, dll)

Selasa, 11 Mei 2010

Mutiara Hikmah (6) : Dari Hasan Basri

Carilah Amal Dalam Tiga Perkara

Hasan Basri, lengkapnya Abi Sa’id Al Hasan bin Yassar Al Basri. Beliau adalah seorang guru dan penasehat serta pembangit jiwa shufi yang ulung. Merupakan ulama’ dari kalangan tabi’in yang termasyhur akan kezuhudannya. Beliau dilahirkan pada tahun 21 H dan wafat pada tahun 110 H.
Diantara kata-kata hikmah beliau yang terkenal antara lain :
Carilah manisnya amal dalam tiga (3) perkara. Kalau kamu telah mendapatkannya, maka bergembiralah dan teruslah mencapai tujuan. Dan jika kamu telah mendapatkannya, maka ketahuilah pintu masih tertutup rapat.

Tiga perkara itu adalah : Pertama, ketika kamu membaca Al Qur’an; Kedua,ketika kamu berdzikir dan ;Ketiga, ketika kamu bersujud.
Hal lain yang dianjurkan beliau : Siksa bagi orang alim ialah matinya hati. Ketika beliau ditanya : “Bagaimana matinya hati itu?” Beliau menjawab,”Mencari dunia dengan amal akhirat.”
Patutlah orang insaf bahwa mati sedang mengancamnya, dan kiamat menagih janjinya dan dia mesti berdiri di hadapan Allah dan akan dihisapnya.
Akhir dunia dan awal akhirat ialah didalam kubur.Engkau aka mati, dan semua akan engkau tinggalkan. Hartamu nanti akan dibagi-bagi kepada ahli warismu yang akan saling cakar-cakaran, termasik kepada istrimu yang masih muda belia, ia akan kawin lagi. Jadi kekayaan itu akan menjadi milik suaminya yang baru.

Senin, 10 Mei 2010

Pembantunya Umar Bin Abdul Aziz

Maafkanlah Mereka

Ada suatu kisah: pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz berkata kepada budaknya,”Kipasilah aku hinga tidur.” Maka pembantunya mengipasinya hingga beliau tertidur. Akan tetapi pelayan itu tiba-tiba juga ikut tertidur. Dan ketika Umar bangun tidur, melihat pelayannya sedang tertidur pula. Segeralah ia mengambil kipas untuk mengipasi pelayannya. Dan ketika sang Pelayan terbangun (mungkin dia merasakan hembusan angin sepoi-sepoi, sungguh “ueenak tenan alias silir buanget” , betapa terkejutnya karena ternyata ia melhat sang Majikan mengipasinya. Lalu ia pun menjerit “Aduuh…Iam sorry Bos, mata ini ngantuk berat!”. Maka Umar (sang Majikan) berkata : “Anda manusia seperti aku, maka saya ingin mengipasimu sebagaimana anda mengipasi aku.
Begitulah akhlak seorang Majikan yang budiman, barangkali kita juga termasuk yang demikian. “Tapi saya capek dan kesel, sama pembantu yang nggak ngerti-ngerti, males, dan pokoknya sungguh teerlalu..” Protes Ibu-ibu di seberang jalan.
Kesalahan memang bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Termasuk kepada kita sekalipun yang selalu merasa tidak pernah salah. Sehingga ada yang meriwayatkan ketika ditanya: “Ya Rosulullah, berapa kali aku harus memaafkan terhadap pelayan?” Jawab Nabi:”Tiap hari tujuh puluh kali” . (HR Abu Dawud, Attirmidzy)

Minggu, 09 Mei 2010

Mutiara Hikmah (5)

Anjuran Untuk Menghormati Pembantu

Suatu riwayat yang pernah dialami sahabat nabi namanya abu dzar r.a, ketika itu berada di Rabdzah, suatu tempat kurang lebih tiga mil dari Medinah. Di tempat itu, beliau disertai budaknya kebetulan berjumpa dengan Al-Ma’rur. Beliau memakai baju burdah dan budaknya pun memakai pakaian yang sama, maka Al-Ma’rur berkata kepadanya, “Seandainya engkau memakai kedua baju burdah itu, niscaya hal itu merupakan suatu perhiasan bagimu.” Pada saat itulah Abu dzar r.a menceritakan apa yang pernah dilakukan terhadap seseorang , sehingga berakibat beliau dingatkan oleh Rosulullah Saw terhadapnya, ketika ia pernah mencaci (bertengkar) dengan seorang lelaki (yang menurut riwayat lelaki itu bilal r.a). Kemudian lelaki itu mengadukan perihal tersebut kepada Rosulullah Saw. Ketika Abu dzar r.a bertemu dengan Rosulullah Saw, beliau bersabda kepada Abu dzar r.a: “Hai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah seseorang yang di dalam dirimu masih terdapat kejahiliyahan. Mereka (buda-budak itu) adalah saudara-saudaramu juga, Allah telah menjadikan diri mereka berada di bawah kekuasaanmu, karena itu berilah mereka makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti pakaianmu, dan janganlah kamu membebani pekerjaan yang tidak mereka mampu, jika kamu terpaksa membebani mereka maka bantulah mereka”. (Riwayat tsalatsah)
Saudara...
Kini sering kita saksikan banyak perlakuan yang kurang manusiawi yang terjadi kepada para pembantu rumah tangga, bahkan tidak jarang kita saksikan peristiwa kekerasan yang mengarah pada penyiksaan fisik sehingga tidak sedikit yang menderita bahkan sampai meninggal dunia. Sungguh memprihatinkan fenomena demikian, begitu kurang beruntungkah saudara kita yang sering disebut “Pembantu”.
Sungguh berat apa yang dialami para pembantu, dengan imbalan upah yang relatif rendah, karena rata-rata dibawah UMR, kerja yang hampir sehari-semalam ‘non stop. Kenapa tidak, ketika para pekerja umumnya sudah menunaikan tugasnya, sudah bisa nyantai. Sementara para pembantu, hampir setiap saat di perlukan bantuannya oleh Sang Majikan harus stand by, lagi saatnya tidur pun oleh sang majikan dibangunkan. Itupun sering belum tentu memenuhi apa yang diharapkan sang Majikan. Agama mengajarkan kepada kita untuk menghormati mereka, karena mereka adalah saudara-saudara kita juga, mereka adalah makluk Allah SWT, bahkan Rosulullah pernah bersabda : “ Seorang hamba yang tulus ikhlas terhadap tuannya dan beribadah kepada Rabb-Nya dengan baik, maka baginya pahala dua kali lipat (yakni pahala ikhlas dalam berkhidmat kepada Tuannya dan pahala menunaikan hal-hal yang difardhukan oleh Allah) (Riwayat Tsalasah) .(sumber: Attajul Jaami' Lil Ushuul Fil Ahaaditsir Rasuul / Mahkota Pokok-2 Hadis Rasulullah Saw)

Jangan Sakiti Dia
Bagaimanapun situasinya keberadaan Pembantu sangat dibutuhkan dalam sebuah rumah tangga. Meskipun kadang-kadang tidak selalu dapat menyelesaikan persoalan sebagaimana yang diharapkan Majikan, bahkan kadang membuat "jengkel' sang Majikan. Apa yang pernah terjadi pada Abu Mas’ud Albadry r.a. Mungkin beliau sangat kesal terhadap kelakuan pelayannya. “Ni pembantu, dah kebangeten, masak majikannya bekerja dia malah enak-enakan tidur, ngorok lagi”. Ketika beliau mencambuk dengan pecut seorang pelayannya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang :”Ketahuilah hai Abu Mas’ud bahwa Allah lebih kuasa darimu untuk membalasmu dari pada budak itu.” Pada mulanya Abu Mas’ud tidak menghiraukan suara itu karena sangat marah. Namun ketika ia menoleh kea rah suara tersebut, mendadak Abu Mas’ud terkejut, karena yang bersuara itu ternyata Rosulullah Saw. Kemudian Abu Mas’ud berkata:”Ya Rosulullah, aku tidak akan memukul budak sekali lagi untuk selamanya.” Bahkan pada riwayat yang lain menyebutkan Abu Mas’ud berkata : “Aku merdekakan dia karena Allah”. Kemudian Rasulullah Saw berkata :”Andaikan tidak Anda merdekakan niscaya anda akan terbakar dalam api neraka.” (Sumber : Irsyadul Ibad)












Mutiara Hikmah (4)

12 tanda bagi orang yang ingin dikasihi Allah

Dalam salah satu kisah seorang wali Allah namanya Sayyid Ahmad Al-Badawi. Sayyid Ahmad adalah seorang kekasih Allah yang sejati. Beliau selalu berusaha menyembunyikan kelebihan yang ada pada dirinya. Karena ia sangat malu dan takut bila karomah yang diberikan Allah kepada dirinya diketahui orang. Bukankah segala sesuatu yang di bumi ini terjadi karena izin dan restu Allah? Dialah yang berkata dalam kitab-Nya, bahwa kalau Dia menghendaki sesuatu terjadi maka terjadilah ia.
Pada suatu hari beliau ditanya oleh seorang muridnya, yang menanyakan bagaimana seseorang bisa menjadi kekasih Allah (wali). Beliau menjawab bahwa dari sudut pandang syari’ah ada dua belas (12) tanda bagi orang yang ingin dikasihi Allah :

1. Hendaknya ia berusaha untuk tahu tentang Allah
2. Hendaknya ia memperhatikan perintah-perintah Allah
3. Hendaknya ia berpegang pada Sunnah-sunnah nabi-Nya
4. Hendaknya ia selalu dalam keadaan suci
5. Hendaknya ia rela tas ketentuan (takdir) Allah
6. Hendaknya ia yakin akan janji Allah
7. Hendaknya ia hidup prihatin
8. Hendaknya ia sabar dalam menghadapi cobaan
9. Hendaknya ia bergegas-gegas dalam menunaikan perintah Allah
10. Hendaknya ia penuh kasih sayang terhadap sesama
11. Hendaknya ia lemah lembut terhadap segenap makhluk Allah
12. Hendaknya ia menyadari bahwa setan adalah musuh utama manusia

Sedangkan untuk merealisasikan ke duabelas hal tersebut di atas, kata beliau seseorang hendaknya :
1. Melepas ketergantungannya terhadap dunia
2. Bergeming atas segala kebaikan yang diperbuatnya
3. Pemurah dalam pemberi
4. Konsisten dalam dzikir Allah
5. Tidak meninggalkan salat malam, sebab satu rakaaat di malam hari lebih baik disbanding 1000 rakaat di siang hari
6. Tidak berperilaku buruk dalam berinteraksi dengan yang lain.
7. Mentradisikan kesabaran diri atas segala cercaan dan fitnah orang lain
8. Selalu jujur dalam kata dan tindakan
9. Menjaga kesucian hati, menepati janji dan bertutur kata yang manis. (Sumber : Tajuddin Naufal /Taman Para Kekasih Allah)

Jumat, 07 Mei 2010

Mutiara Hikmah (1)

Cara Hidup Bertetangga
Sabda Rasulullah Saw :"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamat), hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir , hendaklah menghormati tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau hendaklah diam" (HR.Muslim)

Islam tidak hanya menekankan masalah ukhrowi, tetapi juga mengatur masalah duniawi, yang antara lain misalnya masalah kemasyarakatan. Bagaimana cara bertetangga yang baik atau cara bermu'amalah dsb.
Dalam salah satu hadis, Rosulullah Saw pernah bersabda:"Tidaklah beriman dengan baik orang yang bermalam dengan perut kenyang, padahal tetangganya berbaring dalam keadaan lapar, sedang ia mengetahui keadaan tetangganya".

Mutiara Hikmah (3)

Kunci Kebahagiaan

Ittaqillaha haitsumaa kunta , wa atbi’issayyiatal hasanata tamhuhaa wa kholiqinnasa bi khuluqin hasan

“Bertaqwalah kepada Allah dimana pun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapusnya, dan beraklaklah terhadap manusia dengan akhlak yang baik"
(Riwayat Thabrani melalui Abu dzar r.a / Mukhtaarul ahaadiists)
Bertaqwa kepada Allah SWT merupakan kunci kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat . Dalam pengertian umum bertaqwa kepada Allah artinya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Rasulullah Saw memerintahkan kepada umatnya agar bertakwa kepada Allah dimana pun dia berada. Rosulullah Saw juga menganjurkan agar setiap kali melakukan perbuatan buruk , hendaknya mengimbanginya dengan perbuatan yang baik, niscaya perbuatan baik itu menghapus perbuatan yang buruk sebagaimana ditegaskan dalam Al-qur’an Surat Hud :114 yang artinya :”Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk”.

Mutiara Hikmah (2)

Kehormatan dan Kemuliaan Seorang Mukmin

(Ataanii jibriilu: faqoola: Yaa Muhaammadu ‘isymaa syikta fainnaka mayyitun, wa ahbib maa syikta fainnaka mufaariquhu, wa’mal maa syikta fainnaka majziyyun bihi, wa’lam anna syarofalmukmini qiyamuhu billaili, wa izzahustighnaauhu ‘aninnas)

Malaikat Jibril telah datang kepadaku dan berkata:
“Hai Muhammad, hiduplah sesukamu karena sesungguhnya engkau pasti akan mati, dan sukailah apa yang engkau kehendaki karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya, dan beramallah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan mendapatkan balasannya.
Dan ketahuilah, bahwa kehormatan seorang mukmin terletak pada salatnya (yang dilakukan) di malam hari, dan kemuliaannya terletak kepada kemandiriannya dari pertolongan orang lain.”
Riwayat Imam Baihaqi melalui Jabir r.a. (Mukhtaarul ahaadiits)
Makna 'ndhohiriah' hadis ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, akan tetapi makna yang dimaksud bersifat umum, yaitu mencakup seluruh umatnya. Betapapun lamanya seseorang hidup di dunia, niscaya pada akhirnya ia akan mati juga, karena tidak ada seorang pun yang hidup abadi di dunia ini. Dan betapapun cintanya seseorang kepada sesuatu, niscaya ia akan berpisah dengannya karena ia pasti akan mati dan meninggalkannya.
Suatu misal, begitu besarnya cintanya seseorang kepada istrinya yang sangat disayanginya, pada akhirnya ia akan mati meniggalkan istrinya. Istrinya pun mengantar jenazah sang Suami sampai ke tempat peristirahatan yang terakhir. Dia pun menangis sambil berkata: “Abang yang tersayang, suka-duka ‘tlah kita lalui bersama, kini abang telah menghadap kepada-Nya. Semoga Allah SWT memaafkan segala dosa-dosa abang dan semoga abang “husnul khotimah’. Dan kini adik tinggal sendirian, maafkan bang, aku hanya bisa menghantar abang sampai disini, aku tidak bisa menemani seperti janjiku sehidup-semati,…” Begitulah bagaimana besarnya cintanya, toh pada akhirnya berpisah jua, ia yang meninggalkan yang dicintainya atau dia yang ditinggalkan olehnya.)
Setelah itu semua amal perbuatan yang telah dikerjakannya selama hidup di dunia pasti mendapat balasannya; apabila amal perbuatannya itu baik, maka balasannya baik; dan apabila perbuatannya buruk, maka balasannya buruk pula.Dalam hadis ini ada tiga hal yang dianjurkan Rosulullah Saw. Pertama, agar ber-zuhud terhadap perkara duniawi dan mencintai perkara ukhrowi, kedua disebutkan bahwa kehormatan seseorang mukmin itu terletak pada salat (sunatnya) di malam hari; semakin rajin ia mengerjakan salat sunat di malam hari, semakin tinggi derajat yang dimilikinya disisi Allah. Ketiga, disebutkan bahwa seseorang dipandang hidup mulia apabila ia tidak meminta-minta kepada orang lain atau tidak menggantungkan hidupnya dari pertolongan orang lain.(A.K.Priy/2010)

Kamis, 06 Mei 2010

Menuju Keluarga Sakinah


RESEP UNTUK HIDUP BAHAGIA
Oleh : Akhmad Kuspriyanto

ESENSI dan tujuan hidup orang memang boleh beda .Ada sebagian orang mengangap bahwa hidup bahagia serba ada ,serba mewah dan serba kecukupan; punya kendaraan, punya rumah bagus, perabot lengkap, dsb. Akibatnya mereka harus berupaya mati-matian untuk meraih semuanya itu, walaupun tidak sedikit yang gagal mewujudkanya. Akhirnya kita hanya bisa bilang: “Gagal maning… gagal maning!”
Sementara itu sebagian yang lain meyakini bahwa pendapat demikian belumlah cukup meskipun dengan kesederhanaan orang dapat hidup bahagia karena kebahagiaan pada hakekatnya bukanlah dari orang lain tetapi dari dalam diri sendiri. Maka, ada benarnya sebuah ungkapan yang pernah dikutip penulis buku zen path to harmony.
’’if you want to be happy,just be’’. Bila ingin berbahagia , berbahagialah!
Berikut ada resep murah yang bisa dilaksanakan, agar hidup kita bahagia di dunia dan akhirat, tapi ada syaratnya harus istiqomah sbb:

Pertama, jadilah orang yang tekun beragama
Dalam pandangan islam, masalah agama menjadi suatu fitrah (sesuatu yang yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya) Sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam QS. Al-Rum :30
“Fitrah Alloh yang menciptakan manusia atas fitrah itu”. Ini berarti manusia tidak mungkin melepaskan diri dari agama. Maka dengan kata lain kalau kita mau bahagia juga harus tekun beragama.
Dengan agama maka akan menumbuhkan keindahan, melahirkan energi, memacu semangat pengorbanan. Oleh karenanya banyak orang miskin hidupnya sederhana, tempat di rumah sangat sederhana, dengan perabot-perabot ala kadarnya tapi kaya hatinya- merasa hidup bahagia, demikian pula sebaliknya tanpa didasari pemahaman agama yang baik tidak sedikit orang kaya akan tetapi miskin hatinya, hidupnya gersang bagaikan ilalang tumbuh di padang yang gersang. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan kita bagaimana seharusnya menjalani hidup dan kehidupan ini.
Ada salah satu syair arab
“man ‘arooda ayyathlubassa’aadata fiimaa ladaihi fathlubil ‘iktidaala fiimaa yaliihi” barang siapa yang menghendaki bahagia di dalam apa yang dihadapinya, maka carilah jalan sederhana di dalam apa yang ada padanya.
Persoalanya ternyata agama bukan menjadi sebuah kebutuhan kita. Faktanya ketika orang serba cukup, enjoy,
“adem-ayem”, kita sering lupa mengingat Allah. Akan tetapi manakala sedang dihimpit masalah sehingga sudah tidak ada pilihan lain , nah… ini dia , “ya Alloh tolonglah hambamu ini yang dhoif”, kita pun berjam-jam iktikaf di masjidnya Allah.
Inilah profil seorang hamba kebanyakan, yang sangat mendamba hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Rasanya malu kita, sehari-hari kita cuekin itu ibadah. Perintah-perintah-Nya belum tentu kita tunaikan, demikian pula larangan serta aturannya sering kita langgar pun tiada terlintas dosa dan penyesalan kita. Tiba-tiba kita datang menghiba, minta tolong kepadaNya, tanpa basa-basi dan etika minta segera dikabulkan. Segera? Ya, segera, seperti kebiasaan kita kalau sedang butuh. Astaghfirullah! Ya, Alloh, ampunilah hambamu ini.
Tapi Allah SWT , ya rohman, yaa rohiim ya ghofur Alloh yang menggenggam alam semesta ini, Dia yang Maha pengampun, selebar dunia ini akan membuka pintu maafnya untuk hambanya. Maka datanglah, segera sambut kesempatan yang ada sebelum terlambat.

Kedua, memahami tujuan hidup
Orang hendaknya memahami target perjalanan hidupnya. Setidaknya ada dua hal yang perlu ditanyakan,
pertama, bagaimana kita mengenal diri kita sendiri. Kedua, bagaimana kita mengenal Tuhan Pencipta alam semesta ini.
Cukup rumit memang kalau kita hanya hengandalkan akal kita, karena akal hanya mampu menimbang yang bersifat materi.
Dalam konteks demikian ada yang mengatakan bahwa apa yang ada pada alam semesta ini dikelompokkan dalam dua kategori yakni sesuatu yang terlihat seperti benda, molekul, atom partikel dan sesuatu yang tak terlihat meliputi quanta , energi vibrasi. Demikian pula yang berkaitan dengan pikiran dan perasaan kita yang merupakan ranah tak terlihat, yang lebih menarik justru pada “yang tak terlihat” itu tersimpan kebahagiaan kita yang bersifat hakiki.
Ternyata akal kita merasa berat untuk menimbang yang bersifat ghoib tersebut. juga seperti misterinya kematian , rizki dan jodoh manusia. Oleh karena itu, inilah menjadi ranah agama, ketika akal kita tidak mampu lagi menjawab secara pasti persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya.
Ketika janin di dalam kandungan Alloh SWT sebenarnya telah menetapkan seseorang empat perkara ; Menetapkan rezkinya, ketetapan ajalnya, ketetapan amalnya, serta menjadi orang yang celaka atau bahagia.
Firman Allah SWT :
“Wa maa kholaqtuljinna wal insa illaa liyakbuduun, yang artinya Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan mereka supaya menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 56)
Bila kita cermati ayat tadi secara harfiah, Allah SWT sebenarnya telah memberikan kesempatan yang sangat luas kepada kita untuk menjadikan segala aktivitas hidup dan persoalan ini menjadi bernilai ibadah di sisi-Nya. Rosulullah SAW pernah bersabda yang artinya :”dunia adalah sawah ladangnya akhirat”.

Ketiga, Realistis
Ada yang mengatakan lebih baik makan dengan ketela dalam kenyataan, daripada makan roti tapi dalam angan-angan. Orang yang banyak keinginannya tidak ubahnya seprti orang yang bermimpi , ketika tersadar dari mimpi , bisa jadi kita akan kecewa karena tidak menemukannya dalam kenyataan. Kita memang hidup di alam kenyataan. Maka seorang Pedongeng Yunani Aesop mengatakan
Don’t count your chickens before they are hatched (jangan hitung anak ayam anda sebelum menetas).Mengandung maksud agar kita berhati-hati dalam segala sesuatu, untuk tidak memastikan sesuatu yang belum pasti terjadi.

Akan lebih baik bila dilakukan penyelarasan antara kebutuhan, keinginan dan kemampuan secara proporsional. Orang jawa bilang
“jangan lebih besar pasak dari pada tiang”.
Maka menentukan sebuah ukuran (parameter) kebutuhan pun diperlukan prioritas, tingkat urgensinya (mendesak atau tidak), keperluannya, maksud/tujuannya bahkan manfaatnya.

Keempat, semangat berusaha
Hidup bahagia adalah kehidupan yang dinamis. Maka dengan semangat berusaha tersebut akan melahirkan sebuah harapan hidup. Maka berupaya sungguh-sungguh . Berupaya dengan dilandasi tekad yang kuat. Terus berupaya, pantang mundur. Suatu saat nanti dengan jerih payah kita, pasti akan menuai keberhasilan. Seorang Penghipnotis kondang namanya Marshal Silfer menyarankan “hiduplah setiap hari meskipun hari itu hari yang terakhir”.

Kelima, hidup sederhana. Hidup sederhana adalah hidupnya orang yang qona’ah. Qona’ah artinya ridho (senang) dengan sedikitnya pemberian dari Alloh. Ia sudah merasa cukup, bukan lantaran pasrah/ menyerah terhadap takdir, melainkan karena telah berupaya menyempurnakan usaha.
Banyak diantara kita yang baru sekali mencoba , sudah menyerah. Coba lagi dong dan dicoba lagi. Maka Dr. Hamka seorang pakar Filsafat modern mengatakan bahwa qonaah adalah menerima cukup, yang mengandung lima perkara:
• Menerima dengan rela apa yang ada
• Memohonkan kepada tuhan tambahan yang pantas dan beruisaha
• Menerima dengan sabar akan ketentuan Alloh
• Bertaqwalah kepada tuhan
• Tidak tertarik oleh tipu daya dunia

Keenam, bersyukur
Kata “syukur” menurut kamus bahasa Indonesia, diartikan rasa terima kasih kepada Allah. Menurut sebagian ‘ulama berasal dari kata kasyara yang berarti membuka atau menampakkan nikmat. Sedangkan lawan kata syukur adalah kafara atau kufur yang artinya menutup atau melupakan nikmat Allah SWT.
Allah SWT berfirman “Jika kamu bersyukur pasti akan Ku-tambah nikmatKU untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (Q.S. Surat Ibrahim: 14).
Persoalannya, kadang kita banyak yang kurang bersyukur. Sudah memiliki satu, ingin dua , sudah punya dua ingin yang lain begitu seterusnya tiada akan berhenti sebelum maut menjemput kita. Sehingga Nabi pernah mengingatkan :”Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta melainkan kaya yang sesungguhnya ialah kaya jiwa”.
Menurut Imam Al Ghazali, hakikat syukur mencakup tiga hal yaitu:
- ilmu tentang syukur yskni dengsn menyadari bahwa kenikmatan yang kita terima ini semata-mata dari Allah SWT
- Keadaan syukur, yakni dengan menyatakan kegembiraan karena memperoleh nikmat tsb;
- Amalan / perbuatan syukur, yakni dengan menggunakan nikmat tsb sebaik-baiknya sesuai tujuan yang memberi kenikmatan tsb.
Kalau kita dapat senantiasa mensyukuri setiap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita, sebagaimana janji Allah , maka pasti nikmat/ kebahagiaan itu akan ditambah dengan sendirinya.
Ketujuh, bersabar
Hampir pisa dipastikan bahwa semua orang pernah merasa susah, sedih, kecewa baik ringan ataupun berat , baik urusan pribadi maupun urusan dengan orang lain. Penyebabnya pun bermacam-macam. Ada yang sulit mendapatkan pekerjaan, ada yang frustasi karena masalah keluarga dan sebagainya. Pendek kata, hidup ini tak bisa lepas dari cobaan dan ujian, yang sewaktu-waktu bisa menimpa setiap orang.
Maka menghadapi problematika kehidupan ini hendaknya dengan penuh kesabaran. Tak akan pernah ada kebahagiaan tanpa perjuangan dan tak pernah ada perjuangan tanpa kesabaran. Oleh karena itu, mencari solusi untuk lepas dari kesulitan, bukanlah dengan lari atau menghindar dari kesulitan, akan tetapi menghadapi dan mengatasinya secara bijak, tenang dan tawakkal. (BERSAMBUNG....)

Selasa, 04 Mei 2010

PILAR-PILAR RUMAH TANGGA


BEKAL ORANG YANG AKAN BERUMAH TANGGA
(episode pertama)

Agaknya sudah menjadi hukum alam bagi makhuk yang bernama manusia, bahwa pada saatnya akan menjalani suatu masa yang disebut pernikahan atau berumah tangga. Akan tetapi apa yang menjadi filosofi kehidupan anak-anak manusia ini tentang sebuah pernikahan, sebenarnya bisa mendatangkan banyak kemungkinan bagi mereka dikemudian hari. Pernikahan dapat merupakan “surganya dunia”, tetapi juga bisa pula terjadi sebaliknya, merupakan “neraka” yang diciptakan mereka sendiri.
Ketika masih dalam proses “pacaran” semua terlihat indah. Kalau sedang berjalan nampak cantik , sedang duduk juga kelihatan cantik atau bahkan seandainya tidur “ngorok pun” tetap cantik. Tetapi setelah perkawinan terlampaui beberapa tahun, situasinya ternyata bisa berbeda mulai dari nol persen sampai seratus persen. Jangan terkejut kalau dulu nampak lembut, lemah-gemulai, sekarang jadi “judes”. Jangan kecewa kalau dulu suami nampak setia dan perhatian.
Katanya:” Berjuta bintang di langit, hanya satu yang bercahaya, berjuta gadis yang cantik, hanya satu adik yang kucinta”. Sementara si Gadis bilang : “Abang pandai merayu, adik merasa malu” Ternyata, kini rayuan “gombalnya” dan perhatiannya Cuma seumur jagung. Maka, tinggallah kecewa dan kecewa. Tentu saja, bahagia yang didamba, sengsara yang diterima. Api cinta yang dulu diyakini dan di ikrarkan mungkin dengan “sumpah pocong” untuk sehidup-semati, aduuh.. tiba-tiba lenyap, yang terasakan hanyalah serentetan kekecewaan dari sebuah impian indah.
Memang pernikahan merupakan peristiwa sakral yang mengandung makna istimewa. Banyak diantara mereka yang menemukan kebahagiaan di penghujungnya, akan tetapi tidak jarang pula yang gagal di tengah jalan, berantakan dan kecewa. Sepertinya pernikahan menyimpan misteri dari sekian alur peristiwa panjang, terpencar, menggelinding sampai pada saat yang tidak disangka-sangka. Lantas terus bagaimana dong, aku jadi takut menikah nih!
Perasaan demikian sepertinya menghantui “khususon” mereka yang akan memasuki maghligai rumah tangga. Akan tetapi kiranya tidak perlu berkecil hati, karena banyak yang telah membuktikan bahwa berumah tangga ternyata membawa manfaat yang lebih besar dari pada sebelum berumah tangga. Kendatipun tak bisa dielakkan bahwa mempertemukan dua orang dalam ikatan pernikahan, yang tidak hanya berbeda jenis kelaminnya, tapi juga sifat pribadinya, latar belakang sosial ekonominya dan sebagainya , yang membawa konsekuensi peluang ketidak-cocokan mesti selalu ada.
Oleh karena ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan seseorang yang akan memasuki maghligai rumah tanggga :
Diperlukan persiapan
Semua orang sepakat, bahwa untuk melaksanakan suatu pekerjaan apapun dibutuhkan persiapan. Apalagi menyangkut persoalan yang besar, “memasuki kehidupan berumah tangga” yang akan kita jalani sepanjang masa. Tentu saja, tidak sekedar dijalani dengan spontanitas. Oleh karena ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan seseorang yang akan memasuki maghligai rumah tanggga .
Pertama, persiapan mental . Memasuki dunia rumah tangga tentu bukan ajang untuk bermain-main, maka dalam berumah tangga hendaknya dilakukan persiapan-persiapan, yang antara lain : persiapan mental, artinya tidak sekedar “nekad”, akan tetapi dari aspek “psikis” kita sudah siap dengan berbagai risiko yang akan dihadapi. Kesiapan ini merupakan menifestasi adanya kematangan pribadi seseorang , yang antara lain ditandai dengan tujuh (7 S) “tujuh saling” .
1. Saling pengertian (
mutual understanding). Saling pengertian mengandung maksud adanya keterbukaan masing-masing pihak atas kelebihan dan kekurangannya, masing-masing pasangan diharapkan menyadari siapa dirinya, kelebihan serta kekurangannya dan menerima kenyataan tersebut. Selanjutnya berusaha untuk menerima kelebihan-kekurangan calon hidup masing-masing, misalnya tidak menuntut hal-hal yang diluar kemampuannya.
2. Saling menyesuaikan. Mengandung maksud adanya pengertian dan kesediaan untuk menyesuaikan kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan (komitmen) dalam berumah tangga.
3. Saling menumbuhkan komunikasi yang sehat. Segala sesuatu yang menjadi pikiran, perasaan dan keinginan agar dapat disampaikan secara terbuka. Seni untuk mengkomunikasikan permasalahan yang dihadapi tentu sangat tergantung masing-masing pihak.
4. Saling tergantung (
interdependent); maksudnya adanya kesediaan untuk menjadi teman yang baik . Seorang teman yang baik, tidak akan mengkhianati, akan selalu mengerti dan menerima seperti apa adanya, dan tidak terlalu menuntut. Disamping itu juga bersedia berbagi rasa (sharing), dan menjadi tempat “curhat” apabila ada masalah yang dihadapi.
5. Saling memberi dan menerima (
give and take); maksudnya adanya kesediaan untuk mengenali kehidupan dan aktivitas pasangannya ,anak-anaknya atau keluarganya, sehingga tercipta sikap “saling memberi dan menerima” , mencegah kesalahpahaman masing-masing.
6. Saling kerjasama (
kooperatif): mengandung maksud adanya kesadaran dan kesediaan masing-masing untuk memuaskan kebutuhannya. Tentunya kondisi ini harus didukung adanya kemauan masing-masing untuk mengkomunikasikan kebutuhannya. Kerjasama dalam kehidupan perkawinan yang didasari komunikasi yang sehat, akan mempermudah proses penyesuaian menuju perkawinan yang sejahtera.
7. Saling menciptakan hubungan baik (
good relationship) ; mengandung maksud adanya kesanggupan untuk melaksanakan hubungan yang baik
Pemantapan niat
Disamping diperlukan proses kematangan pribadi, juga diperlukan
pemantapan niat untuk berumah tangga. Amal yang baik sebaiknya didasari dengan niat yang baik pula. Maka, akan sangat penting motivasi yang mendasari seseorang dalam berumah tangga untuk selalu dimantapkan. Pemahaman terhadap permasalahan pernikahan akan menguatkan niat kita agar bernilai ibadah. Disini pentingnya “ilmu agama” dapat meluruskan niat dan menyempurnakan ibadah kita. Misalnya;
Agama mengajarkan kepada kita tentang anjuran untuk nikah, Rosulullah Solallohu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bersambung …..

(tunggu berikutnya).

Senin, 03 Mei 2010

KELUARGA SAKINAH : EMPAT PILIHAN


EMPAT PILIHAN MENUJU KEMULIAAN HIDUP

Pada dasarnya kemuliaan atau kebahagiaan hidup seseorang terpulang kepada diri mereka sendiri. Allah dan Rosul-Nya telah menunjukkan jalan agar manusia dapat memperoleh kemuliaan atau kebahagiaan hidup, tentunya tidak hanya di dunia saja, melainkan di dunia dan akhirat.
Memang banyak jalan untuk mencapainya, akan tetapi banyak pula rintangan. Mudah bagi orang yang sungguh-sungguh dan beriman, akan tetapi berat bagi orang yang tidak sungguh-sungguh dan tipis imannya.
Pada kenyataannya, tak mudah meraih memuliaan. Berbagai jalan telah dicoba, segala cara pun telah ditempuh, namun ternyata tidak sedikit kita saksikan hamba Allah di kalangan umat ini bahkan terperosok berpacu dengan nafsu yang melampaui batas. Maka bila kita perhatikan , tipologi kehidupan di dunia tak akan lepas dari empat situasi :
Pertama, hidup Bahagia di Dunia, Tapi sengsara di Akhirat
Mereka hidup berkecukupan di dunia atau mungkin hidup bergelimang harta dan kehormatan, akan tetapi kebahagiaannya sebenarnya semu dan tidak abadi, sebuah akhir kehidupan sengasara. Lihatlah bagaimana kisah sang Hartawan Qorun, hidup sepertinya tak akan kekurangan materi sampai ‘tujuh-turunan’ , akan tetapi ternyata apa yang terjadi, di akhir hidupnya Qorun tak sempat mewariskan hartanya, bumi telah menelannya bersama seluruh apa yang dimilikinya.
Demikian halnya hidup para koruptor, kekayaan materi, kehormatan, jabatan serta seluruh fasilitas yang dinikmati ,yang telah diperjuangkan siang dan malam, tak peduli harus “sikat kanan-sikat kiri’’, tak pedulikan sesuatu itu diperoleh dengan cara yang halal atau haram, yang terpenting terpuaskan dan terpenuhi kebutuhannya. Akibatnya timbullah berbagai kecurangan, penindasan, penipuan dan penyalahgunaan hak.
Inilah fenomena zaman, sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah SAW:’Akan datang suatu masa kepada manusia, dimana pada masa itu seseorang tidak lagi memperdulikan apa yang diambilnya, apakah dari yang halal atau dari yang haram’. (HR.Bukhari dan Nasa’I dari Abu Hurairah)
Lihatlah di akhir episode kekidupan mereka di dunia ini, kejayaan yang diperoleh di masa tugasnya pun sirna dan tinggallah kesengsaraan di akhir kehidupannya. Apalagi di akhirat nanti, mereka harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sementara hingga ajal datang, taubat pun belum sempat dilakukan. Naudzubillahi min dzalik.
Kedua, Hidup Sengsara di Dunia, Bahagia Di akhirat
Kehidupan di dunia ini tak akan mungkin dipenuhi oleh orang kecukupan dan bahagia semuanya. Dari sekian banyak umat ini tidak sedikit mereka yang hidup “pas-pasan’ atau bahkan orang umum menyebutkan sengsara. Rumah sangat sederhana atau bahkan hanya mampu ngontrak, sekedar berteduh dari sengatan panas mentari, perabot rumah ala kadarnya, mungkin hanya ada karpet sebagai alas. Soal makan seadanya bisa jadi lebih banyak puasa sunnat, senin-kamis. Pendek kata ini gambaran para faqir- miskin , tapi mereka bahagia, mereka merasa tidak miskin hatinya. Berjuang dengan apa yang dikaruniakan oleh Allah SWT, dengan tetesan keringatnya untuk mencari yang halal, menghidupi keluarganya, serta untuk menjaga harga diri dan kehormatannya.
Lihatlah Rosulullah SAW, para sahabat serta para sholihin, beliau tidak sedikit yang hidup dalam kemiskinan. Dalam kemiskinannya tak membuatnya melupakan Allah SWT; dalam kekurangannya tak membuatnya melalaikan ibadah kepada-Nya. Bahkan mereka sangat bersyukur, hari ke hari dijalani dengan sabar dan ikhlas hingga ajal menjemputnya, ia pun tersungging senyum kegembiraan, Allah SWT memberinya husnul khotimah insya Allah.
Ketiga, Hidup Sengsara di Dunia dan Sengsara di Akhirat
Ini tipologi hidup dari anak manusia yang sungguh sengsara. Hidup miskin, rumah tak punya, banyak utang ‘ngemplang sana-ngemplang sini, digusur sana-sini. Kendatipun tak punya, gaya hidup dan angan-angan seperti orang yang tak miskin. Kalau ada sedikit rizki, bukan untuk ditabung, akan tetapi ia gunakan untuk maksiat (judi, minum miras,dll). “Molimo (Madat, main, madon, minum, maling)”, dan sebagainya , segala atribut kemaksiatan pun dijalaninya. Pendek kata kefaqiran atau kemiskinannya tidak membuatnya sadar dan dekat kepada Sang Pencipta, tetapi justru semakin menjauh dari ibadah kepada Allah SWT.
Di episode akhir kehidupan di dunia, mereka mati tanpa pusara , tanpa nama dan tanpa penghormatan. Sengsara di dunia , apalagi di akhirat akan lebih sengsara. Naudzubillahi min dzalik
Keempat, Hidup Bahagia di Dunia dan Bahagia di akhirat
Ini tipologi kehidupan orang yang bahagia, hidup “enak-kepenak, tentrem ayem”. Hidup kecukupan, kendatipun hidup sederhana. Kekayaan atau hartanya tidak membuatnya melalaikan kuwajibannya; untuk mensukseskan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah, menjalin silaturahmi dan menunaikan hak-haknya Allah SWT.
Alhamdulillah, ia dikaruniai Allah istri / suami yang sholeh/sholehah; anak-anak yang berbakti, ekonomi yang mapan dan berkah, serta berada di lingkungan yang sholih. Lengkaplah sudah kebahagiannya, kendatipun demikian ia menyadari bahwa hartanya atau apapun yang ia miliki adalah modal untuk ibadah, meraih keridhoan Allah, maka ia nafkahkan di jalan Allah. Allah SWT berfirman : “…Dan apa saja harta yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah 272)
Akhirnya pada akhir episode kehidupan, ia meninggalkan dunia yang fana ini, dengan membawa nama yang baik, amal sholih yang dengan ikhlas telah diperjuangkannya menghantarkan ia menghadap sang Khaliq dengan tenang, tersungging senyuman “husnul khotimah”. Akhir perjalanan hidup yang baik. Harta tak dibawanya, tapi iman dan amal sholeh yang mengantarnya menuju kehidupan yang abadi.
Demikian tadi tipologi kehidupan dunia yang beraneka-ragam, banyak pilihan sesuai dengan situasinya masing-masing. Agama telah mengajarkan pilihan mana yang terbaik sebagaimana Allah SWT berfirman : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi..” (QS.Al Qashash 77). Sekarang pilihannya tergantung kepada kita, untuk menentukan pilihan yang terbaik. Semoga Allah SWT memberikan taufiq, hidayah serta inayahnya kepada kita dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.
(K. Prie/ Depkes, Magelang/ Apr’2010)