Selasa, 13 Desember 2011

Kemana Menemukan Cinta Bagian Ke-22



Tanda-Tanda Cinta Ke Tujuh
Posting by : Mas Kus

CINTA memang serba indah, apa yang dilihat ataupun didengar semua akan menyenangkan hati. Sebagaimana Ibnu Hazm Al-Andalusi menguraikan tanda-tanda cinta yang cukup mencolok adalah sang pecinta selalu ingin mendengar nama orang yang dicintai. Senang membicarakannya , menjadikannya bak mentari pagi yang akan menerangi dunia. Seakan tidak ada tempat lain senyaman di sisinya, sehingga tidak perlu segan dan takut lagi untuk mendatanginya. Jadi begitulah adanya, kecintaannya pada sesuatu akan membuatnya buta dan tuli.

Bagi orang yang sedang mabuk cinta , apabila mendengar kekasihnya dicerca orang ketika ia sedang makan, boleh jadi nasi yang ditelan itu akan tersendat di tenggorokan. Apabila nama sang kekasih dibuat bahan pergunjingan saat ia minum, maka air yang diminumnya serasa penuh duri di tenggorokan. Dan apabila nama sang kekasih tiba-tiba mewarnai pembicaraannya dengan orang yang baru saja dikenal, maka bermacam pertanyaan akan berseliweran di benaknya. Sebab, layar batin dan pikirannya secara ‘otomatis’ terhubung dengan bayangan-bayangan orang yang dipujanya selama ini. Wajah yang semula murung, tiba-tiba berubah cerah –ceria, atau sebaliknya , yang sebelumnya semangat tiba-tiba berubah jadi kehilangan gairah komunikasi.

Demikianlah memang suasana hati seseorang tidaklah pasti, bisa berubah setiap saat. Maka, sebenarnya apa yang bisa dilihat, atau dibaca atau ‘dikira-kira’ menurut perhitungan kita , sesungguhnya tidak akan mampu secara utuh mengetahui secara pasti suasana hati seseorang , apalagi secara permanen.

Jumat, 25 November 2011

Selamat Tahun Baru 1433 H


Selamat Tahun Baru 1433 H
Bahan Muhasabah Diri
Posting by : Mas Kus

ESOK hari kita akan memasuki tahun baru 1433 Hijriah, yang diawali hari-hari pertama di Bulan Muharram. Tentu saja ketika mengingat bulan Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam sistem kalender Islam, pasti tidak bisa dilepaskan dari peristiwa hijrahnya junjungan kita Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah, sekitar 1433 tahun yang lalu. Sebuah peristiwa bersejarah yang patut diperingati dan disemangati sebagai tonggak transformasi spiritual-sebuah perjuangan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik. Maka sejalan apa yang disampaikan Ibnu Katsir, bahwa hijrah merupakan pemisah dua fase, yaitu fase pembangunan aqidah (di Makkah) dan pembangunan pilar-pilar negara serta perlindungannya di Madinah. Hijrah juga merupakan titik tolak terbentuknya Daulah Islamiyah dan pengeluaran manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Maka , seiring makna hijrah, yang bukan hanya dimaknai secara makani atau berpindah secara fisik, melainkan juga hijrah secara maknawi yang artinya berpindah dari suatu nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik, dari kebatilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju ke-Islaman dsb. Ada yang kiranya patut direnungkan sebagai suatu muhasabah, bahwa sejauh mana kita berupaya dan menyikapi dari sebuah perubahan dari fase sekarang menuju fase hari esok yang lebih baik, dalam meraih ridha Ilahi. Terlepas dari apapun posisi kita dan dimana pun kita berada.

Persiapan Jelang Asyura'
Sebagai bagian dari memaknai tahun baru Hijriyah adalah menunaikan apa yang dianjurkan Rasulullah Saw dalam meraih keutamaan puasa Asyura' di bulan Muharram ini. Sebagaimana diketahui banyak keutamaan di dalam bulan Muharram ini sehingga disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram yang masyhur dikenal sebagai hari asyura’. Allah menyelamatkan nabi Musa as dan bani Israil dari kejaran Fir’aun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah menetapkan puasa tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.

Ibnu Abbas r.a berkata: Ketika Nabi saw telah hijrah ke Madinah maka ia melihat orang-orang Yahudi puasa pada hari asyuraa, maka Nabi saw bertanya : Hari apakah yang kamu berpuasa? Jawab mereka: Hari ini hari besar. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun dengan tentaranya, maka Nabi Musa as telah berpuasa untuk syukur kepada Allah, dan kami pula puasa pada hari ini. Maka sabda Nabi Saw bersabda:”fanahnu ahaqqu wa aula bimuusaa minkum fashoomahu warasuulallahi shollallahu ‘alaihi wassalama wa amara ash-haabahu bishaumihi.” Maka kamilah yang lebih layak mengikuti Musa dari pada kamu, lalu nabi saw puasa dan menyuruh sahabat-sahabat supaya puasa. (HR Bukhari, Muslim) Yakni Rasulullah saw merasa lebih layak untuk mensyukuri dan memperingati hari-hari kemenangan agama Allah dan perjuangan–perjuangan para Nabi RasulNya.

Dalam keterangannya Imam Al Faqih menyebutkan bahwa disebut ‘asyura’ karena persis hari kesepuluh Muharram. Sementara menurut pendapat yang yang lain, karena para Nabi dimulayakan dengan 10 kehormatan:
1. Diterimanya taubat Nabi Adam as
2. Diangkatnya derajat Nabi Idris as
3. Mendaratnya kapal Nabi Nuh as
4. Dilahirkan dan dilantiknya nabi Ibrahim as selalku khalilullah, serta diselamatkannya dari kobaran apai namrudz
5. Diterimanya taubat nabi Daud as
6. Diangkatnya nabi Isa as ke langit
7. Diselamatkannya nabi Musa as
8. Ditenggelamkannya Fir’aun
9. Dikeluarkannya Nabi Yunus dari dalam perut ikan
10. Dikembalikannya kerajaan Nabi Sulaiman as.

Abu Qatadah ra berkata:” suila Rasuulullahi Shallallahu ‘alahi wassalam ‘an shiami ‘aasyuuraa’? Faqaala : Yukaffirussanatal maadhiyah . Rasulullah saw ditanya tentang puasa ‘asyuura’, maka jawabnya : dapat menebus dosa setahun yang lalu (HR Muslim)
Dosa-dosa yang terlebur karena amal ibadah itu adalah dosa-dosa kicil, adapun dosa-dosa besar, harus melalui taubat dengan mengikuti syarat-syaratnya.

Maka kita dianjurkan berpuasa pada hari asyura’ yang dapat dilaksanakan dengan beberapa pilihan dengan satu hari sebelum atau sesudahnya. Rasulullah Saw bersabda:” Puasalah kalian pada hari Asura, bedakanlah dengan orang-orang Yahudi, berpuasalah satu hari sebelum dan sesudahnya.”

Selamat, Tahun Baru 1433 Hijriyah

Wallahu a'lam bi syawab

Selasa, 01 November 2011

Puasa Sunnat Arafah


Keutamaan Puasa Sunnat Arafah
Posting by : Mas Kus

APABILA kita sudah terbiasa menjalankan puasa sunnat, maka pada bulan Dzulhijjah sangat dianjurkan bagi kaum muslimin menjalankan puasa sunnat Arafah, khususnya bagi yang tidak menjalankan ibadah haji.
Puasa sunnat ini dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijjah pada kalender Qamariyah atau Hijriyah. Kesunahan puasa Arafah tidak didasarkan adanya wuquf di Arafah oleh jamaah haji, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka, bisa jadi hari Arafah di suatu tempat tidak sama dengan di Arab Saudi.

Tentang keutamaan berpuasa di hari Arafah , Qatadah r.a. berkata : Nabi Saw bersabda: "Bahwasanya puasa pada hari arafah itu dapat menebus dosa dua tahun yang lalu dan tahun yang akan datang". ( Riwayat Muslim)

Alfudhail berkata :”Siapa yang dapat menjaga lidah, pendengarannya dan penglihatannya pada hari Arafah, maka akan diampunkan baginya dari hari Arafah itu hingga hari Arafah tahun yang akan datang.” (Dalam Irsyadul ‘Ibad).

Wallahu a’lam bi syawab

Selasa, 18 Oktober 2011

Menyongsong Ibadah Qurban 1432 H



Esensi Sebuah Pengorbanan
Posting by : Kuspriyanto

TIADA terasa sebentar lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah 1432 H. Dimana kita akan memperingati satu diantara sekian hari-hari Allah, yakni disyariatkannya ibadah qurban. Hari dimana seorang Nabi Allah Ibrahim as, menorehkan sejarah pengorbanannya dengan tinta emas dalam sejarah manusia. Beliau seorang Nabi yang mendapat gelar khalilullah, adalah seorang nabi yang banyak menerima ujian dan tantangan sepanjang hidupnya, selalu diiringi dengan pengorbanan demi pengorbanan yang begitu beratnya. Berbagai ujian yang ia jalani, ternyata tidak menyurutkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Kekayaan, urusan keluarganya, bahkan anak satu-satunya yang sangat ia sayangi ia korbankan dengan tabah dan tawakkal untuk melaksanakan perintah Allah SWT.

Sebuah riwayat, bagian dari prosesi penyembelihan Ismail as, disebutkan ketika Nabi Ibrahim hendak pergi melaksanakan penyebelihan. Dia berkata kepada isrinya Hajar “Pakaikan anakmu Ismail, pakaian yang paling baik, karena aku akan mengajaknya pergi bertamu.” Maka, Hajar pun memakaikan pakaian yang bagus, memberi minyak wangi dan menyisir rambutnya,” Kemudian Ibrahim as. Dan Ismail pergi dengan membawa tali dan pisau menuju ke kota dekat Mina. Maka pada hari itu Iblis terkutuk mengalami kesibukan yang luar biasa. Sejak mulai diciptakan tidak sesibuk hari itu. Maka dia pun berupaya dengan berbagai cara untuk menggagalkan niat Ibrahim as. yang akan melaksanakan perintah Allah SWT, tapi Iblis pun tak berhasil.

Gambaran keteguhan Beliau antara lain dapat kita simak dalam dialog keduanya pada jenak-jenak terakhir sebelum tiba kesepakatan besar. ”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”. (QS: 37:102)
Betapa Ibrahim memanggil dengan penuh kasih sayang kepada anaknya:” “Ya Bunayya, anakku tersayang?” Kemudian Ibrahim bertanya kepada anaknya dengan hati-hati; “Cobalah pertimbangkan bagaimanakah pendapatmu tentang itu?” Dapat dibayangkan bagaimana perasaan yang berkecamuk di relung hatinya. Putranya Ismail as. dengan kebesarannya jiwanyai menjawab ,”Wahai ayahku tersayang, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”

Ringkas cerita ketika Nabi Ibrahim dan Ismail As, telah pasrah bulat-bulat dan tawakkal kepada Allah SWT kemudian Allah SWT memberikan kabar gembira , menyuruh Ibrahim menghentikan pengorbanan anaknya dan Allah berkenan menggantinya dengan seekor domba yang besar dari surga. “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar . Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim” (QS Ash-Shaffat: 107-109)

Kita ketahui bersama, bahwa sebenarnya ibadah qurban bukan hanya sekedar ritual menyembelih ternak serta membagi-bagikan dagingnya, melainkan merupakan media mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT untuk meraih keridhaan-Nya. Sehingga pernah terjadi pada Sahabat Bilal bin Rabah, Abu Hurairah serta beberapa sahabat yang lain terpaksa hanya mampu berkurban ayam untuk ikut bersedekah qurban untuk menyatakan kepada Allah SWT (diriwayatkan dalam Subulus Salam). Demikian pula Ibnu Abbas ra pernah ketika datang hari qurban (yaumunnahr) memerintahkan kepada pelayannya agar membeli daging untuknya dengan 2 keping dirham, serta membagikannya kepada masyarakat dengan memberitahukan hal itu sebagai qurban ibnu abbas (Demikian dalam Fiqh Aktual, Dr. Setiawan Budi Utomo).

Dalam surat Al Hajj 37, Allah SWT berfirman:”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan darimulah yang dapat mencapainya.”

Menurut Imam Alm Ghazali dalam bukunya “Ayyuhal Walad”, ada empat hal yang harus dilakukan orang yang menempuh jalan taqarrub kepada Allah. Pertama, punya keyakinan yang benar dan jauh dari unsur bid’ah, Kedua, melakukan taubat nashuha, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi kemaksiatan. Ketiga, minta keridhaan orang yang menjadi jmusuhnya (menyelesaikan haqqul adamiyah). Keempat, belajar ilmu agama, agar bisa menjalankan agama dengan benar.Disamping hal tersebut, Islam menekankan kepada kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan ibadah kepada Allah (hablumminnallah) dan hubungan baik dengan sesama (hablumminnas).

Esensi Sebuah Pengorbanan

Dalam benak kita mungkin terbersit sebuah pertanyaan , mengapa kita harus bersusah payah dalam hidup ini untuk selalu berkorban. Kenapa ? Pengorbanan yang tidak jarang diwarnai berdarah-darah dan ratapan air mata. Tapi hidup ini berjalan sesuai dengan Sunnatullah yang harus dilalui dengan segala dinamikanya, karena hidup adalah ujian semata dari allah SWT yang menuntut pertanggungjawaban, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS 67: 2)

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada hakikatnya hidup ini tak akan pernah lepas dari sebuah pengorbanan, sehingga dengan kata lain pengorbanan senantiasa hadir sebagai keniscayaan hidup. Hanya ada satu hal yang dapat memutus siklus pengorbanan manusia dalam perjalanan hidupnya adalah kematian. Bahkan dengan pengorbanan dapat mengantarkan setiap pribadi menuju kematangan pribadi dan kejayaan hidup.

Lihatlah bagaimana junjungan kita Nabi Muhammad SAW , harus berkorban demi dakwahnya sepanjang 22 tahun, harus menghadapi kekejaman kaum kafir Quraiys, Beliau dicaci maki, difitnah, disakiti, dikucilkan bahkan diancam keselamatan jiwanya. Namun demikian tidak membuat perjuangan Beliau surut ke belakang. Dan Rasulullah SAW menghadapinya dengan ketegaran, kesabaran dan keluhuran akhlaq beliau. Pernah suatu saat ketika Beliau menghadapi ancaman, Rasulullah SAW mengatakan :” Aku bersumpah demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, kemudian memintaku untuk menghentikan misi ini, aku tidak akan berpaling dari misi tersebut hingga Allah memberiku kemenangan atau aku binasa di sana.”. Begitulah akhirnya setelah melalui berbagai rintangan yang berat dan melelahkan, bahkan disertai pengorbanan yang penuh dengan darah dan air mata, akhirnya beliau mencapai kemenangan yang gemilang.

Tengoklah kisah Nabi Yusuf As, bagaimana beliau harus mengorbankan masa mudanya di dasar sumur yang gelap, lalu rela dijebloskan di penjara yang begitu melelahkan;
Kita tengok kisah Nabi Nuh, bagaimana beliau mengorbankan 950 tahun masa hidupnya untuk berdakwah dan akhirnya hanya mendapat dua belas pasang pengikut;
Kita lihat bagaimana nabi Musa dan Harun harus melewati jalan terjal dalam menyampaikan dakwahnya dan berhadapan dengan Penguasa dholim Fir’aun yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan.
Kita saksikan kisah Ashabul Kahfi, bagaimana para Pemuda di Zamannya yang dengan rela hati meninggalkan Kota, mengorbankan masa muda mereka hidup di dalam Gua untuk mempertahankan agama yang diyakininya.

Dengan ibadah qurban dapat diimplementasikan dengan meningkatkan kepedulian sosial atau kesalehan sosial lainnya. Karena pengorbanan itu pada hakikatnya tidak terbatas para hari raya saja, melainkan setiap saat setiap waktu dan kesempatan dibutuhkan pengorbanan . Dan nilai pengorbanan tentunya tergantung dari keikhlasan serta tingkat kesulitan apa yang dikurbankan. Sedangkan kesempurnaan apa yang kita kurbankan tentunya bersifat situasional, kontekstual dan kasuistik bergantung kepada kondisi, situasi, relevansi dan posisi seseorang dari amalan tersebut.

Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang konsisten dengan agamanya, apabila memiliki kelonggaran rizki, tentunya tidak akan merasa keberatan melaksanakan perintah ibadah qurban tersebut, sebagai wujud melaksanakan perintah Allah SWT dalam surat Al Kautsar (Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah), serta melaksanakan himbauan Rasulullah Saw yang disampaikan oleh Aisyah RA : “ Tak ada suatu amalan dari keturunan Adam pada hari Nahar yang lebih dicintai oleh Allah Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban); dan sesungguhnya akan datang pada hari qiamat dengan tanduknya, dengan kotorannya, dan dengan rambut-rambutnya; dan sesungguhnya darah yang mengalir itu akan sampai kepada Allah (diterima) sebelum darah tersebut jatuh ke tanah. Makasucikanlah dirimu dengan berqurban.” (HR At Tirmidzi dan Abu Daud).

Wallahu a'lam bishawab.
Magelang, 19 Oktober 2011

Selasa, 06 September 2011

Puasa Enam Hari Bulan Syawwal


Meraih Pahala Puasa Sunnat Bulan Syawwal
Posting by : Mas Kus

Abu Ayub Al-Anshari r.a telah menceritakan hadist bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:”Man shooma romadhoona tsumma atba’ahu sittan min syawwaalin faka-annamaa shooma dahra- Barang siapa yang puasa bulan Ramadhan kemudian mengiringinya dengan (puasa) enam hari dari bulan Syawwal, maka seakan-akan ia puasa satu tahun.” (Riwayat Khamsah kecuali Bukhari)

Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, dikatakan demikian karena setiap hari sama pahalanya dengan sepuluh hari , Allah Swt berfirman : Man jaa-a bil hasanati falahuu ‘asyru amtsaalihaa - Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Surat Al An’am : 160)
Dengan demikian kalau kita berpuasa 1 bulan Ramadhan pahalanya sama dengan berpuasa 10 bulan, sedangkan puasa 6 hari di bulan syawwal pahalanya sama dengan puasa 60 hari atau 2 bulan, sehingga secara keseluruhan pahalanya sama dengan berpuasa 12 bulan atau satu tahun penuh.

Kemudian dalam pelaksanaan puasa sunnat ini, dalam riwayat Imam Nasa’I disebutkan bahwa seandainya seseorang memisah-misahkan yang enam hari tersebut, atau ia kerjakan pada pertengahan terakhir bulan Syawwal, hal itu dianggap cukup, tetapi yang lebih utama ialah hendaknya enam hari syawwal dilakukan secara berturut-turut, dan sehabis hari raya idhul fitri.

Membiasakan puasa Syawal memiliki beberapa manfaat :
1. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh;
2. Bahwa jiwa manusia sesudah menunaikan puasa ramadhan lebih cenderung kepada makanan dan apa-apa yang diinginkannya. Kemudian apabila ia kembali berpuasa dengan perintah Allah Swt, maka hal itu akan terasa berat, karena itu pahalanya pun besar;
3. Membiasakan puasa sunnat 6 hari di bulan Syawwal merupakan serangkaian upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt yang tidak terputus dengan berlalunya bulan yang penuh rahmat, maghfirah (bulan Ramadhan).

Barangkali dapat diambil hikmah sebuah nasihat ketika ada seorang Ulama’ salaf yang ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya di bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi. Kata beliau ,”Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang yang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh di sepanjang tahun”.

Wallahu a’lam bi shawab.
(Sumber : Mahkota Pokok2 Hadis Rasulullah Saw, dll)

Selasa, 30 Agustus 2011

Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1432 H



Meraih Keberhasilan Idhul Fitri
Posting by : A.Kuspriyanto

Allahu Akbar 9x Kabirau walhamdulillahi katsiirau wasubhanallahi bukratau wa-ashiilaa. Laa ilaahaillallah wallahu akbar , allahu akbaru walillahi hamdu
Alhamdulillahiladzii ahallanal yaumaththo’aama wa harromashshiyaama wa ja’alal ‘iida min sya-‘aairil islam. Asyhadu allailaahaillallahul malikul ‘allam, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhul haadi ilaa sabiilissalam. Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidiina muhammadin wa ‘alaa aalihii wa-asyhabiihil kiroom amma ba’du.
Fayaa ‘ibaadallahittaqullaha haqqatuqaatihii walaa tamuutunna illa wa antum muslimun

Tiada kata terindah yang bisa terucap selain puji syukur kepada Allah yang Maha Ghafur, hanya atas kudrat dan iradat-Nya, hidayah serta Taufiq-Nya kita dapat berjumpa kembali di hari raya 1 Syawal 1432 H dalam suasana penuh kebahagiaan. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw, keluarganya, tabiit-tabiin serta para pengikutnya yang istiqomah mengikuti ajarannya.


Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Sejalan dengan esensi puasa, Allah SWT telah memberikan fasilitas yang ekslusif kepada kita, sebulan penuh puasa di Bulan Romadhan. Maka sudah sepantasnya kesempatan itu dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh.

Rasulullah SAW bersabda: Man shaama Romadhoona iimanan wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzambihi : Barangsiapa yang berpuasa di bulan romadhan karena iman dan ikhtisaban, maka akan diampuni dosanya yang telah terlewati. Artinya bahwa puasa yang kita kerjakan hendaknya memenuhi dua hal :Pertama, dengan semangat keimanannya, mampu menahan syahwat, membelenggu nafsu, menghantarkan jiwa dan sikap kita menuju peningkatan /perubahan kepada akhlaq yang karimah. Kedua, Puasa yang diiringi dengan semangat ihtisab. Ihtisab berasal dari kata hasaba yahsibu hisban hisaban ihtisaaban, yaitu semangat menghitung, maksudnya bermuhasabah, mengevaluasi diri kita, sudah sejauh mana kualitas ibadah yang kita kerjakan.

Ada satu maqolah , dari Sayyidina Ali K.a yang artinya:”Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang hancur. Maka output dari puasa kita dalah menjadi orang yang lebih shalih / shalihah.

Suatu ibrah, pelajaran bagi kita bagaimana makhluk Allah SWT yang bernama ulat pun juga berpuasa. Ulat adalah makhluk yang menjijikkan, tidak disukai orang, hama yang merugikan. Tapi ia berpuasa menjadi kepompong, kemudian setelah mencapai masanya ia berubah menjadi kupu-kupu, makhluk yang indah. Kehandirannya senantiasa memberikan kesejukan. Bila ia hadir di taman akan menambah keindahan dan pesona yang melihatnya. Kalau ia masuk rumah, maka kehadirannya sebagai pertanda akan kehadiran tamu kehormatan.

Pada siisi yang lain, ada pula makhluk Allah yang bernama ular, juga melakukan puasa, ia merupakan makhluk yang buas dan berbahaya. Ketika ia berpuasa, ia mengurung diri di sarangnya hingga berganti kulitnya. Akan tetapi setelah ia berganti kulit yang baru, ia pun keluar dari sarangnya sebagai ular yang lebih buas dan lebih berbisa dengan “seragam barunya”. Oleh karena itu, nilai keberhasilan puasa nampaknya bukan hanya diukur ketika saat berpuasa saja melainkan juga waktu waktu setelah berpuasa.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.

Salah satu keberhasilan apa yang kita kerjakan pada bulan puasa, tentunya bukan hanya diukur pada waktu bulan puasa saja, justru indicator keberhasilan atsarnya akan nampak setelah kita selesai mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, yakni mulai bulan syawal ini hingga 11 bulan ke depan. Artinya setelah menunaikan shalat id, dan seterusnya mampukah kita menjaga nilai-nilai kesalihan hingga bulan Ramadhan yang akan datang secara istiqomah. Menurut Imam Al Faqih , istiqomah ditandai dengan 4 perkara:
1. Tidak mudah dipengaruhi budi seseorang dalam menegakkan yang haq
2. Tidak gentar dalam mengatasi problema yang menghadang dalam mencapai yang haq
3. Mampu mengendalikan hawa nafsu dalam menjalankan perintah Allah SWT
4. Segala fasilitas yang dimiliki tidak membuatnya lupa (selalu taat) kepada Allah SWT.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu

Sebagai manusia memang kita menyadari kelemahannya :” …dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’ :28) Suatu kelemahan, dimana kita cenderung mudah tergoda untuk berbuat dosa dan mengotori kesucian jiwanya. Kita punya hati, kadang tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, kita memiliki mata tetapi kadang tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah , dan kita punya telinga juga kadang tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Akan tetapi Allah Swt Maha Pemaaf, lebih-lebih di bulan puasa. Seandainya kita semua mengetahui kebaikan bulan Ramadhan tentu akan berharap semua bulan menjadi Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda. Lauta’lamu ummati maa fii romadhaana latamannau an takuunassanatu kulluha ramadhaana. (Dari Ibnu Abbas Ra. Rasullullah Saw bersabda:”Kalau sekiranya umatku mengetahui kebaikan di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar supaya tahun semuanya itu menjadi Ramadhan.”)

Oleh karena itu, dengan perjuangan yang cukup gigih menahan berbagai godaan, dan kini kita telah sampai pada hari raya idhul fitri ini merupakan moment keberhasilan awal yang masih harus duji dan dibuktikan 11 bulan ke depan. Sebagai ungkapan rasa syukur memperingati kemenangan awal, tentu boleh orang merayakannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing dengan azas kesederhanaan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam segala hal (tidak boros, juga tidak pelit). Baju baru dan berbagai macam makanan (bahasa Jawa : kembange mejo) nampaknya merupakaian bagian yang tak bisa dihindarkan dari tradisi lebaran. Oleh karena itu bisa dimaklumi, bagaimanapun situasinya orang akan berupaya untuk menyediakannya. Dalam hal ini ada maqolah yang mengingatkan: Laisal ‘iidu liman labisal jadiida innamal ‘iidu liman thoo’atuhu tajiiduLebaran bukan dengan pakaian / barang yang baru, tapi lebaran adalah untuk mereka yang taatnya kepada Allah semakin bertambah.

Konkritnya, akan lebih bermakna pada hari raya ini apabila kita buktikan dengan meningkatkan amal sholih seperti halnya bersilaturahmi kepada keluarga , tetangga atau bersedekah membantu kepada orang yang membutuhkan, serta amal sholih yang lain.

Nabi Saw pernah bersabda kepada Uqbah bin Amir r.a:” Wahai Uqbah! Maukah engkau ku beritahukan tentang budi pekerti ahli dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu: (tashilu man qotho’aka-Melakukan shilaturahim (menghubungkan kekeluargaan dengan orang yang telah memeutuskannya), (wa tu’thi man haroomaka) memberi pada orang yang tidak pernah memberimu, dan (wa ta’fuu ‘amman dhaalamaka) memaafkan orang yang pernah menganiayamu.

Untuk menjadi orang yang berakakhlaq mulia ( tidak pendendam dan pemaaf) memang tidaklah mudah, apalagi kita lakukan kepada orang yang memusuhi kita sebagaimana dianjurkan junjungan kita Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pernah suatu waktu, dalam peperangan suci di Uhud, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya akan dimerdekakan bila bisa membunuh paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muththolib r.a, ternyata budak itu berhasil membunuh Hamzah dan ia dimerdekakan. Kemudian ia masuk islam dan menghadap kepada Nabi Saw. Ia menceritakan peristiwa pembunuhan paman nabi. Walaupun Nabi Saw telah menguasai Wahsyi dan kuasa untuk melakukan pembalasan, namun Rasulullah Saw tidak melakukannya bahkan memaafkannya. Subhanallah, sungguh mulia akhlakh beliau. Maka apabila kita bisa meneladani dan melaksanakan apa yang dianjurkan beliau, berarti nilai-nilai puasa telah tertanam dalam pribadi kita.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Marilah kita beningkan hati kita dengan senantiasa mengingat Allah, penuhi jiwa kita dengan kasih, melalui hari ke depan dengan senyuman, tetapkan langkah kita dengan syukur dan sucikan hati kita dengan permohonan maaf. Taqobballahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua, dan kita kembali fitrah dan meraih kesuksesan. Dan semoga setiap tahun kita selalu dalam kebaikan.

Saya dan keluarga menyampaikan :

Di hari yang fitri ini
Dengan ketulusan dan kerendahan hati
Yang mungkin sering membuat resah gelisah
Mohon maaf segala khilaf dan salah

Kupat kecemplung santen
Menawi kulo lepat nyuwun pangapunten

Suminten kejedug jendelo
Nyuwun ngapunten sedoyo lepat kulo
Mugi sehat lan selamet sedoyo

Di Irian ada burung Cendrawasih
Cukup sekian dan terima kasih

Magelang, 1 Syawal 1432 H (bertepatan tanggal 31 Agustus 2011)

Senin, 30 Mei 2011

Tanda-Tanda Cinta 4


Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ke-duapuluh satu)
Posting by: Mas Kus


Tanda - tanda cinta ketujuh; sang pencinta selalu ingin mendengar nama orang yang dicintai. Senang membicarakannya, menjadikannya bak mentari pagi yang bakal menerangi dunia. Seakan tidak ada tempat lain senyaman di sisinya,sehingga tidakperlu segan dan takut lagi untuk mendatanginya. Jadi, demikianlah adanya. Kecintaannya pada sesuatu akan membuatnya buta dan tuli. Contohnya, meskipun ia tidak memperoleh manfaat sedikit pun dari tempat dimana kamu berada, tetapi kalau disitu tengah terjadi pembicaraan hangat mengenai orang yang dicintainya, pastilah ia enggan beranjak dari sana.

Bagi orang yang sedang mabuk cinta,apabila mendengar kekasihnya dicerca orang , ketika ia sedang makan, boleh jadi nasi yang ditelan itu akan tersendat di tenggorokan. Apabila nama kekasih dibuat penggunjingan saat ia minum, maka air yang diminumnya serasa penuh duri di kerongkongannya. Dan apabila nama sang kekasih tiba-tiba mewarnai orang yang baru dikenal,maka bermacam-macam tanda tanya besar pasti akan berseliweran dikepalanya. Sebab,layar batin dan pikirannya mulai dipenuhi bayangan-bayangan orang yang dipujanya selama ini.

Jika berita yang sampai di telinganya adalah buruk, maka akan terlihat perubahan mendadak pada air mukanya. Wajah yang semula cerah, tiba-tiba jadi murung. Gerak gerik yang semula lepas lepas-bebas jadi tegang-kaku dan serba salah. Lama kelamaan tutur katanya pun makin terbatas, kemudian sering diam seperti merenung kehilangan gairah komunikasi yang semula begitu tinggi.

Tanda-tanda cinta kedelapan; ciri ciri lain orang yang jatuh cinta adalah suka menyendiri, atau melamun. Dalam kesendirian itu seakan ia benar-benar menikmati kebebasannya tanpa batas. Tidak ada penghalang apa pun untuk berkelana, bergerak, dan menyeruak menuju tambatan hati. Ini semua merupakan bukti yang tidak dapat dipungkiri dan kenyataan yang tidak dapat dibantah mengenai adanya rasa cinta yang tersembunyi di balik relung labirin jiwanya.

Bersambung...
Tanda-tanda cinta ke-sembilan

Wallahu a'lam bi shawab.

Tanda-Tanda Cinta 3


Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Keduapuluh)
Posting by: Mas Kus

Tanda Cinta Keenam, perasaan senang yang terus melimpah membuat wajahnya cerah berseri. Kadang merasa sempit meskipun berada di padang yang luas. Selalu tertarik pada sesuatu yang diambil atau dipegang oleh sang kekasih. Banyak memberikan isyarat halus dan rahasia. Duduknya tidak bisa tegak, tetapi agak menyamping atau bersandar. Sering mengusap tangan saat berbicara, mengelus bagian-bagian tubuh yang nampak, mencecap sisa minuman yang pujaan hati, dan menyukai tempat-tempat tertentu yang dijadikan ajang memadu kasih dengan tambatan hatinya.

Perilaku orang yang jatuh cinta kadang berlebihan, baik rasa senang ataupun sebaliknya, kesedihan yang terlalu dalam yang bisa mencelakakan jiwa raga. Tertawa banyak dan terbahak dapat mengeluarkan air mata. Hal-hal seperti ini banyak terjadi, dan ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Sepasang kekasih yang mempunyai tingkat kecintaan yang sepadan dan terlalu ketat dibelenggu cinta, waktu waktu kebersamaan mereka sering malah dihabiskan tanpa makna. Sebab, dengan kesepadanan tersebut justru membuat masing-masing jadi lebih berani melontarkan pernyataan yang bertentatangan. Jika sudah demikian, mungkin akan muncul riak-riak kecil yang dapat berubah menjadi gelombang. Kemudian masing-masing akan mengomentari pendapat yang dilontarkan pasangannya, lalu menafsirkan dengan agak menyimpang dari makna yang seharusnya untuk menguji sejauh mana kokoh-kuatnya keyakinan masing-masing tentang pasangannya.

Perbedaan paham, perselisihan kadang merupakan suatu yang tak bisa dielakkan, akan tetapi hal tersebut akan segera pudar dan cair seiring dengan pulihnya ketenangan jiwa. Peristiwa bantah membantah hanya sekejap, dan semuanya akan menguap. Serupa mendung di musim kemarau yang ditiup angin pasat tenggara. Perselisihan kecil itupun cepat mereda , dan keduanya kembali terlibat dalam canda dan tawa dengan hati yang berbunga-bunga. Kejadian demikian bisa saja terjadi berulang kali dalam satu waktu. Memang untuk menjalin cinta sejati diperlukan perjuangan yang benar disertai rajutan kasih yang tulus, sehingga benih cinta yang dihasilkan nanti diharapkan benar-benar cinta sejati yang tidak mudah goyah dan patah ketika badai menerpanya berkali-kali.

Bersambung…
(Tanda-Tanda Cinta ketujuh)

Wallahu a’lam bi shawab.

Minggu, 29 Mei 2011

Tanda-Tanda Cinta 2

Kemana Menemukan Cinta
(bagian ke sembilan belas)
Posting by: Mas Kus

Tanda ketiga, senantiasa bergegas menuju tempat di mana sang kekasih berada. Kemudian sesampainya di tempat tujuan, ia segera mendekat dan merapat demikian dekat dengan pujaan hati. Di saat seperti itu, ia benar-benar melupakan kegiatan apa pun yang menjauhkan dirinya dengan sang pujaan, melecehkan kata nasihat maupun pepatah-petitih yang bakal merusak kedekatan dan keeratan yang demikian indah menggetarkan bersama dambaan hati. Dalam hal ini beliau tuliskan beberapa bait syair:

Saat aku pergi darimu, aku berjalan
Seperti seorang yang digiring pada kemusnahan
Kedatanganku padamu, bagai
Rembulan cumbui matahari
Dan saat kuharus pergi darimu, bagi gemintang
Tinggi yang diam enggan melangkah

Tanda Keempat, munculnya kegugupan sekaligus keceriaan yang menyeruak di wajah sang pencinta tatkala melihat kekasihnya muncul secara tiba-tiba dan tak disangka-sangka. Kejadian yang sama juga akan tampak ketika melihat orang yang mirip dengan sosok sang kekasih, mendengar namanya disebut, atau merasakan adanya tanda-tanda yang sama dengan apa yang terdapat pada pujaan hatinya . Dalam hal ini beliau tuliskan beberapa penggal syair:

Bila mataku melihat orang berbaju merah
Hatiku seakan diguncang badai dan disambar petir

Tanda Kelima, melakukan apa saja yang bisa dilakukan walaupun sebelumnya tidak pernah melakukan dan tidak pandai melakukan. Memang gara-gara cinta, banyak orang kikir menjadi pemurah. Pendiam jadi banyak bicara, penakut jadi pemberani, yang jelek kelakuannya mendadak ramah, yang pandir tiba-tiba beradab, yang tidak suka dandan jadi suka berhias, yang miskin berlagak sok kaya, yang tua bergaya seperti anak muda, yang saleh menjadi genit, dan yang pengecut menjadi berani berkurban.

Tanda-tanda cinta tadi muncul sebelum api cinta dinyalakan, sedangkan ketika cinta mulai menapak-menjadi, maka tiba-tiba semua pembicaraan menjadi sangat pribadi. Masing-masing terkesan mulai menutup diri, dan seluruh perhatiannya hanya tercurah secara nyata kepada kekasihnya belaka. Sebagian dari ciri-ciri cinta diungkapkan dalam sejumlah bait syair berikut:

Kunikmati semua pembicaraan tentang dirimu
Kuanggap wewangian dari ambar yang mempesona
Bila ia katakan sesuatu, kukatakan tak pernah dengar ini sebelumnya
Dari orang yang pernah bertemu denganku
Andai saja aku bersama sang Khalifah
Sungguh ia takkan palingkan aku dari yang kukasihi
Jika terpaksa aku harus pergi darinya, maka aku selalu menoleh ke arahnya
Dan jalanku jadi tak karuan
Mataku masih bersamanya sedang tubuhku pergi darinya
Seperti sedang perhatikan orang baik tenggelam di lautan
Jika kau katakan, mungkinkah kau tembus angkasa
Aku katakan, ya dan aku tahu dimana tangga menuju sana

Bersambung, tanda cinta keenam...
Wallahu a’lam bi shawab

Sabtu, 28 Mei 2011

Tanda-Tanda Cinta 1


Kemana Menemukan Cinta
(Bagian ke delapan belas)
Posting by: Mas Kus

NAMPAKNYA hanya orang-orang yang cerdas dan mempunyai kepekaan rasa tinggi saja yang dapat menangkap tanda-tanda cinta dan kemudian menerjemahkannya. Benarkah getaran-getaran cinta itu bisa terungkap secara nyata ataukah hanya sebuah praduga?

Berikut ada beberapa tanda-tanda cinta yang di ekspresikan dari sebuah tulisan Ibnu Hazm Al-Andalusi yang berjudul Thuq al-Hamamah (Sabda Cinta) . Beliau mengukuhkan dirinya sebagai pemikir realis dan membumi. Karya unik yang disajikan cukup menarik untuk disimak, ia mengkaji soal cinta dan dan kasih sayang pada abad pertengahan; di barat dan timur, di dunia Islam maupun non muslim. Ia menelusuri perkembangan cinta, menganalisis unsur-unsurnya, meramu antara pemikiran filosofis-sastra dan realitas sejarah. Tanda-tanda cinta itu antara lain sebagai berikut:

Tanda Pertama, tatapan mata. Mengapa getaran-getaran cinta dapat memantul lewat sorot mata, tiada lain karena mata merupakan gerbang dari keluasan jiwa manusia. Mata, memang banyak mengungkap kerahasiaan jiwa kita, menyampaikan pesan-pesan rahasia, serta menuturkan kedalaman isinya. Tentunya, kita pernah menyaksikan, setiap kali bertemu dengan kekasihnya seorang pencinta hampir tidak mau mengedipkan matanya dari sosok yang dicintainya itu. Mata itu terus mengikuti ke mana gerak langkah sang kekasih. Jika perhatian sang kekasih berpindah pada suatu yang baru, dia pun akan mengarahkan perhatiannya ke sana pula. Dalam salah satu syair beliau tuturkan:

Tak ada persinggahan bagi mataku selain dirimu
Engkau seperti kata orang tentang indahnya permata
Aku arahkan mata ke mana engkau mengarahkannya
Aku selalu mengikutimu, bagai na’at (sifat) dan man’ut (yang disifati) dalam ilmu nahw (tata bahasa Arab).

Tanda Kedua, selalu melayani pembicaraan orang yang dicintai. Dalam setiap kesempatan, hampir-hampir ia tidak ingin melayani pembicaraan orang selain yang dikasihinya. Ia mendengarkan apapun yang dikatakan oleh kekasihnya dengan seksama dan penuh perhatian. Sesekali bahkan mengiyakan terhadap apa yang disampaikan walaupun yang dikatakan itu sesungguhnya mustahil atau diluar kebiasaan. Kadang ia juga membenarkan ucapan kekasihnya walaupun sesungguhnya berbohong. Menyetujuinya meskipun dibalik semuanya terdapat kezaliman, mempersaksikannya walaupun ia membuat kepalsuan. Seakan-akan dirinya rela mengikutinya ke mana pun perginya sang kekasih, dan menerima begitu saja semua ucapannya dengan serta merta.
Aneh ya, begitulah fenomena cinta. Orang pinter ; S2, S3 kadang nampak ’blo-on’ karena cinta.

Bersambung, tanda cinta ketiga...
Wallahu a’lam bi shawab

Selasa, 24 Mei 2011

Tata Cara Makan dan Minum


Nasihat Untuk Temanku : Agar Sehat Dan Selamat Dari Segala Penyakit
Posting oleh : Mas Hamdan MR

SEHAT itu nikmat yang harus disyukuri. Betapa tidak? Mau makan-minum, apapun terasa nikmat. Mau jalan-jalan atau melakukan aktifitas apapun bisa. Akan tetapi bila badan ini sakit, jangankan untuk jalan-jalan, bangun dari tempat tidur saja kadang tidak mampu. Berbagai makanan enak yang disediakan gratis pun tidak terasa enak, bahkan sesuap pun makanan lezat tersebut tak mampu menyantapnya.

Temanku, berikut ini ada nasihat dari seorang ‘alim (Syekh M. Syakir) tentang Tata Cara Makan dan Minum agar badan sehat dan selamat dari segala penyakit, maka janganlah memasukkan makanan bertumpuk-tumpuk ke dalam perut kita
Janganlah kita makan kecuali kalau kita memang benar-benar lapar, dan apabila kita makan janganlah kita penuhi perut kita dengan makanan. Rasulullah Saw bersabda yang artinya:”Tidaklah manusia memenuhi lambung, yang lebih buruk dari bagian perutnya.” (HR Ahmad, Turmudzi dan Hakim)

Temanku, jika kita makan, basuhlah terlebih dahulu kedua tangan kita, sebutlah Asma Allah di depan makanan kita dan janganlah kita melahap makanan dengan rakus, tetapi kunyahlah suapan dengan baik, karena kunyahan yang baik akan membantu proses pencernaan dan makanlah dari makanan yang sesuai. Janganlah kita mengulurkan tangan kita di tempat hidangan kesana kemari , karena hal itu termasuk perbuatan yang tidak baik lagi dibenci.

Temanku, janganlah kita makan seperti makannya orang-orang rendahan dan hina. Misalnya, di pasar-pasar, di tengah jalan, atau dengan cara melucu, karena hal itu dapat mengurangi muru’ah (harga diri) dan menghinakan orang yang mulia.
Hindarilah sifat pelit dan sikap tidak baik; apabila kita kebetulan duduk, sedangkan disamping kita ada orang yang kita kenal atau tidak kenal, maka ajaklah makan bersamamu. Jika ada sisa makanan darimu, sedekahkanlah kepada orang yang membutuhkan dan janganlah kita meremehkan sesuatu yang kita sedekahkan, karena sedekah yang sedikit mempunyai tempat yang berarti dan sangat dibutuhkan orang-orang yang fakir. Janganlah kita menghinanya dan janganlah kita sertai sedekah kita dengan menyakiti orang yang kita beri sedekah. Allah Swt berfirman : "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) QS Al Baqarah 262


Dan agar kita bersungguh-sungguh menyembunyikan sedekah kita dari manusia, karena sedekah sirri (rahasia) dapat meredam kemarahan Allah Ta’ala.

Wahai Temanku, takutlah makan dan minum di wadah yang kotor, barangkali kita terkena penyakit untuk diri kita sendiri, karena disebabkan kekotoran wadah tersebut, sehingga tidak berguna lagi pengobatan ke dokter. Janganlah minum air, kecuali air bersih dari ,kotoran . Dan jika kita minum sebutlah Asma Allah sebelum kita minum. Janganlah kita minum air sekaligus, tetapi minumlah seteguk demi seteguk , sedikit-demi sedikit dan beristirahatlah sewaktu kita minum dan hendaklah tiga kali, setiap kalinya dipisah dengan menyebut Asma Allah Ta’ala.


Jika kita telah selesai makan dan minum, maka panjatkanlah pujian kepada Allah Swt (dengan bacaan hamdallah “Alhamdulillah”) yang telah memberimu makan dan minum dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung. Allah yang mengatur , memberi hidayah dan petunjuk kepadamu.
Demikian semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bi shawab

Senin, 02 Mei 2011

Alhamdulillah Yaa Rabb


Segala Puji Syukur Bagi-Mu
Posting by: Mas Kus

BETAPA melimpah nikmat itu tercurah kepada kita, dari setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi yang kita pijak, setiap hembusan angin yang bertiup sepoi-sepoi yang kita rasakan, setiap tarikan udara yang kita hirup , setiap tetesan air hujan yang tercurah yang kita manfaatkan, serta masih banyak sekali nikmat lain yang rasanya terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu.

Pada dasarnya segala nikmat yang diperoleh manusia harus disyukurinya. Nikmat diartikan oleh sementara ulama sebagai “segala sesuatu yang berlebih dari modal yang kita miliki.” Adakah manusia memiliki sesuatu sebagai modal? Jawabannya, “Tidak”. Bukankah hidupnya itu sendiri adalah anugerah dari Allah? Allah Swt berfirman ,”Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (QS. Al Insan : 1) Nikmat itu begitu berlimpah ruah, “Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.” (QS Ibrahim :34)

Akan tetapi, disadari umumnya manusia hanya berjanji untuk bersyukur saat mereka menghadapi kesulitan. Kemudian setelah kesulitan itu terlampaui kita pun lupa kembali. Begitulah “ritme” selalu mewarnai episode demi episode kehidupan. Memang, pada hakikatnya kita tidak mampu untuk mensyukuri Allah dengan sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Maka , sudah sepatutnya ungkapan syukur itu terucap dari lisan hamba yang ikhlas sebagamana diajarkan ,”wa qul, alhamdulillah” (katakanlah “Alhamdulillah”)

Dari Jabir ra. Rasulullah saw. bersabda:” Allah tidak memberi suatu nikmat kepada seorang hamba, kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah, kecuali Allah menilai ia telah mensyukuri nikmat tersebut. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah yang kedua, maka Allah akan memberikan pahala yang baru lagi. Apabila dia mengucapkan Alhamdulillah untuk ketiga kalinya, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Hakim dan Baihaqi)

Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah Saw. bersabda:
“Perbanyaklah kalian membaca Alhamdulillah, karena sesungguhnya bacaan Alhamdulillah itu mempunyai mata dan sayap, yang selalu mendoakan di dalam surga dan memohonkan ampunan bagi pembacanya sampai hari kiamat.” (HR. Dailami)

Dari Abu Umamah ra. Rasulullah Saw. bersabda:
“Allah tidak akan memberi nikmat kepada seorang hamba, kemudian ia memuji kepada-Nya, kecuali pujian itu akan lebih utama daripada nikmat tersebut, meskipun nikmat itu lebih besar.” (HR. Thabrani)

Dalam suatu riwayat, Nabi Dawud a.s. bersabda:
“Ya Tuhanku, tidak ada suatu rahmat pun pada diri anak Adam, kecuali di atas dan di bawah rambut itu ada nikmat, maka dengan apa anak Adam dapat mensyukuri nikmat itu? Kemudian Allah Swt. Berfirman kepadanya: “Hai Dawud, sesungguhnya aku telah memberi nikmat yang sangat banyak, namun aku rela dengan pujian yang sedikit. Dan sesungguhnya syukurmu atas nikmat itu adalah kamu mengerti dan mengakui bahwa nikmat-nikmat yang telah kamu terima itu dari Aku.” Dalam riwayat yang lain, Nabi Dawud a.s berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa bersyukur kepada-Mu, sementara syukur itu juga merupakan nikmat dari-Mu kepadaku?” Allah Swt. Berfirman: “Sekarang juga engkau telah bersyukur kepada-ku, hai Dawud.”

Wallahu a’lam bi shawab.
(Pustaka: Terjemah Qurratul Uyun dan Wawasan Al Qur’an)

Minggu, 01 Mei 2011

Pendidikan Anak


Menyiapkan Kader Masa Depan
Posting by: Mas Kus


MENDIDIK anak berarti menanamkan bibit kepribadian dan benih-benih akhlaq yang luhur kepada jiwa anak , kemudian memupuknya dengan nasihat yang baik sehingga akarnya akan tertancap dalam lubuk dasar hatinya, dan dapat membuahkan hasil yang berguna bagi dirinya, keluarganya, masyarakat , agama, nusa dan bangsanya.

Tentunya, sejalan tujuan pendidikan yang pernah dirumuskan oleh Tokoh Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara yang dikenal dengan istilah “Tri Nga”. Nga pertama, ngerti artinya mengerti atau memahami pada aspek kognitif. Nga kedua adalah ngerasa artinya merasakan pada aspek afektif, dan nga ketiga, ngelakoni artinya melaksanakan atau mengajarkan pada aspek psikomotorik.Pendidikan itu diarahkan kepada agama yang suci, akhlak yang tinggi, serta kepribadian dan keluasan ilmu pengetahuan, disamping kesehatan jasmani dan rohani.

Orang tua mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, karena baik dan buruknya anak tergantung dari pendidikan orang tuanya. Sabda Rasulullah Saw: Kullu mauludin yuuladu ‘alal fithrah… yang artinya setiap bayi dilahirkan dengan dasar fithrah (kesucian dan keaslian manusia, yaitu bertauhid kepada Allah Ta’ala), maka kedua orang tuanya menjadikannya sebagai orang yahudi, Nasrani, atau Yahudi… (HR Bukhari)
Dan apabila kedua orangtuanya tidak bisa memberikan pendidikan sendiri, maka sebaiknya diserahkan kepada para ustadz/pengajar untuk memberikan pendidikan yang sebaik-baiknya.

Secara garis besar ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan:

Pertama, pendidikan Iman. Maksudnya yakni menanamkan anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz. Termasuk pula disini adalah mengenalkan hukum halal dan haram kepada anak sejak dini, menyuruh anak untuk beribadah , menanamkan cinta rasul dan keluarganya serta mengajarkan membaca al qur’an.

Kedua, pendidikan moral. Maksudnya adalah memberikan pendidikan prinsif dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf.Termasuk persoalan yang tidak diragukan lagi, bahwa moral, sikap, dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagama-an seorang yang benar.

Ketiga, pendidikan fisik (jasmani). Tanggungjawab lain yang juga dibebankan kepada para pendidik atau orang tua adalah tanggung jawab pendidikan fisik. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, bergairah dan bersemangat.

Keempat, pendidikan rasio (akal). Maksudnya adalah pendidikan yang ditujukan untuk membentuk pola pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu agama, kebudayaan, dan peradaban. Dengan demikian pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan dsb.

Kelima, pendidikan Kejiwaan. Maksudnya adalah mendidik anak semenjak mulai mengerti supaya berani terbuka, mandiri, suka menolong, sabar mengendalikan amarah, dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak.

Keenam, pendidikan sosial. Maksudnya adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan perilaku social yang utama, mendasarinya pada aqidah islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam. Agar di tengah-tengah masyarakat nanti ia mampu bergaul dan berperilaku social secara baik, memiliki keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.

Demikian serangkaian tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak yang tidak ringan dan kompleks, sehingga dibutuhkan perhatian dan kasih sayang, pemahaman serta kesabaran.


Wallahu a’lam bi shawab
(Pustaka :Pendidikan Terhadap Anak , Tradisi Islami)

Jumat, 29 April 2011

Memakmurkan Masjid


Membangun Masjid dan Membangun Ibadah
Posting by: Mas Kus

ADA anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa tugas memakmurkan masjid adalah tugasnya “pak Kaum” atau takmir masjid. Pendapat demikian kiranya bisa dimaklumi, mengingat bahwa secara umum masyarakat Muslim pada umumnya tidak mungkin akan sempat dan mampu mengurus langsung masjid mereka. Sementara mereka telah mempercayakan kepada pak kaum atau Takmir Masjid, sehingga seolah-olah segala hal ikhwal kemasjidan diserahkan sepenuhnya kepada mereka.

Memakmurkan masjid artinya bagaimana kita mengerjakan hal-hal yang semestinya untuk masjid , seperti memberikan hamparan atau permadani, membersihkannya, memberikan penerangan, mengurus bangunannya, dan mendatanginya secara rutin untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Swt. Pendek kata segala hal yang menyangkut masjid, baik pembangunan , renovasi fisik atau pemeliharaan fisiknya sebagaimana pernah dilakukan oleh Sahabat Utsman ra. Sewaktu beliau (Khalifah Utsman ra) bermaksud merenovasi masjid Rasul dengan memakai batu ukir, mencatnya memberinya atap kayu saj, dan meletakkan tiang-tiangnya pada fondasi batu, pada tahun tiga puluh Hijriyah, maka orang-orang memperbincangkan hal ini, lalu Khalifah Utsman menyebutkan hadist ini yang artinya kurang lebih: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:”Barang siapa yang membangun masjid dengan mengharapkan pahala Allah, niscaya Allah akan membangunkan hal yang semisal untuknya di dalam surga.” Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “ Sebuah gedung di dalam surga.” (Riwayat Khamsah kecuali Abu Daud)

Maksudnya, barang siapa yang membangun Masjid, baik dengan tangannya, dengan hartanya, dengan kedua-duanya, dengan perintahnya, atau melalui anjurannya, kesemuanya itu dikategorikan sebagai pembangunan masjid. Dan pembangunan tesebut dikerjakan dengan mengharapkan pahala Allah, atau dengan kata lain karena demi Allah Swt, maka ia akan mendapat pahala tersebut. Adapun apabila karena ria dan pamer maka orang yang bersangkutan tidak akan mendapat pahala.

Disamping urusan pembangunan fisik masjid tersebut, juga yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana memajukan kegiatan ibadah pada umumnya. Oleh karena demikian kompleksnya tugas yang diamanahkan kepada pengelola masjid, maka sebenarnya memakmurkan masjid bukan hanya tugas fungsional Takmir masjid lewat petugas kebersihan atau seksi tertentu saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab seluruh kaum Muslimin. Lebih–lebih berkaitan dengan bagaimana kemajuan kegiatan ibadahnya , akan sangat diharapkan partisipasi aktif dan kepedulian seluruh komponen masyarakat muslim dalam upaya memakmurkan masjid ini.

Persoalan yang sering kita hadapi, justru masjid telah kita miliki dengan bangunan megah dan fasilitas yang representatif, akan tetapi ternyata sepi dari kegiatan keagamaan pada umumnya; seperti taklim, shalat lima waktu berjamaah, majlis dzikir, dsb.

Orang-orang yang memakmurkan masjid Allah swt, memang termasuk orang yang beruntung , karena disebutkan Allah swt :”Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah; merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS at-Taubah: 18)

Demikian pula Rasulullah Saw menyebutkan mereka yang memakmurkan masjidnya Allah swt (HR Khamsah kecuali Abu daud), termasuk salah satu dari 7 orang yang yang mendapat naungan Allah kelak di hari yang tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu atl : lelaki yang hatinya terpaut kepada Masjid. Dikatakan demikian karena kecintaannya yang sangat kepada masjid. Ia sering datang dan pergi ke mesjid untuk beribadah kepada Allah. Hal ini merupakan pertanda kesempurnaan iman dan kecintaannya kepada Allah swt.

Begitulah, pintu masjid-masjid Allah masih terbuka. Menunggu kehadiran dan uluran tangan memakmurkannya. Sebelum terlambat, pintu-pintu itu tertutup untuk selamanya.

Wallahu a’lam bi shawab.
(foto: Doc.Pry/Beduk Masjid LebakBulus/2011/4)

Selasa, 26 April 2011

Tiga Macam Teman


Temanku- Sahabatku (2)
Setiap Orang Pasti Memiliki Teman Hingga...
Posting by : Mas Kus

SEBAGAI bagian dari lingkungan pergaulan, keberadaan seorang teman ikut mewarnai kehidupan sehari-hari. Tidak terelakkan bahwa karena keberadaannya seorang teman sering dapat mempengaruhi terhadap hal-hal yang baik, misalnya menuju ketaqwaan dan keluhuran jiwa. Atau bahkan sebaliknya juga dapat mempengaruhi ke hal-hal yang negatif. Maka, teman ada yang baik dan ada pula yang kurang baik.

Banyak ahli hikmah memberikan petuah berkaitan dengan berteman, lihatlah siapa temanmu. Rasulullah Saw bersabda:”Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium bau yang tidak sedap.” (HR. Bukhari)

Maka menurut Bakr bin Abdullah Abu Zaid, teman itu ada bermacam-macam; Ada teman yang bisa memberikan manfaat; ada teman yang bisa memberikan kesenangan; ada teman yang bisa memberikan keutamaan. Adapun dua jenis yang pertama itu rapuh dan mudah terputus karena terputus sebab-sebabnya. Sedangkan yang ketiga, maka itulah yang dimaksud persahabatan sejati. Terjadi interaksi timbal balik yang disebabkan karena kokohnya keutamaan masing-masing keduanya. Dan pertemanan demikian yang sebenarnya didambakan.

Namun demikian mendapatkan teman, atau lebih tepat dikatakan ‘sahabat’ seperti di atas tidaklah mudah. Berteman dalam suasana duka nestapa, yang banyak membutuhkan uluran tangan dan kebesaran jiwa. Lain halnya, apabila mencari teman untuk bersuka ria , tentu akan relatif mudah mendapatkannya.

Barangkali ada benarnya apa kata Bang Rhoma Irama :

Mencari teman memang mudah
pabila untuk teman suka
Mencari teman tidak mudah
pabila untuk teman duka

Banyak teman di meja makan
Teman waktu kita jaya
Tetapi di pintu penjara
Disana teman tiada

Sesungguhnya nilai teman yang saling setia
Lebih dari saudara
Itu hanya mungkin bila di antara kita
Seiman seagama
Seumpama tubuh ada yang terluka sakitlah semua

Namun demikian, setiap orang pasti memiliki teman yang menemaninya selama hidup di dunia ini hingga kematian menjemputnya bahkan sampai di alam akhirat.

Rasulullah Saw bersabda:” Yang akan menjadi teman seluruh anak Adam itu ada tiga: Pertama, teman yang menyertai hanya sampai sekarat; kedua, teman yang menyertai hanya sampai kuburan ; dan yang ketiga, teman yang menyertai sampai alam mahsyar. Adapun teman yang sampai sekarat , yaitu harta; yang sampai kuburan, yaitu saudara atau kerabat; sementara yang ketiga yang menyertai sampai alam akhirat, yaitu amal.” (HR. Muslim)

Demikianlah hidup ini harus memiliki teman dan rasanya sungguh berat hidup tanpa seorang teman. Maka berbahagialah kita memiliki teman-teman yang baik.

Wallahu a’lam bi shawab.

Senin, 25 April 2011

Temanku-Sahabatku,...(1)


Kau Memang Temanku Sejati
Posting by: Mas Kus

DIA memang bukanlah seorang saudara, juga bukan tetangga dekat, melainkan hanya seorang teman. Tetapi dia selalu hadir membantu ketika aku berada dalam kesulitan; bahkan tetap bersedia membantuku dengan ikhlas ketika orang lain tidak bisa memberikan apa-apa .

Begitulah ceritanya, ternyata dia teman, sahabat , bahkan melebihi saudara atau tetangga dekatku. Heran ya, dia memang seorang yang berbudiluhur melebihi tetangga dekat, sebagaimana perilaku yang disampaikan oleh Nabi Saw. Al Faqih, dari Abu Qasim Abdirrahman bin Muhammad dengan sanadnya dari Hasan Bashry ,katanya:”Rasul Saw ditanya,”Apakah hak tetangga kepada tetangga lainnya? Beliau menjawab:”Jika berhutang kau beri hutangnya,undangannya kau penuhi, jika sakit kau ziarahi, jikaminta tolong kau beri pertolongan, jika kena musibah kau hibur, jika mendapat keuntungan kau ucapkan selamat, jika mati, kau antar jenazahnya, jika bepergian kau jaga rumah dan anak-anaknya, janganlah engkau menyakitinya dengan bau masakan, kecuali jika kau beri dari masakan itu kepadanya.”
Demikian akhlaq mulia dari seorang teman sejati, dan seandainya masih belum juga sempurna, mungkin kita bisa mengukur kadar pertemanan kita, dengan meniru atau mirip dikit dari 12 ciri seorang sahabat sejati menurut Imam al-Ghazali sebagai berikut:

1. Jika engkau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu;
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya,maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu;
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya;
4. Jika engkau menawarkan berbuat baik kepadanya,maka ia akan menyambut dengan baik;
5. Jika ia memperoleh sesuatu kebaikan atau bantuan darimu,maka ia akan menghargai kebaikan itu;
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik darimu,maka ia akan berupaya menutupinya;
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh;
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta),maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi;
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu;
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu;
11. jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan,maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu;
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.

Wah, repot memang. Ternyata banyak persyaratan untuk menjadi seorang teman sejati. Itu artinya akuharus kursus dulu menjadi seorang teman yang ...

Wallahu a'lam bi shawab.

Rabu, 20 April 2011

Perputaran Nasib


Berharap Selalu Dalam Kesederhanaan
Posting by: Mas Kus

MISTERI Perjalanan hidup manusia memang kadang sulit diduga. Perputaran nasib seseorang yang berputar bak roda pedati. Begitu tiba-tiba, nasib berbalik 180 derajat, seolah-olah seperti mimpi di siang bolong. Siapa mengira seorang yang dulunya hidup melarat sekarang menjadi konglomerat; yang dulunya orang biasa tak punya apa-apa, kini menjadi kaya raya dan berkuasa.

Sehingga kondisi yang demikian tidak jarang membuat orang menjadi lupa diri. Seperti yang pernah dialami seorang tentara Hajaj yang berpangkat Kapten, namanya Muhallab Abi Sufrah. Dia berjalan begitu sombongnya mengenakan pakaian sutra. Istilah gaulnya, “somsek habis.”, Kemudian, di tengah perjalanan kebetulan ada orang yang mengingatkannya, namanya Mutharrif Abdullah Syauhairy. Katanya:”Hai, Kapten! Berjalanmu dimarahi Allah dan Rasul-Nya?” Kapten pun menjawab,”Kau belum kenal, siapa aku ini?” Jawaban pendek yang mengandung kesombongan ini, dijawab senada oleh Muhallab:”Aku sudah lama mengenalmu, yaitu sperma yang sangat keji asalmu, dan akhir hayatmu bangkai yang keji basin, dan selama ini yang kau bawa dalam perutmu adalah kotoran bau…!” Maka dengan jawaban seperti itu, ternyata menyadarkan sang Kapten sehingga dapat merubah sikap hidupnya menjadi seorang yang rendah hati.

Begitulah dunia, beraneka warna. Sebagai bagian dari proses pembelajaran, kiranya bisa dimaklumi bila pernah berbuat yang tidak sepatutnya. Akan tetapi, agama mengajarkan agar orang tetap rendah hati (tawadlu’) dalam kondisi apa pun, apalagi dalam situasi yang serba pas-pasan

Sahabat Rasulullah Saw dapat memberikan gambaran bagaimana perubahan status mereka , tidak menjadikannya bersikap sombong, tetapi tetap rendah hati. Dalam salah satu Hadist diceritakan bahwa Cholid bin Umar Al-‘Adawy berkata: Ketika Utbah bin Chazwan menjabat gubernur Basrah, pada suatu hari ia berkhotbah, dan setelah memuji syukur kepada Allah ia berkata: Amma ba’du, maka sesungguhnya dunia ini telah mengingatkan kepadamu akan habis dan rusak, dan berjalan terus dengan cepat, dan tiada sisa daripadanya kecuali sebagai sisa minuman yang dalam corong (cerek) yang dituangkan oleh yang punya. Dan kamu bakal kembali dari padanya ke tempat yang tiada habisnya, maka kembalilah dengan sebaik-baik bekal yang ada padamu, karena telah dikabarkan bahwa, kalau sebuah batu dilemparkan ke dalam Jahannam, maka menyelam hingga tujuh puluh tahun belum sampai ke dasarnya, demi Allah neraka itu akan dipenuhi. Apakah kamu heran. Juga dikabarkan kepada kami bahwa antara dua ambang pintu surga seluas perjalanan empat puluh tahun, tetapi akan terjadi pada suatu hari ia sesak berjejalan orang. Dahulu ketika kami masih bertujuh dari tujuh orang bersama Rasulullah saw tidak mendapat makanan kecuali daun-daun pohon, sehingga luka-luka bibir kami, dan saya membelah selembar kain panas untuk kami pakai sebagai sarung saya dengan Sa’ad bin Malik separuh-separuh kami berdua. Tetapi kini tiada seorang diantara kami melainkan sudah menjadi gubernur di suatu daerah. Dan saya berlindung kepada Allah, jangan sampai saya dalam pandangan diriku besar padahal dalam pandangan Allah kecil. (HR Muslim)

Demikianlah sebuah renungan dan harapan agar hidup dalam kesederhaanaan, dan berlindung kepada Allah, agar jangan sampai dalam pandangan diri ini besar padahal dalam pandangan Allah kecil.

Wallahu a’lam bi shawab.
(Pustaka: Tanbihul Ghafilin, Riadus Shalihin)

Minggu, 17 April 2011

Pertanyaan Untuk Yang Bujangan


Bila Sudah Mampu Segeralah…
Posting by: Mas Kus

PERTANYAAN itu memang tergolong tidak ilmiah, namun demikian banyak yang kesulitan memberikan jawaban yang ‘pas’. Misalnya, ketika menghadiri sebuah pertemuan keluarga di suatu tempat. Sebagaimana kebiasaan saudara atau teman yang lama tidak ketemu, membuka prolog dengan menanyakan perihal keluarga, “Kok, nggak sama Istri atau anak, mas?”. Yang paling membingungkan ternyata yang ditanya sampai sekarang belum juga ketemu jodoh. Padahal sudah, ‘, naik gunung-turun gunung, menyusuri lembah dan ngarai, muter-muter, sana-sini, kok belum ketemu juga. Banyak yang ditimbang-timbang, kali ya? Entahlah !

Dalam hati ia bergumam ,”Emangnya nggak ada pertanyaan lain apa ya?”. Maka, sambil tersipu malu, memberikan jawaban diplomatis,”Belum, Om. Baru Pedekate.” Katanya sambil berlalu, cepat mencari posisi menyelamatkan diri agar tidak diberondong pertanyaan lagi.

Tapi, apapun alasan dan dalih yang disampaikan , tetap saja harus menghadapi kenyataan sebagai seorang bujangan . Pertanyaan-pertanyaan itu secara jujur nampaknya harus direnungkan dan dicarikan solusi. Bukan hanya sekedar mencari alternatif untuk menghindar dari pembicaraan dan pertanyaan.

Kondisi demikian tadi, juga pernah terjadi di Zaman Rasulullah Saw. Seorang laki-laki datang menghadap Nabi Saw. Laki-laki itu bernama Ukaf. Nabi Saw bertanya kepadanya:”Hai Ukaf, apakah engkau sudah mempunyai istri?” Ukaf menjawab,”Belum”. Beliau bertanya lagi:”Apakah engkau mempunyai budak perempuan?” Ukaf menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi:”Apakah engkau orang kaya yang baik?” Ukaf menjawab,”Saya adalah orang kaya yang baik”. Beliau menegaskan :”Engkau termasuk temannya setan. Seandainya engkau seorang Nasrani , maka engkau adalah salah seorang pendeta-pendeta mereka. Sesungguhnya sebagian dari sunahku adalah nikah, maka sejelek-jeleknya orang mati adalah yang mati membujang.” (HR. Ahmad)

Dalam Hadist lain, Rasulullah Saw bersabda:”Miskin, miskin, miskin, laki-laki yang tidak mempunyai istri. Ditanyakan kepada beliau:”Ya Rasulullah, bagaimana kalau dia mempunyai banyak harta?. Nabi Saw menjawab:”Meskipun dia mempunyai banyak harta’. Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: ‘Miskin, miskin, miskin, seorang wanita yang tidak mempunyai suami’. Ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, bagaimana kalau dia mempunyai banyak harta?’ Nabi saw. menjawab:’ Meskipun dia mempunyai banyak harta’.”

Rasulullah Saw juga bersabda:”Barangsiaa menikah karena taat kepada Allah, maka Allah akan mencukupi dan memelihara dirinya.”

Dalam hadist yang lain Rasulullah Saw bersabda: ”Keutamaan orang yang berkeluarga atas orang yang bujangan seperti halnya keutamaan orang yang berjuang atas orang yang berdiam diri. Salat dua rakaat yang dilakukan oleh orang yang sudah berkeluarga lebih baik daripada delapan puluh dua rakaat salat yang dilakukan oleh orang bujangan.” (Al Hadist)

Demikian tadi anjuran bagi para bujang, untuk segera menikah agar lebih sempurna ibadahnya, serta dapat memelihara dirinya dari maksiat dan tentu saja akan dapat memberikan jawaban akurat dan memuaskan ,”Insya Allah, esok pagi saya akan menikah, dan Anda harus datang ya?”

Wallahu a’lam bi shawab.
(Posting by: Mas Kus, Sumber: Terjemah Qurratul Uyun)

Selasa, 12 April 2011

Mengajarkan Anak Selalu Bersyukur


Membekali Anak Dengan Aqidah (2)
Mengajarkan Bersyukur
Posting by: Mas Kus

“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu, sehingga aku lebih ia cintai daripada ayah dan anaknya serta manusia semuanya.” (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Majah)

MEMANG memberikan bekal pemahaman aqidah sebagai fondasi iman kepada anak, tidaklah bisa dibilang ‘ringan’. Setelah menanamkan ke-tauhid-an kepada anak-anak , yang diantaranya dengan memberikan pemahaman agar tidak mempersekutukan Allah swt, maka pemahaman akidah berikutnya yang harus ditanamkan kepada anak adalah senantiasa bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Rasa syukur kepada Allah hendaknya lebih didahulukan dari rasa syukur kepada kedua orangtua, sekalipun kedua orangtua sangat berjasa dalam memelihara dalam mengasuh kita sejak dalam kandungan.
Allah Swt berfirman,"Dan telah Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah tempat kembali." (QS. Luqman 14)

Demikian pula rasa syukur atau terimakasih kita kepada manusia pada umumnya. Secara keseluruhan rasa syukur kepada mereka semua tidak boleh mendahului atau melebihi syukur kita kepada Allah Swt. Sebab, tempat kembali kita semua adalah kepada Allah Swt.

Upaya menanamkan rasa syukur kepada Allah Swt bisa dilakukan dengan mengajak anak mengamati, merasakan, memikirkan karunia Allah yang diberikan kepada si Anak, keluarganya, serta lingkungan sekitarnya.

Selanjutnya adalah menanamkan pemahaman tentang sifat-sifat Allah. Diantaranya adalah Allah Mahakaya, Maha Terpuji, Maha Tahu, Maha Halus dsb. Demikian pula sifat-sifat lainnya yang tergolong dalam asma’ul husna. Keyakinan terhadap- sifat-sifat Allah akan menjadikan anak memiliki dorongan yang kuat untuk mentaati segala perintah Allah.

Kekuatan aqidah merupakan landasan untuk mentaati semua perintah Allah berupa taklif hukum yang harus dijalankan, sebagai konsekuensi keimanan. Oleh karena itu, diperlukan motivasi yang kuat dan sungguh-sungguh , serta kreativitas yang tinggi dari para orangtua untuk menanamkan aqidah yang kuat kepada anak.

Wallahu a’lam bi shawab.

Senin, 11 April 2011

Membekali Anak Dengan Aqidah


Sayangilah Aku (2)
Menanamkan Aqidah Kepada Anak
Posting by : Mas Kus

ANAK merupakan amanah dari Allah Swt yang semestinya dibina dengan penuh kasih sayang dan diupayakan sungguh-sungguh agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara serta dapat menjadi pelipur lara orangtua , penenang hati ayah dan bunda serta kebanggaan keluarga.

Semua harapan tersebut , tentu hanya akan menjadi sebuah harapan belaka yang sulit terwujud , tanpa disertai usaha orangtua untuk memberikan bimbingan atau pendidikan yag memadai kepada anak-anaknya. Salah satu pembekalan awal dan dasar yang sering kali terabaikan adalah menanamkan aqidah sebagai fondasi iman kepada anak. Diantaranya adalah pemahaman agar tidak mempersekutukan Allah dengan apapun, karena perbuatan syirik merupakan sesuatu yang buruk dan merupakan tindak kedzaliman yang nyata, bahkan termasuk dosa besar yang kelak pelakunya akan diazab oleh Allah Swt di hari kiamat. Luqman memberikan contoh bagaimana mengajarkan kepada putranya ,” Ya bunayya laa tusyrik billah, innasy-syirka ladzulmun ‘adziim,” ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah dengan apapun, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” Imam ash-Shabuni menafsirkan Surat Luqman ayat 13 tersebut, “Jadilah orang yang berakal; jangan mempersekutukan Allah dengan apapun, apakah itu manusia, patung ataupun anak. Dan perbuatan syirik merupakan sesuatu yang buruk dan tindak kedzaliman yang nyata. Karena itu siapa saja yang menyerupakan antara Khalik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa dipastikan masuk dalam golongan manusia yang paling bodoh . Sebab perbuatan syirik menjauhkan seseorang dari akal sehat dan hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam sifat dzalim; bahkan pantas disetarakan dengan binatang.

Upaya menanamkan ke-tauhidan kepada anak-anak, hendaknya dilakukan sejak mereka masih anak-anak. Bahkan sesaat ketika sang bayi baru pertama kali mengenal dunia ini pun hendaknya sudah dikenalkan kalimat Tauhid. Rasulullah Saw pernah bersabda, “Bacakanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian kalimat La ilaaha illa Allah." (HR al-Hakim, diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ibnu Abbas ra.)
Dalam Hadits yang lain yang diriwayatkan Ibnu Sinni Rasulullah Saw pernah bersabda,” Barangsiapa dikaruniai anak, kemudian melantunkan suara adzan pada telinga kanan dan iqamah di telinga kirinya maka selamatlah ia dari bisikan jin.”

Adapun metode untuk menyampaikannya, kiranya dapat dilakukan dengan berbagai cara dan wasilah, sesuai dengan tahapan perkembangannya, misalnya dengan mendengarkan, mengucapkankan, menghapalkan kalimat-kalimat tauhid, ayat-ayat Qur’an serta hadits yang terkait, kemudian memahamkan maknanya serta menjelaskan berbagai jenis perbuatan syirik yang pernah dilakukan manusia, khususnya yang terjadi saat ini; maupun menceritakan berbagai kisah umat-umat terdahulu yang menerima adzab dari Allah karena perbuatan syirik mereka, dsb.

Penggunaan cara dan wasilah yang dipilih , tentu akan sangat efektif apabila disukai anak-anak , agar mereka tidak merasa terpaksa (nyaman), dalam menerima pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, menanamkan tauhid kepada anak tidak harus dalam suasana belajar , bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Pada saat anak bermain, makan, ketika mau tidur dsb. Pendek kata, berkaitan dengan metode ini sangat fleksibel, sangat dimungkinkan berbeda dengan metode pembelajaran yang diterapkan kepada orangtua dulu, sesuai sabda Rasulullah Saw, “ Allimuu aulaadakum ghairomaa ‘ullimtun fainnahum khuliquu lizamanin ghairi zamaanikum. (HR. Bhukari) , Didiklah anak-anakmu dengan metode belajar yang berbeda dengan belajar yang diajarkan kepadamu , karena anak-anakmu itu dijadikan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu.

Bersambung...

Wallahu a'lam bi shawab.

Minggu, 10 April 2011

Sayangilah Aku


Sayangilah Anak-anak
Adakah Waktu Untuk Mereka?
Posting by: Mas Kus

RASULULLAH Saw. mengajarkan kepada kita agar berlaku lemah lembut dan kasih sayang terhadap anak-anak; dan betapa besarnya rasa kasih sayang beliau Nabi saw terhadap anak-anak. Oleh karena itu, barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap anak-anak atau hamba-hamba Allah pada umumnya, maka Allah tidak akan menyayanginya.

Abu Hurairah ra menceritakan sebuah hadist, “Rasulullah saw. mencium Al-Hasan ibnu Ali, sedangkan Al Aqra’ ibnu Haabis At-Taimi duduk di hadapan beliau, lalu Al-Aqra’ berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw, memandang kepadanya, lalu bersabda,”Barang siapa yang tidak mempunyai rasa belas kasihan, maka ia tidak akan dibelaskasihani.” (Riwayat Bukhari, Abu Daud dan Turmudzi)

Pada Hadist lain diceritakan oleh Usamah ibnu Zaid r.a , “ Rasulullah saw pernah mengambilku, lalu memangku diriku di atas salah satu pahanya, dan beliau pun memangku Al-Hasan di atas paha yang lainnya. Kemudian Nabi saw. Mendekap kami berdua dan berdoa, “Ya Allah, sayangilah keduanya karena sesungguhnya aku menyayangi keduanya.” (Riwayat Bukhari)

Pada kondisi zaman yang ‘globlalisme’ seperti era ini, nampaknya sangat mungkin perhatian dan kasih sayang orangtua terhadap anak, tergeser oleh kesibukannya mencari nafkah atau aktivitas yang lain. Mulai pukul 5 pagi berangkat kerja dan pulang ke rumah hingga sore hari, bahkan hingga larut malam. Dengan demikian, mereka tidak sempat berkomunikasi dengan anak-anak, karena ketika berangkat kerja anak-anak masih belum bangun, sementara itu ketika orangtua pulang kerja, anak-anak sudah tertidur , di temani Televisi, atau kecapek-an karena seharian main game. Atau bisa jadi, ketika ada waktu luang masing-masing mempunyai acara sendiri-sendiri. Wal hasil, endingnya sama ‘tak ada waktu untuk berkomunikasi dan mencurahkan kasih sayang’. Akibatnya, sisi negatif dari sebuah degradasi tanggungjawab orangtua akan memunculkan berbagai persoalan serius pada anak; mulai dari yang malas belajar, berani pada orangtua, serta kenakalan lainnya.

Mencermati informasi yang disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak, yang dirilis pada BeritaJakarta.Com 28-03-2011 14.50 , bahwa terjadinya kasus kekerasan seks terhadap anak-anak atau pelajar lebih disebabkan, adanya degradasi moral. Hal ini terjadi bisa disebabkan oleh perilaku korbannya yang mengundang atau memicu terjadinya kekerasan seks. Selain itu, karena rendahnya pemahaman terhadap nilai-nilai agama yang juga menjadi pemicunya. Pada sisi yang lain telah terjadi sebuah degradasi tanggung jawab sebagai orangtua dan guru. Namun menurutnya, memang itu semua terjadi didorong faktor kemiskinan. Mungkinkah ini juga memiliki keterkaitan dengan degradasi tanggungjawab orangtua atau kurangnya rasa kasih sayang orangtua terhadap anak-anak. Kendatipun masih banyak faktor pemicu lain yang memperburuk keadaan, sebagai contoh di Jakarta pada tahun 2010, secara keseluruhan terjadi kekerasan seksual mencapai 2.235 kasus, dimana 68,2 persen di antaranya menimpa anak-anak. Sedangkan pelakunya, orang-orang dekat, mulai dari guru, masyarakat hingga temannya sendiri.

Salah Siapa?
Bicara siapa yang salah, biasanya akan lebih mudah mencari ‘kambing hitam’ ketimbang mencarikan solusi dari sebuah permasalahan.

Ada sebuah kisah, seseorang mengadu kepada Umar katanya:”Anakku ini berani kepadaku.” Kemudian Umar pun bertanya kepada anak tersebut,”Kau tidak takut kepada Allah? Kau berani kepada ayahmu, karena tidak melakukan kewajibanmu memenuhi hak ayahmu.” Sang Anak nampaknya tidak mau terima dipersalahkan begitu saja. Katanya melakukan pembelaan, “Hai Amirul Mukminin, apakah orangtua tidak punya kewajiban, memenuhi hak anak?” Jawabnya, “Ada, yaitu : 1. Memilihkan ibu yang baik, jangan sampai terhina akibat ibunya. 2. Memilihkan nama baik, 3. Mendidik dengan Al-Qur’an (agama Islam)”. Kemudian sang anak berkata:”Demi Allah, dia tidak memilihkan ibu yang baik, dia wanita yang dibeli 400 dirham, itulah ibuku, lalu aku diberi nama “kelelawar jantan”, kemudian dia mengabaikan pendidikan Islam bagiku, sampai satu ayat pun aku tidak pernah diajari olehnya. Maka Umar menoleh kepada Ayahnya seraya berkata : “Kau telah durhaka kepada anakmu sebelum ia berani kepadamu, pergilah kau.

Bersambung…

Wallahu a’lam bi shawab.
(Sumber :Mahkota Pokok-Pokok Hadist, Tanbihul Ghafilin)