Rabu, 20 April 2011

Perputaran Nasib


Berharap Selalu Dalam Kesederhanaan
Posting by: Mas Kus

MISTERI Perjalanan hidup manusia memang kadang sulit diduga. Perputaran nasib seseorang yang berputar bak roda pedati. Begitu tiba-tiba, nasib berbalik 180 derajat, seolah-olah seperti mimpi di siang bolong. Siapa mengira seorang yang dulunya hidup melarat sekarang menjadi konglomerat; yang dulunya orang biasa tak punya apa-apa, kini menjadi kaya raya dan berkuasa.

Sehingga kondisi yang demikian tidak jarang membuat orang menjadi lupa diri. Seperti yang pernah dialami seorang tentara Hajaj yang berpangkat Kapten, namanya Muhallab Abi Sufrah. Dia berjalan begitu sombongnya mengenakan pakaian sutra. Istilah gaulnya, “somsek habis.”, Kemudian, di tengah perjalanan kebetulan ada orang yang mengingatkannya, namanya Mutharrif Abdullah Syauhairy. Katanya:”Hai, Kapten! Berjalanmu dimarahi Allah dan Rasul-Nya?” Kapten pun menjawab,”Kau belum kenal, siapa aku ini?” Jawaban pendek yang mengandung kesombongan ini, dijawab senada oleh Muhallab:”Aku sudah lama mengenalmu, yaitu sperma yang sangat keji asalmu, dan akhir hayatmu bangkai yang keji basin, dan selama ini yang kau bawa dalam perutmu adalah kotoran bau…!” Maka dengan jawaban seperti itu, ternyata menyadarkan sang Kapten sehingga dapat merubah sikap hidupnya menjadi seorang yang rendah hati.

Begitulah dunia, beraneka warna. Sebagai bagian dari proses pembelajaran, kiranya bisa dimaklumi bila pernah berbuat yang tidak sepatutnya. Akan tetapi, agama mengajarkan agar orang tetap rendah hati (tawadlu’) dalam kondisi apa pun, apalagi dalam situasi yang serba pas-pasan

Sahabat Rasulullah Saw dapat memberikan gambaran bagaimana perubahan status mereka , tidak menjadikannya bersikap sombong, tetapi tetap rendah hati. Dalam salah satu Hadist diceritakan bahwa Cholid bin Umar Al-‘Adawy berkata: Ketika Utbah bin Chazwan menjabat gubernur Basrah, pada suatu hari ia berkhotbah, dan setelah memuji syukur kepada Allah ia berkata: Amma ba’du, maka sesungguhnya dunia ini telah mengingatkan kepadamu akan habis dan rusak, dan berjalan terus dengan cepat, dan tiada sisa daripadanya kecuali sebagai sisa minuman yang dalam corong (cerek) yang dituangkan oleh yang punya. Dan kamu bakal kembali dari padanya ke tempat yang tiada habisnya, maka kembalilah dengan sebaik-baik bekal yang ada padamu, karena telah dikabarkan bahwa, kalau sebuah batu dilemparkan ke dalam Jahannam, maka menyelam hingga tujuh puluh tahun belum sampai ke dasarnya, demi Allah neraka itu akan dipenuhi. Apakah kamu heran. Juga dikabarkan kepada kami bahwa antara dua ambang pintu surga seluas perjalanan empat puluh tahun, tetapi akan terjadi pada suatu hari ia sesak berjejalan orang. Dahulu ketika kami masih bertujuh dari tujuh orang bersama Rasulullah saw tidak mendapat makanan kecuali daun-daun pohon, sehingga luka-luka bibir kami, dan saya membelah selembar kain panas untuk kami pakai sebagai sarung saya dengan Sa’ad bin Malik separuh-separuh kami berdua. Tetapi kini tiada seorang diantara kami melainkan sudah menjadi gubernur di suatu daerah. Dan saya berlindung kepada Allah, jangan sampai saya dalam pandangan diriku besar padahal dalam pandangan Allah kecil. (HR Muslim)

Demikianlah sebuah renungan dan harapan agar hidup dalam kesederhaanaan, dan berlindung kepada Allah, agar jangan sampai dalam pandangan diri ini besar padahal dalam pandangan Allah kecil.

Wallahu a’lam bi shawab.
(Pustaka: Tanbihul Ghafilin, Riadus Shalihin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar