Minggu, 10 April 2011

Sayangilah Aku


Sayangilah Anak-anak
Adakah Waktu Untuk Mereka?
Posting by: Mas Kus

RASULULLAH Saw. mengajarkan kepada kita agar berlaku lemah lembut dan kasih sayang terhadap anak-anak; dan betapa besarnya rasa kasih sayang beliau Nabi saw terhadap anak-anak. Oleh karena itu, barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang terhadap anak-anak atau hamba-hamba Allah pada umumnya, maka Allah tidak akan menyayanginya.

Abu Hurairah ra menceritakan sebuah hadist, “Rasulullah saw. mencium Al-Hasan ibnu Ali, sedangkan Al Aqra’ ibnu Haabis At-Taimi duduk di hadapan beliau, lalu Al-Aqra’ berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw, memandang kepadanya, lalu bersabda,”Barang siapa yang tidak mempunyai rasa belas kasihan, maka ia tidak akan dibelaskasihani.” (Riwayat Bukhari, Abu Daud dan Turmudzi)

Pada Hadist lain diceritakan oleh Usamah ibnu Zaid r.a , “ Rasulullah saw pernah mengambilku, lalu memangku diriku di atas salah satu pahanya, dan beliau pun memangku Al-Hasan di atas paha yang lainnya. Kemudian Nabi saw. Mendekap kami berdua dan berdoa, “Ya Allah, sayangilah keduanya karena sesungguhnya aku menyayangi keduanya.” (Riwayat Bukhari)

Pada kondisi zaman yang ‘globlalisme’ seperti era ini, nampaknya sangat mungkin perhatian dan kasih sayang orangtua terhadap anak, tergeser oleh kesibukannya mencari nafkah atau aktivitas yang lain. Mulai pukul 5 pagi berangkat kerja dan pulang ke rumah hingga sore hari, bahkan hingga larut malam. Dengan demikian, mereka tidak sempat berkomunikasi dengan anak-anak, karena ketika berangkat kerja anak-anak masih belum bangun, sementara itu ketika orangtua pulang kerja, anak-anak sudah tertidur , di temani Televisi, atau kecapek-an karena seharian main game. Atau bisa jadi, ketika ada waktu luang masing-masing mempunyai acara sendiri-sendiri. Wal hasil, endingnya sama ‘tak ada waktu untuk berkomunikasi dan mencurahkan kasih sayang’. Akibatnya, sisi negatif dari sebuah degradasi tanggungjawab orangtua akan memunculkan berbagai persoalan serius pada anak; mulai dari yang malas belajar, berani pada orangtua, serta kenakalan lainnya.

Mencermati informasi yang disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak, yang dirilis pada BeritaJakarta.Com 28-03-2011 14.50 , bahwa terjadinya kasus kekerasan seks terhadap anak-anak atau pelajar lebih disebabkan, adanya degradasi moral. Hal ini terjadi bisa disebabkan oleh perilaku korbannya yang mengundang atau memicu terjadinya kekerasan seks. Selain itu, karena rendahnya pemahaman terhadap nilai-nilai agama yang juga menjadi pemicunya. Pada sisi yang lain telah terjadi sebuah degradasi tanggung jawab sebagai orangtua dan guru. Namun menurutnya, memang itu semua terjadi didorong faktor kemiskinan. Mungkinkah ini juga memiliki keterkaitan dengan degradasi tanggungjawab orangtua atau kurangnya rasa kasih sayang orangtua terhadap anak-anak. Kendatipun masih banyak faktor pemicu lain yang memperburuk keadaan, sebagai contoh di Jakarta pada tahun 2010, secara keseluruhan terjadi kekerasan seksual mencapai 2.235 kasus, dimana 68,2 persen di antaranya menimpa anak-anak. Sedangkan pelakunya, orang-orang dekat, mulai dari guru, masyarakat hingga temannya sendiri.

Salah Siapa?
Bicara siapa yang salah, biasanya akan lebih mudah mencari ‘kambing hitam’ ketimbang mencarikan solusi dari sebuah permasalahan.

Ada sebuah kisah, seseorang mengadu kepada Umar katanya:”Anakku ini berani kepadaku.” Kemudian Umar pun bertanya kepada anak tersebut,”Kau tidak takut kepada Allah? Kau berani kepada ayahmu, karena tidak melakukan kewajibanmu memenuhi hak ayahmu.” Sang Anak nampaknya tidak mau terima dipersalahkan begitu saja. Katanya melakukan pembelaan, “Hai Amirul Mukminin, apakah orangtua tidak punya kewajiban, memenuhi hak anak?” Jawabnya, “Ada, yaitu : 1. Memilihkan ibu yang baik, jangan sampai terhina akibat ibunya. 2. Memilihkan nama baik, 3. Mendidik dengan Al-Qur’an (agama Islam)”. Kemudian sang anak berkata:”Demi Allah, dia tidak memilihkan ibu yang baik, dia wanita yang dibeli 400 dirham, itulah ibuku, lalu aku diberi nama “kelelawar jantan”, kemudian dia mengabaikan pendidikan Islam bagiku, sampai satu ayat pun aku tidak pernah diajari olehnya. Maka Umar menoleh kepada Ayahnya seraya berkata : “Kau telah durhaka kepada anakmu sebelum ia berani kepadamu, pergilah kau.

Bersambung…

Wallahu a’lam bi shawab.
(Sumber :Mahkota Pokok-Pokok Hadist, Tanbihul Ghafilin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar