Kamis, 06 Mei 2010

Menuju Keluarga Sakinah


RESEP UNTUK HIDUP BAHAGIA
Oleh : Akhmad Kuspriyanto

ESENSI dan tujuan hidup orang memang boleh beda .Ada sebagian orang mengangap bahwa hidup bahagia serba ada ,serba mewah dan serba kecukupan; punya kendaraan, punya rumah bagus, perabot lengkap, dsb. Akibatnya mereka harus berupaya mati-matian untuk meraih semuanya itu, walaupun tidak sedikit yang gagal mewujudkanya. Akhirnya kita hanya bisa bilang: “Gagal maning… gagal maning!”
Sementara itu sebagian yang lain meyakini bahwa pendapat demikian belumlah cukup meskipun dengan kesederhanaan orang dapat hidup bahagia karena kebahagiaan pada hakekatnya bukanlah dari orang lain tetapi dari dalam diri sendiri. Maka, ada benarnya sebuah ungkapan yang pernah dikutip penulis buku zen path to harmony.
’’if you want to be happy,just be’’. Bila ingin berbahagia , berbahagialah!
Berikut ada resep murah yang bisa dilaksanakan, agar hidup kita bahagia di dunia dan akhirat, tapi ada syaratnya harus istiqomah sbb:

Pertama, jadilah orang yang tekun beragama
Dalam pandangan islam, masalah agama menjadi suatu fitrah (sesuatu yang yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya) Sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam QS. Al-Rum :30
“Fitrah Alloh yang menciptakan manusia atas fitrah itu”. Ini berarti manusia tidak mungkin melepaskan diri dari agama. Maka dengan kata lain kalau kita mau bahagia juga harus tekun beragama.
Dengan agama maka akan menumbuhkan keindahan, melahirkan energi, memacu semangat pengorbanan. Oleh karenanya banyak orang miskin hidupnya sederhana, tempat di rumah sangat sederhana, dengan perabot-perabot ala kadarnya tapi kaya hatinya- merasa hidup bahagia, demikian pula sebaliknya tanpa didasari pemahaman agama yang baik tidak sedikit orang kaya akan tetapi miskin hatinya, hidupnya gersang bagaikan ilalang tumbuh di padang yang gersang. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan kita bagaimana seharusnya menjalani hidup dan kehidupan ini.
Ada salah satu syair arab
“man ‘arooda ayyathlubassa’aadata fiimaa ladaihi fathlubil ‘iktidaala fiimaa yaliihi” barang siapa yang menghendaki bahagia di dalam apa yang dihadapinya, maka carilah jalan sederhana di dalam apa yang ada padanya.
Persoalanya ternyata agama bukan menjadi sebuah kebutuhan kita. Faktanya ketika orang serba cukup, enjoy,
“adem-ayem”, kita sering lupa mengingat Allah. Akan tetapi manakala sedang dihimpit masalah sehingga sudah tidak ada pilihan lain , nah… ini dia , “ya Alloh tolonglah hambamu ini yang dhoif”, kita pun berjam-jam iktikaf di masjidnya Allah.
Inilah profil seorang hamba kebanyakan, yang sangat mendamba hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Rasanya malu kita, sehari-hari kita cuekin itu ibadah. Perintah-perintah-Nya belum tentu kita tunaikan, demikian pula larangan serta aturannya sering kita langgar pun tiada terlintas dosa dan penyesalan kita. Tiba-tiba kita datang menghiba, minta tolong kepadaNya, tanpa basa-basi dan etika minta segera dikabulkan. Segera? Ya, segera, seperti kebiasaan kita kalau sedang butuh. Astaghfirullah! Ya, Alloh, ampunilah hambamu ini.
Tapi Allah SWT , ya rohman, yaa rohiim ya ghofur Alloh yang menggenggam alam semesta ini, Dia yang Maha pengampun, selebar dunia ini akan membuka pintu maafnya untuk hambanya. Maka datanglah, segera sambut kesempatan yang ada sebelum terlambat.

Kedua, memahami tujuan hidup
Orang hendaknya memahami target perjalanan hidupnya. Setidaknya ada dua hal yang perlu ditanyakan,
pertama, bagaimana kita mengenal diri kita sendiri. Kedua, bagaimana kita mengenal Tuhan Pencipta alam semesta ini.
Cukup rumit memang kalau kita hanya hengandalkan akal kita, karena akal hanya mampu menimbang yang bersifat materi.
Dalam konteks demikian ada yang mengatakan bahwa apa yang ada pada alam semesta ini dikelompokkan dalam dua kategori yakni sesuatu yang terlihat seperti benda, molekul, atom partikel dan sesuatu yang tak terlihat meliputi quanta , energi vibrasi. Demikian pula yang berkaitan dengan pikiran dan perasaan kita yang merupakan ranah tak terlihat, yang lebih menarik justru pada “yang tak terlihat” itu tersimpan kebahagiaan kita yang bersifat hakiki.
Ternyata akal kita merasa berat untuk menimbang yang bersifat ghoib tersebut. juga seperti misterinya kematian , rizki dan jodoh manusia. Oleh karena itu, inilah menjadi ranah agama, ketika akal kita tidak mampu lagi menjawab secara pasti persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya.
Ketika janin di dalam kandungan Alloh SWT sebenarnya telah menetapkan seseorang empat perkara ; Menetapkan rezkinya, ketetapan ajalnya, ketetapan amalnya, serta menjadi orang yang celaka atau bahagia.
Firman Allah SWT :
“Wa maa kholaqtuljinna wal insa illaa liyakbuduun, yang artinya Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan mereka supaya menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 56)
Bila kita cermati ayat tadi secara harfiah, Allah SWT sebenarnya telah memberikan kesempatan yang sangat luas kepada kita untuk menjadikan segala aktivitas hidup dan persoalan ini menjadi bernilai ibadah di sisi-Nya. Rosulullah SAW pernah bersabda yang artinya :”dunia adalah sawah ladangnya akhirat”.

Ketiga, Realistis
Ada yang mengatakan lebih baik makan dengan ketela dalam kenyataan, daripada makan roti tapi dalam angan-angan. Orang yang banyak keinginannya tidak ubahnya seprti orang yang bermimpi , ketika tersadar dari mimpi , bisa jadi kita akan kecewa karena tidak menemukannya dalam kenyataan. Kita memang hidup di alam kenyataan. Maka seorang Pedongeng Yunani Aesop mengatakan
Don’t count your chickens before they are hatched (jangan hitung anak ayam anda sebelum menetas).Mengandung maksud agar kita berhati-hati dalam segala sesuatu, untuk tidak memastikan sesuatu yang belum pasti terjadi.

Akan lebih baik bila dilakukan penyelarasan antara kebutuhan, keinginan dan kemampuan secara proporsional. Orang jawa bilang
“jangan lebih besar pasak dari pada tiang”.
Maka menentukan sebuah ukuran (parameter) kebutuhan pun diperlukan prioritas, tingkat urgensinya (mendesak atau tidak), keperluannya, maksud/tujuannya bahkan manfaatnya.

Keempat, semangat berusaha
Hidup bahagia adalah kehidupan yang dinamis. Maka dengan semangat berusaha tersebut akan melahirkan sebuah harapan hidup. Maka berupaya sungguh-sungguh . Berupaya dengan dilandasi tekad yang kuat. Terus berupaya, pantang mundur. Suatu saat nanti dengan jerih payah kita, pasti akan menuai keberhasilan. Seorang Penghipnotis kondang namanya Marshal Silfer menyarankan “hiduplah setiap hari meskipun hari itu hari yang terakhir”.

Kelima, hidup sederhana. Hidup sederhana adalah hidupnya orang yang qona’ah. Qona’ah artinya ridho (senang) dengan sedikitnya pemberian dari Alloh. Ia sudah merasa cukup, bukan lantaran pasrah/ menyerah terhadap takdir, melainkan karena telah berupaya menyempurnakan usaha.
Banyak diantara kita yang baru sekali mencoba , sudah menyerah. Coba lagi dong dan dicoba lagi. Maka Dr. Hamka seorang pakar Filsafat modern mengatakan bahwa qonaah adalah menerima cukup, yang mengandung lima perkara:
• Menerima dengan rela apa yang ada
• Memohonkan kepada tuhan tambahan yang pantas dan beruisaha
• Menerima dengan sabar akan ketentuan Alloh
• Bertaqwalah kepada tuhan
• Tidak tertarik oleh tipu daya dunia

Keenam, bersyukur
Kata “syukur” menurut kamus bahasa Indonesia, diartikan rasa terima kasih kepada Allah. Menurut sebagian ‘ulama berasal dari kata kasyara yang berarti membuka atau menampakkan nikmat. Sedangkan lawan kata syukur adalah kafara atau kufur yang artinya menutup atau melupakan nikmat Allah SWT.
Allah SWT berfirman “Jika kamu bersyukur pasti akan Ku-tambah nikmatKU untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (Q.S. Surat Ibrahim: 14).
Persoalannya, kadang kita banyak yang kurang bersyukur. Sudah memiliki satu, ingin dua , sudah punya dua ingin yang lain begitu seterusnya tiada akan berhenti sebelum maut menjemput kita. Sehingga Nabi pernah mengingatkan :”Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta melainkan kaya yang sesungguhnya ialah kaya jiwa”.
Menurut Imam Al Ghazali, hakikat syukur mencakup tiga hal yaitu:
- ilmu tentang syukur yskni dengsn menyadari bahwa kenikmatan yang kita terima ini semata-mata dari Allah SWT
- Keadaan syukur, yakni dengan menyatakan kegembiraan karena memperoleh nikmat tsb;
- Amalan / perbuatan syukur, yakni dengan menggunakan nikmat tsb sebaik-baiknya sesuai tujuan yang memberi kenikmatan tsb.
Kalau kita dapat senantiasa mensyukuri setiap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita, sebagaimana janji Allah , maka pasti nikmat/ kebahagiaan itu akan ditambah dengan sendirinya.
Ketujuh, bersabar
Hampir pisa dipastikan bahwa semua orang pernah merasa susah, sedih, kecewa baik ringan ataupun berat , baik urusan pribadi maupun urusan dengan orang lain. Penyebabnya pun bermacam-macam. Ada yang sulit mendapatkan pekerjaan, ada yang frustasi karena masalah keluarga dan sebagainya. Pendek kata, hidup ini tak bisa lepas dari cobaan dan ujian, yang sewaktu-waktu bisa menimpa setiap orang.
Maka menghadapi problematika kehidupan ini hendaknya dengan penuh kesabaran. Tak akan pernah ada kebahagiaan tanpa perjuangan dan tak pernah ada perjuangan tanpa kesabaran. Oleh karena itu, mencari solusi untuk lepas dari kesulitan, bukanlah dengan lari atau menghindar dari kesulitan, akan tetapi menghadapi dan mengatasinya secara bijak, tenang dan tawakkal. (BERSAMBUNG....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar