Selasa, 18 Mei 2010

Mutiara Hikmah:Dibalik Kisah Pengemis Buta

ANJURAN BERAMAL DENGAN IKHLAS
(Bagian Pertama)

“…Wahai sekalian manusia! Beramallah dengan ikhlas karena Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal seseorang kecuali amal yang berdasarkan ikhlas karena-Nya. Janganlah kalian mengucapkan:”Ini demi Allah dan demi kekerabatan”. Perbuatan yang demikian hanya karena kekeluargaan saja dan tidak sedikitpun karena Allah. Dan jangan pula kalian mengucapkan:”Ini demi Allah dan demi pemimpin kalian”. Amalan seperti itu hanya untuk kehormatan pemimpin kalian saja, dan tidak karena Allah.
(HQR al Bazzar yang bersumber dari ad-Dlahhak)

Di sudut Pasar Madinah al Munawwarah ada seorang pengemis tua dan buta. Anehnya Pengemis tadi, setiap kali ada orang yang mendekati, ia selalu mengomel. “Wahai Saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong dan dia itu tukang sihir. Apabila kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya.”. Begitulah si Pengemis Tua tak henti-hentinya berkata. Mungkin rasa kebencian yang mendalam bersemayam di hatinya terhadap orang yang bernama Muhammad.
Lantas, apa yang dikerjakan Muhammad Rasulullah SAW terhadap pengemis tadi. Rasulullah setiap pagi mendatanginya dengan membawakan makanan untuknya. Tidak hanya sekedar dibawakan, akan tetapi dikunyahkan dan disuapinya, karena pengemis tadi sudah tua. Rosulullah mengerjakan hal tersebut setiap hari dengan ikhlas, tanpa berkata sepatah kata pun, Beliau diam saja, meskipun pengemis tadi menjelek-jelekkan dirinya. Hal demikian dikerjakannya hingga Beliau meninggal dunia.
Kemudian setelah beliau wafat, untuk sementara waktu tidak ada lagi yang mengunyahkan makanan dan membawakan makanan untuknya. Sampai akhirnya pada suatu waktu, Abu Bakar berkunjung ke rumah putrinya siti ‘Aisyah.
Beliau bertanya :”A’isyah anakku, adakah kiranya Sunnah yang belum saya tunaikan?” Siti A’isyah menjawab:”Ayahanda, yang saya ketahui Ayah adalah ahli sunnah, sehingga tidak ada sunnah yang dilewatkan kecuali satu…” Kata A’isyah selanjutnya:”Di ujung pasar Madinah sana, terdapat seorang pengemis buta, Rosulullah biasanya setiap pagi membawakan makanan untuknya,”
Keesokan harinya berangkatlah Abu Bakar ke pasar Madinah. Beliau membawakan makanan untuk diberikan kepada si Pengemis yang berada di sudut Pasar Madinah. Ketika beliau memberikan makanan dan menyuapinya, si pengemis merasakan ada suatu yang berbeda dari yang biasa menyuapinya.
“Siapakah, Saudara ini?” Tanyanya agak ketus. Abu bakar menjawab: “Aku orang yang biasa memberikan makanan dan menyuapimu.” “Ah, tidak mungkin. Saudara bukan orang yang biasa mendatangiku. Karena yang biasa memberikan makanan padaku. Dia sangat lembut. Apabila dia datang kepadaku, maka tak perlu tangan ini memegang, juga tak perlu mulut ini mengunyah. Karena dia telah menghaluskan dengan mulutnya dan baru menyuapiku dengan tangannya sendiri.”
Mendengar pengakuan si Pengemis Buta, Abu Bakar tidak kuat menahan air matanya. Keikhlasan Rosulullah adalah panutan umat, yang telah ditunjukkan kepadanya tidak hanya retorika, tetapi dengan sebuah tindakan, hingga akhir hayatnya.
Abu bakar menangis sambil berkata:”Aku memang bukanlah orang yang biasa datang padamu. Aku sahabatnya, karena orang yang sering menyuapimu kini telah tiada.” Kata Abu Bakar.
“Siapakah, orang itu Saudara?” Tanya Pengemis. “Orang yang biasa menyuapimu itu bernama Muhammad Rosulullah SAW” Jawab Abu Bakar.
Begitu mendengar nama Muhammad, sungguh terkejut Pengemis itu. Seperti halilintar menyambar di siang Bolong. Dia tidak mengira bahwa Muhammad yang selama ini, ia caci-maki, ia jelek-jelekkan di hadapan semua orang di Pasar Madinah itu dan dia tidak pernah marah sedikitpun. Ternyata Dialah yang selama ini memberinya makan, bahkan mengunyah dan menyuapinya dengan tangannya sendiri. Dia tak pernah mengharapkan balas budi. “Kalau demikian, oh alangkah celakalah diriku selama ini…”, Rasa penyesalan dan haru-biru yang mendalam dirasakan Pengemis Buta itu. Akhirnya ia menyadari kesalahannya. Di hadapan Abu Bakar si Pengemis Buta yang tua itu langsung mengucapkan syahadat , masuk agama Islam karena kemuliaan akhlak Rosulullah SAW.
Hikmah Dibalik Kisah
Demikianlah sebuah kisah, keteladanan yang ditunjukkan Rasullullah SAW bagaimana beliau beramal dengan ikhlas, dilakukannya karena semata-mata karena Allah SWT. Tak terbesit sedikitpun keinginan sebuah sanjungan dan balas budi , bahkan sebaliknya ejekan yang tidak sepantasnya beliau terima dengan kesabaran , hingga beliau wafat.
Ayat-ayat Qur’an yang menyebut tentang ikhlas banyak kita jumpai, antara lain dalam surat al-Bayyinah: 5 . Allah SWT berfirman:”Dan tiada mereka diperintahkan melainkan supaya mengabdi kepada Allah, dengan tulus ikhlas, beragama dengan lurus.”
Pengertian ikhlas, menurut para ulama hikmah diartikan tidak ingin (seseorang) amalnya yang baik dilihat orang, apalagi diperlihatkan, tidak jauhnya seperti dia melakukan kejahatan yang tidak ingin diketahui oleh masyarakat umum. Sementara ada sebagian ulama meletakkan dasar ikhlas ialah tidak menghendaki pujian orang.
Oleh karena itu, dalam beramal hendaknya dilaksanakan semata-mata karena Allah SWT, yakni semata-mata mengharap keridhaan-Nya.
Setengah Ulama Hikmah menegaskan bahwa agar amal yang kita kerjakan itu terpelihara diperlukan empat perkara :
  1. Pengertian (ilmu) yang dapat membetulkan amal, karena tanpa ilmu amal dapat rusak
  2. Pengaturan Niat (Bahwasanya setiap amal ibadah harus disertai niat, dan setiap orang yang beramal tergantung akan niat-tujuannya).
  3. Diperlukan Kesabaran dalam melakukannya, karena dengan kesabaran ibadahnya akan baik lagi sempurna;
  4. Diperlukan keikhlasan, sebagai syarat mutlak diterimanya amal/ ibadah

Faktanya, untuk mencapai amal yang ikhlas tersebut ternyata tidaklah semudah yang dikatakan. Berbagai keinginan lain, sering kali mengiringi apa yang kita kerjakan misalnya; sebuah pujian, kemasyhuran, atau tujuan lain ,selain berharap keridhaan Allah. Sehingga S. Ali Bin Abi Thalib memberikan sebuah indikator sebuah amal yang tidak ikhlas (riya’) :
Pertama, pemalas ketika tidak disaksikan oleh manusia;
Kedua, Ketika dihadapan manusia, sangat tangkas;
Ketiga, Amal-ibadahnya meningkat ketika mendapatkan pujian;
Keempat, amal-ibadahnya menurun ketika perilakunya dicela.
Diperbolehkan Memperlihatkan Amal Baik Kepada Orang Lain
Ada yang beranggapan untuk beramal secara ikhlas, tidak perlu memperlihatkan amal baik kepada orang lain. Padahal sebenarnya tidak harus demikian. Beramal dengan ikhlas, bukan berarti tidak boleh diperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain. Ada suatu riwayat tentang perilaku Sahabat Anshar yang dating dengan memabawa sekampil uang, untuk disedekahkan, lalu banyak orang yang menirunya dengan memberikan sedekahnya masing-masing. Melihat peristiwa tadi, Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa yang memulai mengadakan suatu amalan kebaikan, kemudian ia melakukannya, maka baginya adalah pahala dari amalannya tadi serta pahala dari seluruh orang yang mengikutinya.” (HR. Muslim)
Berkaitan dengan memperlihatkan amal baik kepada orang lain, Imam Al Ghazali, dalam Ihya’ Ulumudin, beliau memberikan rambu-rambu sebagai berikut:

  • Hendaknya diperlihatkan sekiranya dapat dipastikan bahwa nantinya tentu akan ada yang mengikuti jejaknya( utamanya para Tokoh Masyarakat , Ulama dsb);
  • Hendaknya senantiasa meneliti hatinya sendiri, agar jangan sampai terbawa kepada keinginan untuk riya’
    Bersambung…. (A.Kuspriyanto, Mey, 2010/ dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar