Selasa, 05 Juni 2012

SUKSES KARIR DAN RUMAH TANGGA BAGI WANITA?


Mungkinkah : 
Meraih Sukses Karir dan Rumah Tangga bagi Wanita?
Oleh : Nety Herawati

SEMUA orang tentu menginginkan meraih sukses dalam hidupnya, tidak terkecuali wanita. Sungguh merupakan hal yang sangat diidam-idamkan menjadi wanita yang sukses dalam karir dan rumah tangga. Tidak ada seorang pun yang menolak jika disuguhkan pilihan ‘manis’ tersebut. Terlebih lagi, di zaman globalisasi sekarang ini, kemandirian finansial nampaknya menjadi salah satu obsesi banyak wanita di kota besar. Sukses berkarir sekaligus sukses mengurus rumah tangga menjadi idealisme para wanita, kendatipun untuk menjalankan fungsi ganda ini , bukan merupakan hal yang  mudah untuk dilaksanakan.
Peran Ganda wanita
Tidak bisa dielakkan, bahwa wanita mempunyai dua peran yang harus dijalani secara bersamaan yakni: sebagai ibu rumah tangga (peran domestik) , sekaligus juga sebagai wanita karir (peran publik). Peran domestik sebagai seorang wanita yang berkeluarga teraplikasi di internal keluarga sebagai sosok istri atau pendamping suami dan seorang ibu yang melakukan peran untuk tugas-tugas tak tergantikan sebagai seorang perempuan yakni terkait fungsi reproduksi; dari mulai mengandung, melahirkan, hingga menyusui. Selain itu, tugas utama seorang wanita dalam tugas domestik ini, yakni bekerja sama dengan suami mendidik anak dan berbakti kepada suaminya.
Amanah untuk mendidik generasi yang sholeh dan sholehah bagi wanita adalah merupakan tugas utama yang tidak diperselisihkan lagi. Wanita memang disiapkan oleh Sang Pencipta untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini hendaknya tidak dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apapun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan sumber daya manusia.
Sedangkan dalam peran publik, sosok wanita karir atau wanita pekerja adalah keaktifannya dalam bidang-bidang sosial dalam rangka tugas ‘amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang kehidupan. Sebuah batasan penting yang hendaknya dipertimbangkan, bahwa peran publik bagi seorang wanita yang beraktifitas di dunia profesional adalah dalam rangka untuk membantu Suami dalam mencari nafkah keluarga, juga ambil bagian dari agenda-agenda perubahan umat. Dan konsep peran publik seorang wanita ini tidaklah sama dengan konsep women liberation atau gerakan-gerakan feminis yang bermunculan di Barat yang menuntut persamaan dalam segala hal dengan kaum lelaki, yang mengarah terjadinya keruntuhan institusi keluarga akibat terbengkalainya semua urusan-urusan rumah tangga karena kelalaian seorang istri yang tidak mampu berperan sebagaimana mestinya.
Peran ganda wanita menuntut keikutsertaannya dalam proses pengambilan keputusan, tidak hanya di sektor domestik saja tetapi juga masuk ke ranah publik. Wanita bahkan merasa butuh diyakinkan bahwa mereka sanggup menjalankan berbagai profesinya di luar rumah sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dengan berkiprah diberbagai lapangan kehidupan tersebut, tentunya merupakan kesempatan bagi kaum wanita untuk mengambil peran sosialnya lebih luas , mulai dari aktifitas dalam lingkup terkecil, misalnya di lingkungan RT hingga lingkup kerja professional sepanjang diperbolehkan menurut syar’i.
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fatwa-fatwa Kontemporer, disebutkan bahwa ada beberapa syarat yang mendasari seorang wanita diperbolehkan bekerja: Pertama, hendaklah pekerjaan yang dilakukan sesuai tuntunan syariah. Kedua, memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik. Ketiga,  janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajiban-kewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas utamanya.
Nampaknya persoalan “Karir” , berdasarkan survey yang dilakukan oleh MarkPlus Insight pertengahan tahun 2010 yang lalu menempati 10 besar kekhawatiran wanita dalam kehidupannya, khususnya bagi wanita bekerja. Hal ini diungkapkan oleh sekitar 7,7 persen dari 1.301 wanita. Kecemasan apabila tidak sukses dalam karir cukup membayang-bayangi mereka. Lebih jauh terungkap , sebanyak 16,9 persen dari 220 wanita yang disurvey mengaku bahwa berhasil di sektor publik adalah segalanya bagi mereka. Hal ini menunjukkan adanya indikasi bahwa karir telah menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan bagi wanita di Indonesia. Kemudian bagaimana dengan keseimbangan karir dan rumah tangga?
Memang sulit meraih keduanya, tapi bukan tidak mungkin sebagian wanita dapat meraihnya. Kita melihat zaman sekarang banyak sekali wanita yang mengejar karirnya. Mereka memprioritaskan karir yang menjadi impian mereka, tetapi di sisi yang lain, mereka melupakan tugas utamanya untuk keluarga, suami, anak dan pekerjaan rumah tangga. Kemudian, ironisnya mereka menganggap telah sukses. Apakah benar mereka telah sukses? Sebenarnya apa yang disebut dengan kesuksesan?
Ukuran Kesuksesan
Mendefinisikan kesuksesan bagi kaum wanita masa kini khususnya yang sudah menikah, tidaklah mudah. Namun demikian, paling tidak emansipasi bagi wanita tidak lagi dimaknai sebagai ‘keinginan wanita untuk sederajat dengan laki-laki’, tetapi lebih mengarah kepada kebebasan untuk memilih jalan hidup. Oleh sebab itu, maka wanita juga harus bertanggungjawab atas pilihannya tersebut.
Kesuksesan adalah merupakan sesuatu hal yang sangat diinginkan oleh semua orang, termasuk wanita, tidak hanya sukses dalam pekerjaannya tetapi juga sukses dalam berumah tangga; sukses dunia juga sukses akhiratnya. Dan biasanya kesuksesan beriringan dengan kebahagiaan, akan tetapi tidak setiap orang yang meraih kesuksesan pasti merasa bahagia. Oleh karena itu, tolok ukur kesuksesan bagi wanita masa kini adalah apabila keberhasilan membangun karir dibarengi dengan kesuksesan mengelola rumah tangganya.
Bagaimana Meraih Sukses
Untuk meraih sukses sebagai wanita karir dan rumahtangga, setidaknya ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya antara lain:
a)         Kesadaran diri. Pentingnya menyadari bahwa seberapa pun hebatnya seorang wanita dalam karier, tetaplah sebagai seorang wanita dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Sehingga sebaiknya jangan mengandalkan kesuksesan tersebut ibarat ‘super women’ yang selalu bisa mengerjakan tugas-tugasnya sendirian tanpa adanya bantuan dari orang lain. Janganlah ragu untuk berbagi atau mendelegasikan tugas dengan rekan kerja atau dengan suami dan anak-anak di rumah untuk meminta bantuan dalam mengerjakan sesuatu, karena kita  sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
b)         Menjaga keseimbangan peran. Untuk menjaga keseimbangan perannya, seorang wanita hendaknya mampu mengelola waktu dan mengatur kegiatannya dengan baik. Kedua peran ini tentu bukan untuk dipilih salah satunya saja, namun kedua peran ini harus dijalani dengan baik sehingga keberadaannya mampu memberikan kontribusi positip , bagi keluaga maupun pekerjaannya. Selain itu diperlukan juga kerja sama yang baik suami-istri. Ketika seorang wanita melakukan aktifitas publiknya, maka sebaiknya memperoleh ijin dari Suami dan memastikan bahwa semua urusan rumah tangga telah tuntas.
c)         Mengatur jadwal dan membuat prioritas kegiatan. Pengaturan jadwal serta prioritas kegiatan sangat penting, misalnya  date line untuk setiap pekerjaan berdasarkan urgensi dan prioritas,  kapan waktunya pekerjaan harus selesai , kapan waktunya beristirahat dan bersantai , maka sebaiknya beristirahat dan biarkan pekerjaan tersebut dilanjutkan esok hari. Dengan demikian hidup anda akan lebih teratur dan kinerja menjadi lebih produktif. Demikian pula diperlukan pengaturan , bahkan ketegasan dalam menerima atau menolak peran sosial, mengingat bahwa beban tugas rumah tangga serta beban kerja sudah cukup tinggi.
d)        Focus dan sungguh-sungguh.  Ada ungkapan Arab yang terkenal di kalangan pesantren , “Man Jadda Wajada” yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Demikian pula dalam melaksanakan pekerjaan agar diupayakan focus, serta sungguh-sungguh sehingga hasilnya akan lebih baik.
e)         Profesional. Sebaiknya berupaya semaksimal mungkin agar tidak mencampurkan segala urusan yang bukan pada tempatnya, jangan melibatkan segala urusan pekerjaan dengan urusan rumahtangga, demikian pula sebaliknya.
f)          Berbuatlah yang Baik. Kerjakan dan berbuatlah yang baik dalam semua hal kapan pun dan dimana pun kita berada. Tepatilah Janji Anda, karena janji yang anda ucapkan itu akan menjadi ukuran sampai dimana keluhuran budi seseorang. Jangan pernah memelihara penyakit hati seperti iri, dengki atas apa yang telah dicapai orang lain karena hanya akan membuat kita terpuruk. Bahkan seharusnya keberhasilan orang lain dapat menjadi motivasi agar dapat berusaha lebih baik lagi sehingga bisa berhasil seperti orang tersebut. Biasakan untuk selalu berbagi dan gemar menolong kepada sesama baik itu materi maupun sekedar memberi motivasi kepada orang yang sedang kesusahan, tunjukkan selalu sikap empati kepada sesama.
g)         Hindari gossip. Hindarilah gossip sedapat mungkin, karena gossip akan merusak hubungan Anda , teman maupun tetangga, bahkan bisa membuat suasana jadi tidak harmonis.
h)         Ikhlas dan bersyukur. Bekerja adalah ibadah, demikian pula menjadi ibu yang baik. Berupaya untuk selalu ikhlas dan menerima dengan lapang dada kondisi apapun yang sedang kita hadapi, bersyukur atas segala nikmat Tuhan yang telah dikaruniakan kepada kita dan berserah diri kepada Sang Khalik agar Tuhan menambah nikmatnya kepada kita.

Demikianlah, bahwa sukses hidup seseorang wanita yang sudah berkeluarga dan berkiprah dalam ranah publik, sangat mungkin diwujudkan oleh setiap wanita yang bekerja sepanjang mereka bersungguh-sungguh dalam berikhtiar serta mendapatkan dukungan yang positip dari lingkungan atau keluarganya. Oleh karena itu, sebagai seorang wanita yang sukses diharapkan menjadi lentera-lentera benderang yang menerangi keluarga, lingkungannya dan menebarkan kebaikan dimanapun mereka berada. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:”Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.”


Kendatipun tidak mudah, akan tetapi jika ada semangat, kesungguhan dan kecerdasan dalam menyikapi setiap permasalahan yang dihadapi. Anda bisa menjadi wanita yang sukses dalam karir dan juga sukses di berbagai aspek kehidupan bersama-sama keluarga tentunya . Semoga..! 

Wallahu a'lam bishawab.

***
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Qardhawi , Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta :Gema Insani Press.

Minggu, 06 Mei 2012

Menjaga Hati dan Lisan


Hati dan Lisan
Menurut Imam al Faqih dlm Tanbihul Ghafilin disebutkan, bahwa pada dasarnya jasmani manusia terbagi menjadi 3 bagian: “Hati, lisan dan anggota badan” Masing-masing mempunyai keistimewaan masing-masing. Keistimewaan hati , dengan tauhid dan makrifat. Keistimewaan lisan, dengan sahadatain dan membaca al qur’an dan keistimewaan badan, dengan amalan lahiriah seperti shalat, puasa dan amalan sholeh lainnya.
Dalam salah satu riwayat diceritakan Seorang pembantu dari Ethiopia (terlihat hikmatnya pertama kali) ketika disuruh majikannya untuk menyembelih kambing, lalu minta bagian terbaik, diambilkannya hati dan lidah. Di hari berikutnya, minta bagian kambing yang terburuk , maka diberi hati dan lidah. Kemudian sang majikan bertanya:”Mengapa engkau berikan ini lagi?” Katanya,” Tiada yang terbaik dari bagian tubuh, kecuali anggota ini, jika keduanya baik, maka seluruh tubuhnya baik. Jika buruk keduanya, burukpula seluruh tubuhnya. (dari Luqman Hakim)
Demikianlah begitu pentingnya hati dan lisan dalam kehidupan kita sehari-hari.  Oleh karena itu , untuk menyempurnakan ibadah kita, ada baiknya kita mencermati amalan yang dilaksanakan organ tersebut:
Pertama, hati,
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ini terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka baik pula seleruh tubuhnya. Dan apabila segumpal darah itu buruk , maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Segumpal darah yang aku maksudkan adalah hati.” (HR. Bukhari)
Hati adalah organ yang sangat “urgent” , ibarat motor yang dapat menggerakkan seluruh onderdil yang lain. Apabila hatinya baik maka seluruh organ yang lain juga ikut baik. Namun sebaliknya, ketika hati kita sedang risau atau sakit, akibatnya kita tidak bisa konsentrasi menjalankan aktivitas dengan sempurna, kendatipun sudah kita bawa ke tempat-tempat wisata yang terkenal. Bahkan, karena merananya hati pula ,yang tidak jarang kita jumpai orang yang berakhir hidupnya dengan cara yang tidak baik. Karena hati mereka gersang dari bimbingan agama, kering kerontang tanpa setetes embun keimanan yang menyiraminya.
Hati yang bersih, hati yang suci, akan mudah merespon kebaikan. Sebaliknya apabila hati kita kotor, maka tentu sulit merespon kebaikan. Apa yang sebaiknya dilakukan kemudian? Kata para ‘alim menyarankan , agar diterapi dengan menggunakan ramuan sebagaimana sering kita dengar “Tombo ati ono limo perkarane”

1.           Pertama, membaca Al qur an dan maknanya
2.           Kedua, mendirikan shalat malam
3.           Ketiga, berkumpul dengan orang shaleh
4.           Keempat, memperbanyak puasa
5.           Kelima, dzikir malam, perpanjanglah
Ingatlah , hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d :28) Kata Ibnu Taimiyah –rahimahullah, “Perumpamaan dzikir bagi hati adalah seperti air bagi ikan. Apa jadinya keadaan ikan tanpa air.
Yaa ayyuhalladziina aamanu laa tulhikum amwaalukum walaa auladukum an dzikrillah
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. ” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Ayat di atas dengan jelas mengabarkan bahwa orang yang lalai dari mengingat Allah, ia akan merugi di dunia terlebih lagi di akhirat. Dengan senantiasa ber-dzikir (ingat) kepada Allah, maka ketentraman hati, mendapatkan banyak keutamaan .
Yang Kedua, menjaga lisan
Lisan adalah organ tubuh manusia yang sangat penting, karena akan mewarnai semua aktivitas kehidupan kita sehari-hari.
 Firman Allah Swt:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ -٣٣-


 Wa man ahsanu qoulam mimman da-‘aa ilallah wa ‘amila shoolihaw wa qoola innanii minal muslimiin (QS Fushilat 33)
"Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengejakan amal sholeh dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri.”
Dalam salah satu tafsir dijelaskan bahwa "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah serta mengerjakan amal-amal saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”
Wa man ahsanu qaulan (dan siapakah yang lebih baik perkataannya), yakni yang lebih bijak perkataannya. Menurut satu pendapat, yang lebih baik seruannya.
Mimmaη da‘ā ilallāhi (daripada orang yang menyeru kepada Allah) dengan bertauhid, yaitu Muhammad saw..
Wa ‘amila shālihan (serta mengerjakan amal-amal saleh), yakni menunaikan kewajiban-kewajiban. Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan sekaitan dengan para muazin. wa man ahsanu qaulan (dan siapakah yang lebih baik perkataannya), yakni seruannya; mimmaη da‘ā ilallāhi (daripada orang yang menyeru kepada Allah) dengan azan; wa ‘amila shālihan (mengerjakan amal-amal saleh), yakni menunaikan shalat dua rakaat seusai azan kecuali seusai azan shalat Magrib.
Wa qāla innanī minal muslimīn (dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”), yakni memeluk Islam. Dan dia berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang Mukmin sejati.” Itulah perkataan Muhammad saw. dan para shahabatnya.
Oleh karena itu, hendaknya kita berupaya agar setiap untaian kata yang keluar dari lisan kita penuh makna. Menghindari kata-kata kotor, keji dan tidak senonoh. Sebab setiap kali kita bicara kotor, kesucian hati pun ternoda. Demikian pula berupaya menjaga hati kita, agar selalu mengingat Allah.
Wallahu a'lam bi shawab

Minggu, 11 Maret 2012

Aku Tak Tahu


Dibalik Ketidak-tahuan
Posting by: Kuspriyanto

TERUS TERANG aku katakan: “Excuse me, aku tak tahu…. Sekali lagi maaf , aku memang tak tahu.” Entah berapa kali , aku mengatakannya begitu. Ada falsafah Jawa yang mengatakan : "Dadi wong kuwi ojo rumongso biso ananging biso rumongso".

Falsafah Jawa tadi mengandung pesan moral, agar kita menjadi manusia yang bisa menyadari (mawas diri) akan keterbatasan kemampuannya sebagai insan. Karena orang yang selalu merasa bisa, cenderung akan bersifat sombong dengan melakukan sesuatu yang sebenarnya ia tidak bisa kerjakan dengan sempurna. Sehingga hasil akhirnya tentu tidak akan memuaskan, bahkan pada sisi yang lain, bisa merugikan banyak pihak.
Sedangkan orang yang “biso rumongso” justru akan mendapatkan nilai lebih karena kejujurannya, dan pada sisi yang lain akan membawa ketenangan hati bagi pelakunya. Konon, dalam sebuah riwayat diceritakan, bahwa Imam Malik dulu pernah diajukan 48 pertanyaan, akan tetapi hanya 25 % pertanyaan diantaranya yang beliau jawab, sisanya beliau katakan :”Aku tidak tahu”. Demikian halnya serupa, terjadi pada Imam Syafi’I , beliau ditanya oleh seseorang hingga berulang-ulang pertanyaan serupa diajukan kepada beliau agar berkenan memberikan jawaban, akhirnya beliau katakan :”Aku sebenarnya sedang berfikir yang mana yang lebih baik kutempuh; diam atau menjawab pertanyaanmu.”

Allah Swt berfirman :

قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ -٣٢-

Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Q.S.Al Baqarah:32)

Dalam salah satu tafsir disebutkan : Para malaikat berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki pengetahuan selain apa-apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Qālū subhānaka (para malaikat berkata, “Maha Suci Engkau), kami bertobat kepada-Mu dari hal itu. Lā ‘ilma lanā illā mā ‘allamtanā (kami tidak memiliki pengetahuan selain apa-apa yang telah Engkau Ajarkan kepada kami), yakni yang telah Engkau Ilhamkan kepada kami. Innaka aηtal ‘alīmu (sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui) terhadap kami dan mereka. Al-hakīm (lagi Maha Bijaksana”) terhadap urusan kami dan mereka.

Kemudian, bagaimana karena sudah terlanjur aku mengatakan “sok tahu padahal tidak tahu” , kan isin tho?” , Maka sekali lagi aku hanya bisa mengatakan: “Maaf, memang, aku tak tahu, maaf…”.

Wallahu a’lam bishawab

Sabtu, 10 Maret 2012

Ungkapan Hati


Dari Orang Bodoh Yang Tak Kunjung Pintar
Posting by: Kuspriyanto

BETAPA terbatasnya pengetahuanku ini , sementara dihadapanku terbentang pengetahuan yang sangat luas , seperti setetes air yang ditumpahkan di lautan. Secuil pengetahuan tentang diri sendiri pun tak aku pahami, apalagi terhadap orang lain bahkan terhadap semua permasalahan hidup ini. Barangkali ini merupakan bagian dari sekian tantangan zaman yang umumnya dihadapi pada saat ini. Seperti yang disampaikan Prof Dr. Muhammad Quraish Shihab, dalam salah satu buku beliau “Menabur Pesan Ilahi (2006) “ diuraikan tentang keterbatasan pengetahuan yang bukan saja berarti ketiadaan ilmu, tetapi juga ketidakmampuan dalam memilah, mengamalkan, dan menyosialisasikannya. Bisa jadi, kita telah memiliki dari yang secuil tadi, tetapi iradah, kemauan, dan tekad kita yang tidak cukup.

Maka bagaimana mungkin dengan ketidakmampuan diri ini bisa mencari kesalahan orang lain. Konon , sekarang ini ada sebagian dari masyarakat kita yang dijangkiti penyakit “serba tahu” sehingga sering menjustifikasi dan menyalahkan orang lain.
Kadang kita tidak mengetahui apa yang kita kehendaki. Kita tidak bisa membedakan mana yang utama dan mana yang tidak , mana yang penting dan mana yang tidak penting, mana keinginan dan mana keperluan. Bahkan kita tidak bisa membedakan mana kawan yang sebenarnya dan mana pula lawan karena ‘iming-iming’ keuntungan material yang diperoleh.
Aku teringat dalam salah satu Hadist Nabi Saw bersabda :”Hati-hatilah kamu, jangan duduk berdekatan dengan orang pandai, kecuali yang mengajakmu “dari 5 ke 5” yaitu:
Pertama, dari keraguan kau diajak menuju ke “keyakinan”.
Kedua, dari kesombongan kau diajak menuju “tawadlu”.
Ketiga, dari permusuhan kau diajak menuju perdamaian.
Keempat, dari riya’ kau diajak menuju ke “ikhlasan”.
Kelima, dari rakus harta kau diajak menuju zuhud.

Maka , masih melekat dibenakku pesan Pak Kyai mengutip nasihat Abu Darda’ : Kun ‘aliman au muta’aliman au mustamian wala takun arrobi’a fatahallaka ya’ni miman laa ya’lamu walaa yastami’u

“Jadilah kamu pendidik, atau anak didik, atau pendengar (yang baik), jangan mendaftarkan orang yang ke empat (yakni) bukan pendidik, bukan anak didik atau bukan pendengar yang baik, jika demikian halnya, pasti kamu binasa."

Mudah-mudahan Allah Swt. menolongku agar dapat selalu menimba ilmu, dan menjauhkan diri dari golongan orang yang ke-empat.

Wallahu 'alam bi shawab.

Jumat, 17 Februari 2012

Memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw


Momentum Meneladani Kehidupan Rasulullah Saw
Posting by : Akhmad Kuspriyanto

BEGITULAH rasa kerinduan itu tiba-tiba bergelayut dalam sanubari , ketika memasuki bulan Rabiul Awal , saat dimana masyarakat muslim sedang memperingati hari kelahiran nabi junjungannya , Nabi Besar Muhammad Saw. (bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdil Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrika bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan)

Kerinduan sekaligus rasa kecintaan kepada Rasulullah Saw yang diungkapkan dengan berbagai acara peringatan ; pengajian, membaca shalawat dan sebagainya, tentunya masih belum sempurna apabila belum diimplementasikan dengan peningkatan ibadah pada umumnya.

Adalah benar-benar sebuah kerinduan tiada terperi yang menjadi dambaan segenap umat muslim pada umumnya, seperti yang dilantunkan dalam sebauah syair lagunya Bimbo yang berjudul 'Rindu Kami Padamu'.

Rindu kami padamu ya rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu ya rasul
serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara besahaja

Perjalanan waktu kini telah terlampaui kurang-lebih 14 abad yang lalu Beliau meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Demikian pula keteladanan beliau senantiasa menjadi dambaan setiap insan yang beriman , lebih-lebih di era global seperti sekarang ini. Rosulullah Saw bukan hanya berhasil melakukan perubahan yang sangat mendasar bagi bangsa Arab saja, melainkan juga pada seluruh umat manusia bahkan menjadi rahmat bagi alam semesta pada umumnya.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ -١٠٧
-

"Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam" (Al-Anbiyah: 107)

Rosulullah Saw menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari-hari, menjadi ayah yang baik, menjadi suami yang bijak, bahkan menjadi seorang pemimpin ‘kaliber dunia’ yang sukses. Dalam karya dan penelitiannya Michael Hart pun mengakui dan menempatkan beliau dalam urutan pertama dari “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia.”


Sejak masih kanak-kanak , beliau sangat cerdas dan suci serta dihormati karena kejujuran, keberanian, keadilan, keshalihan, kesabaran, rendah hati, kesetiaan dan keramahannya. Abu Thalib menggambarkan keponakannya yang dicintainya tersebut:”Dia adil dan berwajah tampan. Dari raut wajahnya, rahmat turun layaknya hujan. Dia adalah tempat berlindung bagi anak-anak Yatim dan pelindung para Janda.”

Beliau memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya, membantu meringankan beban orang lain, dan membantu orang-orang miskin agar mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.

Sesuai dengan perannya sebagai utusan Allah yang diembannya, sebelum menjadi Nabi pun beliau memiliki kebencian yang melekat terhadap berhala yang dilakukan pada waktu itu. Karena itulah, meskipun beliau merupakan bagian dari masyarakatnya, beliau tidak pernah mengikuti pesta dan perayaan yang berkaitan pemujaan berhala dan mabuk-mabukan. Beliau juga berhati-hati agar tidak memakan daging yang disembelih atas nama selain Allah, dan tidak menyentuh atau bahkan mendekati berhala.

Sebagian ulama tafsir menyimpulkan bahwa, Nabi Muhammad saw telah meneladani sifat-sifat terpuji para nabi sebelumnya. Nabi Muhammad Saw, adalah yang terbaik. Rasulullah Saw sangat besar perhatiannya pada umat manusia , sehingga hampir-hampir saja ia mencelakan diri demi mengajak mereka beriman. Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan , dan makhuk-makhluk tak bernyawa. Rasulullah Saw pernah bersabda:” Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka karena seekor kucing yang dikurungnya”. (HR Bukhari dan Muslim)


Bukan hanya binatang saja, rahmat dan kasih sayang beliau curahkan sampai pada benda-benda tak bernyawa. Sisir, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semua beliau berikan nama, seolah-olah benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran tangan, rahmat dan kasih sayang.
Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pecinta Binatang, Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan untuk mencintai dan memperlakukan binatang dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, sebagai wujud kecintaan kita kepada junjungan kita Rosulullah saw, ada beberapa hal yang barangkali bisa menjadi bahan koreksi diri agar ibadah kita lebih meningkat, yang antara lain:

Pertama: Ikhlas dan taat mengikuti tuntunan Allah Swt dan Rosulullah Saw dalam beribadah.

Dalam suatu riwayat dikisahkan, ketika Umar bin Khattab mendengar berita wafatnya Rasulullah saw, ia tidak bisa menerima kehilangan Rasul dan dengan penuh kesedihan sambil menghunus pedangnya ia mengatakan,”Barangsiapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya.” Abu bakar tahu perasaan Umar yang belum bisa menerima kehilangan Rasul. Abu bakar sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat mendalam. Kemudian dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar. “Barang siapa menyembah nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya.”

Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىَ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللّهَ شَيْئاً وَسَيَجْزِي اللّهُ الشَّاكِرِينَ -١٤٤-

"Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Karena itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran:144)


Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.
Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً -١١٠- (QS. Al Kahfi : 110)

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.” Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian. Diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”


Dalam salah satu tafsir dijelaskan:

Qul (katakanlah), hai Muhammad! Innamā ana basyarum mitslukum (“Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian), yakni keturunan Adam seperti kalian. Yūhā ilayya (diwahyukan kepadaku) melalui Jibril a.s.. Annamā ilāhukum ilāhuw wāhidun (bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa), yang tidak memiliki anak dan sekutu. Fa mang kāna yarjū liqā-a rabbihī (barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabb-nya), yakni yang takut oleh kebangkitan sesudah mati. Fal ya‘mal ‘amalaη shālihan (maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh), yakni amal yang berhubungan dengan Rabb-nya secara ikhlas. Wa lā yusyrik bi ‘ibādati rabbihī ahadā (dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya), yakni tidak ingin dilihat oleh orang lain dan tidak mencampuradukkan ibadah kepada Rabb-nya dengan menyembah sesuatu yang lain. Menurut pendapat yang lain, tidak mencampuradukkan ketaatan kepada Rabb-nya dengan ketaatan kepada sesuatu yang lain. Turunnya ayat ini berhubungan dengan Jundab bin Zuhair al-‘Amiri.

Sebagian Ulama Hikmah menegaskan bahwa : “Barangsiapa melakukan tujuh amalan , tanpa dibarengi tujuh perkara , berarti hampa/palsu amalannya, yaitu :

1.Takut kepada Allah , tetapi tidak mau mengurangi laku maksiat
2.
Mengharap pahala dari Allah tetapi enggan beramal /beribadah kepada-Nya

3.Ber-azam
akan melakukan kebaikan/berbakti kepada Allah, tetapi tidak dilakukan dalam kenyataan
4.
Berdo’a kepada Allah tetapi tidak berusaha secara lahiriah
5. Mohon ampun kepada Allah, tetapi tidak menyesali dosa yang dilakukan
6. Lahirnya berbuat kebaikan, tetapi dalam hatinya tidak ikhlas
7.
Sungguh-sungguh dalam beramal atau beribadah, tetapi tidak ikhlas mengharap keridhaan dari Allah.

Kedua: Meneladani Kehidupan Rosulullah saw
Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpin yang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akhirat.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً -٢١-

"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)
Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman. (QS Ahzab 21)
Laqad jā-akum (sungguh telah datang kepada kalian), wahai penduduk Mekah. Rasūlum min aηfusikum (seorang rasul dari kalangan kalian sendiri), yakni seorang Arab keturunan Bani Hasyim seperti halnya kalian. ‘Azīzun ‘alaihi (berat terasa olehnya), yakni sulit terasa olehnya. Mā ‘anittum (kesalahan yang diperbuat oleh kalian), yakni dosa yang telah kalian perbuat. Harīshūn ‘alaikum (sangat berharap kepada kalian), yakni sangat berharap kalian beriman. Bil mu’minīna ra-ūfur rahīm (serta berbelas kasihan lagi penyayang kepada kaum Mukminin), yakni kepada seluruh kaum Mukminin.
Dari sudut pandang keteladan beliau, menurut pakar muslim kontemporer disebutkan bahwa manusia dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerja, dan yang tekun beribadah. Dalam sejarah hidup beliau membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak keempat macam type manusia tersebut.
Perjalanan hidup beliau dipenuhi dengan peristiwa –peristiwa yang sarat dengan hikmah. Kehebatan beliau dalam berdakwah, memang sudah begitu kondang, bukan hanya di kalangan umat Muslim. Lewat halusnya tutur kata, lembutnya pandangan, manis gerak-gerik hingga kearifan cara berfikirnya, tak terhitung banyaknya orang yang masuk islam, tak sedikit pula dari lawan-lawannya yang akhirnya berubah menjadi kawan, bahkan menjadi pengikut setia.
Beliau adalah orang yang lembut, murah hati , mampu menguasai diri, suka memaafkan saat memegang kekuasaan dan sabar saat didholimi. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridho.
Diantara sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliiau yang sulit digambarkan, bahwa beliau memberikan apa pun dan tidak takut menjadi miskin.
Masih terlalu banyak lagi kemulian akhlaq beliau yang tidak bisa diuraikan satu per satu. Sehingga hampir-hampir, keteladanan beliau tak terulang kembali dalam sejarah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Bisa memberikan ampunan dan kasih sayang kepada musuh sekali waktu, sementara di waktu yang lain dengan penuh ketegasan menghukum dan mengusir musuh. Ia tahu kapan harus memaafkan dan kapan pula harus marah dan bertindak.

Anas bin Malik dalam suatu riwayat menceritakan, ketika Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum : "Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah, aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, "Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgasana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa'ir."


Dari ungkapan Aisyah istri Rosulullah tersebut, menyadarkan kita bahwa memang demikianlah keseharian kehidupan Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surga. Kemudian bagaimana halnya dengan kita?


Ketiga: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah

Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.
"Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (Al-An'am : 153)

Keempat: Mencintai Rasulullah


Mencintai Rosulullah adalah kewajiban , membela kehormatan Rosulullah Saw merupakan keharusan , karena merupakan indikator keimanan. Demikian pula masih banyak tanda-tanda yang lain sebagaimana disebutkan dalam jamii’ish shoghiir (dari dhuraratun nashihin), Siti Aisyah Ra, berkata:
Man ahabballaha ta’alaa aktsaro dikruhu tsamrotuhu anyadzkurohullahu birohmatihi waghufroonihi wayud-khiluhul jannata ma’a ambiyaa-ihi wa ‘auliyaa-ihi wa yukrimahu biru’yati jamaalihi wa man ahabbannabiyya alaihish sholaatu wassalaamu aktsaro minashsholaati ‘alaihi. Wa tsamrotuhul wushuulu ilaa syafaatihi wa shuhbatihi fil jannah. …
Barang siapa cinta kepada Allah Ta’ala, maka dia banyak menyebut-nyebutNya, dan buahnya Allah akan mengingat dia juga dengan memberikan rahmat dan ampunan kepadanya serta memasukkannya ke Surga bersama sama dengan para Nabi dan para Wali bahkan member kehormatan pula kepadanya dengan bisa melihat keindahan-Nya; dan barangsiapa cinta kepada Nabi Asw, maka dia banyak membaca shalawat Nabi Asw, dan buahnya ialah dia sampai bisa mendapatkan syafaatnya dan bersama didalam sorga”
Dari Anas R.a. dari Nabi Asw: Man ahabba sunnati faqod ahabbani wa man ahabbani kaana ma’ii fil jannah. (Al Hadist)
(Barangsiapa cinta kepada sunnatku maka sungguh dia cinta kepadaku, dan barangsiapa cinta kepadaku maka dia bersamaku di dalam surga)"

Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi.

Ada beberapa hal yang dapat kita kerjakan , sebagai bagian bukti mahabbah kita kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw yang antara lain :
1. Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
QS. Adz dzaariyat : 23
2. Mengerjakan perintah dan menjauhi yang beliau larang dengan tanpa ragu (QS Al Ahzaab 36 dan Al A’raaf 158)
3. Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapapun
4. Ittiba’ (mencontoh) Nabi Saw serta berpegang pada petunjuknya
5. Membela ajaran sunnah Nabi
6. Menyebarkan ajaran nabi


Demikianlah, sebenarnya masih banyak yang harus dikoreksi dalam diri kita, untuk meneladani dan mencintai junjungan kita yang mulia Nabi Muhammad Saw.

Sumber : Tanbihul Ghafilin (Al Faqih Abu Laits Samarqandi), Cahaya Di atas Cahaya ( Safiur Rahman Mubarakpuri), Wawasan Al Qur’an (DR. Qurays Sihab) , dll.

Wallahu a'lam bi shawab.

Selasa, 07 Februari 2012

Mereformasi Diri









Perubahan Membutuhkan Lingkungan Yang Kondusif
Oleh: Akhmad Kuspriyanto

PERUBAHAN atau ada yang menyebutnya dengan istilah kerennya ’reformasi’, diartikan sebagai suatu perubahan terhadap suatu system yang ada pada suatu masa. Maka me-reformasi diri maksudnya melakukan perubahan system nilai pribadi kita , harapannya tentu menjadi pribadi yang lebih baik/ sholeh.
Kata seorang Sesepuh yang mengaku pernah menjadi pejuang:

Ketika aku masih kecil dulu, aku mempunyai cita-cita ingin mengubah dunia ini, dan ternyata.. setelah aku pikir-pikir sejalan dengan perjalanan waktu, ternyata cita-citaku itu sulit kuwujudkan, maka kupersempit cita-citaku tadi ,kemudian aku bercita-cita ingin mengubah negeriku , dan ternyata sejalan dengan perjalanan waktu, setelah aku pikir-pikir lagi cita-citaku itupun masih sulit kuwujudkan, sehingga cita-citaku lebih kusederhanakan , aku hanya ingin mengubah kampung tempat tinggalku, ternyata… itupun juga sulit kuwujudkan.

Kemudian saat usiaku sudah senja dan aku hanya bisa berbaring ditempat tidurku, aku masih ingin berbuat sesuatu minimal untuk mengubah keluargaku. Celakanya…, ternyata akupun tidak bisa : di dalam keluargaku sendiri : istriku, anak-anakku pun tidak bersedia mengikuti aku. Aku ternyata tidak bisa menjadi Imam untuk keluargaku sendiri.
Sekarang sudah tidak ada yang kumiliki lagi, tapi aku masih bersyukur, karena aku masih memiliki semangat untuk berubah di sisa-sisa umurku, minimal ingin mengubah diriku sendiri, menjadi lebih baik. Mudah-mudahan berawal dari perubahan diri sendiri ini, mungkin aku bisa mengubah keluargaku, kampungku, negeriku bahkan dunia.” Katanya bersemangat.

Begitulah perubahan itu selalu hadir menyertai perjalan sang waktu. Ada kalanya perubahan itu membawa perbaikan, tapi pada sisi yang lain banyak pula ditemukan perubahan justru menuju ke arah kemunduran.


Oleh karena itu, agar perubahan itu menuju ke hal positip , ada beberapa faktor yang perlu dicermati :


1. Lingkungan/ pergaulan dengan budaya lain. Lingkungan atau pergaulan yang terjadi dapat mendorong inovasi / perubahan baru .
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup berkelompok, la pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.Sehingga teman bergaul merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan hidup bersosialisasi. Manusia tidak bisa hidup seperti ikan di laut, meski hidup di air tempat tinggalnya yang penuh dengan kandungan garam, tetapi ikan tersebut tidak ikut asin
Mungkin kita pernah menjumpai….teman kita yang tadinya berakhlaq manis dan penyantun. Dari keluarga agamis yang taat, ternyata pada suatu waktu ia ditemukan oleh Petugas sedang nyabu, atau ngoplo. Bukan berhenti disitu saja , bahkan terlibat serentetan perkara kriminal . Padahal dahulu kita kenal sebagai orang yang yang baik akhlaqnya. Selidik punya selidik, ternyata selama ini tanpa diketahui oleh keluarganya , ia terjerumus dalam lingkungan yang salah, sehingga karena begitu kuatnya pengaruh dari teman-temannya yang ‘tidak benar’ tadi membawa ia ke lubang kemaksiatan. Demikian pula bisa terjadi sebaliknya, ada pula mereka yang mendapatkan hidayah, yang semula buruk akhlaqnya kemudian berubah drastis menjadi orang yang sholeh, karena lantaran pengaruh lingkungan yang baik.
Namun demikian, suatu hal yang sering menjadi hambatan perubahan adalah pada umumnya kita cenderung senang bergaul dengan teman pergaulan yang sepadan, yang memiliki cara pandang dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda.
Nabi Saw bersabda:”Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap.” (HR.Bukhari dan Muslim)

2.Sistem pendidikan yang maju; Sistem pendidikan yang ada sangat berpengaruh terhadap semangat perubahan. Dengan pendidikan yang maju akan memberikan ruang terhadap pemikiran baru dan nilai-nilai tertentu yang memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan/nilai-nilai yang ada masih dapat memenuhi perkembangan zaman atau tidak. Sekarang banyak pilihan orang untuk menempuh pendidikan formal. Dari yang bertaraf lokal sampai International. Maka sering dalam memilih pendidikan ini berdasarkan prestasi akademiknya , akan tetapi kurang mempertimbangkan pembinaan akhlaqnya, sehingga banyak dijumpai mereka kaya ilmu tapi miskin hatinya; cerdas IQ-nya tapi kurang social dan spiritualnya. Maka pendidikan yang tepat akan sangat mewarnai kearah perubahan yang positif.

3, Orientasi terhadap masa depan:
Pemikiran yang berorientasi pada masa lalu dan saat ini , sering tidak memberikan banyak warna perubahan sesuai zamannya. Maka diperlukan penyempurnaan dengan pemikiran yang berorientasi ke masa depan sehingga akan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

4. Nilai ikhtiar
Ikhtiar / menyempurnakan usaha dan berdo’a harus selalu kita lakukan dalam upaya melakukan perubahan menuju hal yang lebih baik , lebih bermanfaat di dunia dan akhirat. Maka kesungguhan dalam berikhtiar akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan kita capai.
Wallahu a'lam bi shawab

Minggu, 08 Januari 2012

Sayang..., Waktuku Berlalu





Tahun Baru, Orang Yang Tidak Merugi
Posting by : Kuspriyanto

Allah Swt berfirman :

وَالْعَصْرِ -١-
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ -٢-
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ -٣
-

Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang :Kesehatan dan kesempatan (Diriwayatkan bukhari melalui Ibn Abbas ra)

BULAN demi bulan telah berlalu dan tanpa terasa kita telah berada di awal tahun 2012. Hiruk pikuk suara terompet dan bunyi-bunyian lainnya mewarnai pergantian tahun. Hal ini berarti pada detik itu, mengawali berkurangnya ‘kontrak’ waktu hidup kita di dunia dan mengingatkan semakin dekatnya ajal kita.

Maka perlu menjadi bahan renungan kita, apabila kita bermaksud akan menyelenggarakan acara bersenang-senang dengan berfoya-foya dalam menyambut tahun baru.

Secara umum, sebenarnya manusia diingatkan bahwa posisinya akan merugi lahir atau bathin, dunia atau akhirat secara relatif kecuali :

Pertama, yaitu beriman kepada Allah. Dan keimanan ini tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu. Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.

Kedua , mengamalkan ilmu. seorang hendaklah berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya, seseorang agar berupaya maksimal mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya.

Menurut Dr Qurays Shihab amal manusia yang beragam tadi berasal dari 4 daya yang dimiliki : Daya tubuh (kemampuan teknis), daya akal (kemampuan untuk mengeembangkan iptek), daya qalbu (beriman, estetika, spiritual), daya hidup (mampu beradaptasi)

Ketiga, berdakwah / saling memberi wasiat. Saling member wasiat /berdakwah, mengajak manusia kepada Allah ta’ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang- orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik.

Tentunya kita punya kewajiban bukan hanya mengembangkan sifat insaniyah kita, tetapi juga kewajiban untuk mengembangkan masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan, yaitu saling memberi wasiat, bukan hanya subyek, tetapi sekaligus objek. Kita bukan saja yang menerima wasiat, tetap juga yang diberi wasiat yaitu Al-Haq dan Ash-Shabr. Suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan . Jadi orang tidak dikatakan beriman kalau tidak beramal saleh dan tidak dikatakan membela kebenaran kalau tidak tabah dalam membela kebenaran itu.

Memang seluruh waktu sebenarnya sama jumlahnya 24 jam. Lalu apa yang menyebabkan satu waktu mempunyai nilai lebih tinggi dari waktu yang lain? Hal itu karena adanya peristiwa yang berkaitan dengan waktu itu. Bahkan kita berlama –lama kembali ke tempat dan waktu tertentu hanya sekedar mengenang kembali peristiwa masa lalu, karena tempat atau waktu itu punya makna yang tersendiri buat kita. Atau sebaliknya, orang akan menyesal ‘seumur-umur’ ketika tiba-tiba mengingat waktu kejadian tempo dulu. Kemudian ia pun berguman dalam hati :

Sang Waktu, mengapa kau kubiarkan berlalu

Tanpa sebuah arti

Tanpa kesan apapun

Ketika kutersadar … kau telah meninggalkan aku jauh

Kini hanya tertinggal sebuah penyesalan

Sebuah kerugian yang kuperbuat sendiri

Sang Waktu

Aku masih berharap dapat bersamamu

Meniti sisa-sisa kehidupan ini

Meraih asa , merajut harapan masa depan.


Wallahu a'lam bi shawab