Kamis, 16 Desember 2010

Membangun Ukhuwah Islamiyah

Mengurangi Rapuhnya Komunitas
Posting by : A.Kuspriyanto

BERSATU Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh. Begitu sering kita dengar sebuah pepatah yang tidak asing lagi. Dalam membangun sebuah komunitas, baik itu dalam keluarga, masyarakat ataupun yang lainnya, mutlak diperlukan sebuah kekompakan, kebersamaan , persatuan. Tanpa adanya kekompakan, kebersamaan dan persatuan suatu komunitas akan mustahil dapat mempertahankan keutuhannya, bahkan akan cerai-berai. Apalagi di saat ini, tantangan zaman yang modern dan gaya hidup yang semakin sekuler , disinyalir adanya penurunan kualitas sebuah komunitas, dengan kata lain rapuhnya komunitas kita.
Benarkah sekarang kita berada dalam komunitas yang rapuh? Sebuah pertanyaan yang mungkin pernah hinggap di benak kita. Kalau kita cermati dan saksikan berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Lebih-lebih saat ketika rame-nya orang memperjuangkan sebuah kepentingan organisasinya masing-masing. Begitu besarnya semangat “egoisme” individu atau kelompok itu mengkristal , seolah jauh dari semangat kebersamaan dan persaudaraan.

Mungkin ada benarnya, isyarat yang disampaikan Rasulullah Saw 14 Abad yang lalu akan terjadinya suatu komunitas yang rapuh. Kerapuhan mereka bukan karena jumlahnya yang minoritas, akan tetapi justru ironisnya mereka mayoritas dari segi kuantitatif. Akan tetapi dari segi kualitatif mereka sungguh memprihatinkan. Diibaratkan oleh Rasulullah SAW mereka ibarat buih yang terapung-apung di atas air bah. Lebih disayangkan lagi dengan jumlahnya yang besar hanya dijadikan ‘bahan rebutan’ bagi yang berkepentingan ibarat makanan dalam hidangan yang diperebutkan oleh orang-orang yang lapar.

Nabi Muhammad SAW pernah memberikan isyarat kepada Sahabatnya tentang keadaan umat Islam di akhir zaman, “ Akan datang suatu masa, umat lain akan memperebutkan kamu, ibarat orang-orang yang lapar memperebutkan makanan dalam hidangan. Sahabat menanyakan:”Apakah lantaran pada waktu itu jumlah kami hanya sedikit, ya Rasulullah? Dijawab oleh beliau, “Bukan, bahkan sesungguhnya jumlah kamu pada waktu itu banyak, tetapi kualitas kamu ibarat buih yang terapung-apung di atas air bah. Dan dalam jiwamu tertanam kelemahan jiwa”. Sahabat bertanya :”Apa yang dimaksud kelemahan jiwa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab:” Yaitu cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud)

Kondisi yang digambarkan Rasulullah Saw di atas, mungkin bisa jadi ada pada diri kita atau di lingkungan kita. Karena kendatipun tubuh kita sehat, otak kita cerdas, tapi jiwa kita lemah. Kelemahan jiwa itu dijelaskan Rasulullah karena terjangkit penyakit yang dapat menurunkan kekuatan ukhuwah “cinta dunia dan takut mati”. Berbagai upaya yang dilakukan dan keinginan hanya dipusatkan untuk mencapai kesenangan dunia semata-mata. Semua usahanya diperhitungkan dan dihargai dengan keuntungan dunia semata, sekalipun apa yang dikerjakan merugikan orang lain. Demikian pula, perjuangan dalam usaha agama semakin menipis, bahkan nyaris tidak ada lagi gemanya. Oleh karena itu, berbagai upaya seharusnya dilakukan untuk mengokohkan ukhuwah islamiyah.

Membangun Ukhuwah Islamiyah

Sesungguhnya sebagai umat manusia berdasarkan fitrahnya memiliki keinginan saling kerjasama, saling bantu membantu dengan sesama. Begitu pula kita selaku umat Islam, sudah barang tentu semestinya memiliki jiwa persatuan dan persaudaraan kepada sesama, terlebih kepada sesama Umat Muslim (ukhuwah Islamiyah), karena ukhuwah islamiyah ini termasuk perintah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujuurat : 10, yang artinya:” Sesungguhnya orang-oran mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan betaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat .”

Meskipun dimaklumi bahwa hidup ini banyak masalah yang terkadang menjadikan salah paham, pertentangan, permusuhan dan bahkan peperangan. Akan tetapi, hendaknya jangan sampai mengabaikan ukhuwah islamiyah. Tentunya kita harus memiliki visi, misi dan semangat idealisme yang tidak boleh padam, yakni dalam upaya memperjuangkan Agama Allah, tegaknya agama Islam. Insya Allah permasalahan yang ada dapat dicarikan solusi secara bijaksana dalam kebersamaan.

Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk memupuk rasa persaudaraan (ukhuwah) tersebut , saling melengkapi –saling membantu, di sisi yang lain kita juga menyadari ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sungguh tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, karena ini merupakan sunnatullah.

Toleransi , saling menghormati dan memahami terhadap sesama ini sangat baik untuk dipupuk dan dikembangkan. Sehingga diharapkan meskipun ada perbedaan faham, khilafiyah furuiyyah, aspirasi politik dsb, tidak menjadi pemicu perpecahan sesama umat Islam, yang pada akhirnya akan menjadikan terganggunya ukhuwah islamiyah.


Perbedaan-perbedaan tersebut diatas, diperbolehkan dalam Islam, karena kita tidak mungkin dijadikan satu saja tanpa sebuah perbedaan, tetapi memiliki kepentingan yang tidak mesti sama. Namun demikian, hal yang perlu dihindari adalah sifat ta’asyub jahiliyah, yakni merasa bahwa faham, politik dan pendapatnyalah yang paling benar, sehingga kadang tidak bisa memahami akan kepentingan orang lain, bahkan lebih jauh mengabaikan kepentingan yang lebih besar, ukhuwah islamiyah.

Satu hal yang perlu direnungkan bahwa kita tak akan mungkin meraih kejayaan tanpa ada persatuan dan kesatuan, yang didasari dengan ukhuwah islamiyah yang solid, jauh dari sifat ta’asub jahiliyah. Oleh karena itu, maka sudah menjadi kebutuhan kita semua untuk saling bantu membantu dalam kebaikan untuk meraih ridho Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah dalam QS Al Maidah : 2 ” Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”.

Wallahu a’lam bi shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar