Jumat, 10 Desember 2010

Sami'na Wa atho'na


Menyoal Sebuah Kepatuhan
Posting by : A.Kuspriyanto

SETIAP kali kita menerima suatu himbauan Agama (ajakan secara halus), atau yang lebih keras ‘sebagai suatu perintah’, biasanya kita akan memberikan respon terhadap ajakan tsb. Ada yang hanya didengar, kemudian ditindaklanjuti; didengar ditanyakan bahkan diperdebatkan tetapi tidak pernah dilaksanakan atau bahkan didengar, dipikir-pikir tapi diabaikan atau dilanggar.

Memang bisa dimaklumi Era globalisasi, sering semua masalah digenerasilasi harus dipikir sampai “jlimet”, ini lho yang namanya rasional. Rene Descartes mengatakan ”cogito ergo sum” yang artinya aku berpikir, maka aku ada, yang mengandung maksud bahwa dengan berpikir mampu mengadakan sesuatu. Padahal sebenarnya berpikir bukanlah bisa mengadakan sesuatu tetapi hanya menyadari keberadaan sesuatu. Nampaknya pikiran manusia tidak akan pernah menjangkau hakikat keberadaan Tuhan, hakikat sebuah kebenaran yang hakiki dan sebagainya yang bersifat abstrak.

Secara sederhana keluguan kepatuhan terhadap hukum ini pernah diungkapkan dalam kisah seorang pembantunya Nabi Muhammad SAW yang bernama Robiah. Saking setianya, sampai seluruh hidupnya digunakan untuk berbakti kepada Kanjeng Nabi dengan keikhlasan hingga akhir hayatnya. Bahkan ketika ditawari untuk berhenti bekerja , karena mungkin usianya sudah udzur, dia menolak dan ingin terus mengabdi kepada Kanjeng Nabi Saw. "Biarkan saya bersamamu ya Rasulullah mulai di dunia sampai di surga nanti," katanya. Rasulullah tidak bisa menolak permintaan pembantunya itu. Hanya saja dia memberi isyarat,"Kalau kamu ingin bersamaku di dunia sampai di jannah nanti, kamu harus banyak bersujud." Pernyataan beliau langsung diamini oleh Rabiah,"Sami'na wa atho'na." Ini bentuk kepatuhan yang saat ini sering diperdebatkan, kepatuhan yang ikhlas tanpa reserve.

Nampaknya berbagai kemungkinan bisa terjadi di muka bumi ini. Sebuah Hadist dari Rasululah SAW yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Hurairah r.a berkata: “Ketika turun ayat : Lilahi mafis samawaati wama fil’ ardli wa in tubdu ma fi anfusikum au tukhfuhu yuhaasibkum bihillah. (Bagi Allah kekuasaan langit dan bumi, apabila kamu keluarkan isi hatimu atau tetap kamu sembunyikan akan diperhitungkan oleh Allah). Terasa berat yang demikian itu pada sahabat-sahabat Nabi SAW sehingga mereka datang kepada Rasulullah dan jongkok sambil berkata : Ya Rasulullah kami dapat menerima kewajiban-kewajiban yang dapat kita kerjakan, yaitu sembahyang, jihad, puasa dan sedekah. Dan kini telah diturunkan ayat ini, kami merasakan tidak dapat melaksanakan dan tidak kuat menanggungnya. Rasulullah bersabda: “Apakah kamu akan berkata sebagaimana Ahli kitab-kitab yang sebelummu; Kami mendengar dan melanggar. Kamu harus berkata: Sami’na wa atho’na (Kami mendengar dan taat) Ghufranaka Rabbana wa ilaikal mashir (Ampunkan kami ya Tuhan kami dan kepadaMu bakal kembali) Dan ketika ajaran itu telah dibaca oleh para sahabat, sehingga ringan lidah mereka membacanya. Allah menurunkan ayat lanjutannya: Aamanar rasulu bima unzila ilahii min rabbihi wal mu’minuna kullun aamana bilahi wamalaikatihi wa kutubihi wa rasulihi la nufarriqu baina ahadin min rasulihi wa qaalu sami’na wa atha’na ghufranaka rabbana wa ilaikal mashir. (Sungguh telah percaya Rasulullah dengan apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, juga kaum mukminin masing-masing telah percaya kepada Allah dan MalaikatNya dan Kitab-KitabNya dan Nabi-nabi UtusanNya, tidak membeda-bedakan salah seorangpun dariutusan-utusan itu, dan berkata mereka: Kami mendengardan taat, ampunkanlah hai Tuhan kami dan kepadaMu akan kembali). Dan ketika telah dilaksanakan demikian itu Alah memansukhkan hukum ayat yang di atas dengan ayat yang terakhir yang berbunyi : La yukallifullahu nafsan illawus’aha laha ma kasabat wa alaiha maktasabat (Alah tidak memaksakan pada seseorang kecuali sekuat tenaganya, baginya keuntungan dari usahanya, sebagaimana diatas tanggungan resiko apa yang telah dikerjakannya. Rabbana la tu’akhidzna in nasina auakh-tho’na. Dijawab : ya” Robbana wala tahmil alaina ishran kama hamaltahu ‘alladziina min qoblina. Dijawab : “ya” Rabbana wala Tuhammilna mala thoqota lana bihi. Dijawab :”Ya” Wafu’anna Waghfir lana warhamna anta maulana fanshurna alal qaumil kafirin. Dijawab: “ Ya” (Ya Tuhan kami janganlah menuntut kami jika kami lupa atau keliru, Jawabnya: Ya, Ya Tuhan kami, jangan menanggungkan pada kami keberatan-keberatan sebagaimana yang Tuhan yang tanggungkan pada orang-orang yang sebelum kami, Jawab Ya. Ya Tuhan kami jangan menanggungkan pada kami yang diluar kekuatan kami. Jawabnya: Ya. Maafkanlah kami dan ampunilah kami, dan kasihanilah kami. Engkau pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi kaum kafir. Jawabnya: Ya). (HR Muslim dikutip dari Riadhus Shalihin)

Wallahu a'lam bi shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar