Kamis, 23 Desember 2010

Perjalanan Cinta


Kemana Menemukan Cinta
Bagian Ke-delapan
Posting by : A.Kuspriyanto

SEPANJANG sejarah, di kalangan orang-orang arif yang membicarakannya, cinta adalah sesuatu hal yang tidak pernah habis untuk dibicarakan, dan tak akan pernah surut untuk diapresiasi. Bahkan tidak bisa dipungkiri maka sesungguhnya semua kebaikan, keindahan, kecantikan, ketentraman, kedamaian dan hal-hal yang baik , semua pada dasarnya dilandasi dan muncul karena cinta. Semua kecintaan yang kita tujukan kepada siapapun dan kepada apapun, cinta akan memiliki nilai keluhuran dan ketinggian derajad bila dilakukan demi sesuatu dan untuk sesuatu yang mulia.

Hidup adalah sebenarnya rangkaian perjalanan cinta. Coba kita tanyakan pada beningnya jiwa, bisakah hidup tanpa cinta? Kendatipun mata terpejam, raga terkulai lemah tak berdaya, mulut tak kuasa mengucap, tapi betapa jiwa masih bergetar merasakannya. Perjalanan sang waktu akan memberikan bukti benarkah hati meraihnya dengan tulus suci. Ataukah cinta hanya akan membawa kepada kehinaan diri dan petaka.
Sebagaimana yang diungkapkan Hamka bahwa cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahlah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun kedurjanaan , kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.

Banyak cerita roman yang penuh haru-biru cinta dan pengorbanan, yang seolah menjadi inspirasi para pemujanya yang rela mengorbankan hidupnya demi sebuah cinta. Begitu tak berdayanya hati ketika tiba-tiba badai cinta menggelora di dada. Seolah menyimpan kekuatan yang maha dasyat yang akan mampu menembus dimensi ruang dan waktu.

Lihatlah bagaimana mashurnya kisah Laila Majnun buah karya Nizami. Sebuah kisah dari cerita rakyat Arab, tentang perjalanan cinta seorang gadis cantik bernama Laila dengan seorang pemuda bernama Qais. Kekuatan cinta dua anak manusia ini, ternyata tidak membuat mereka berdua berhenti untuk saling mencintai, kendatipun terhalang berbagai rintangan. Qais tersiksa hatinya karena kasihnya tak sampai. Sang buah hati telah dinikahkan dengan Saudagar kaya Sa’ad bin Munif. Hancur luluhlah hati Qais. Tak ada satu obat pun yang yang bisa menyembuhkan sakitnya hati, meskipun orangtuanya telah mendatangkan banyak Tabib ternama. Sehingga karena begitu besarnya hasrat cintanya kepada Laila yang tidak mampu ia tundukkan, membuat Qais seperti berperilaku aneh. Ketulusan jiwa dalam derita mengilhami dalam syair dan puisi yang mengalir menentang takdir mereka. Karena perilaku aneh Qais, yang sibuk dengan dirinya sendiri bahkan sering terlihat berbicara sendiri, tetap saja orang di kampungnya menyebutnya majnun yang berarti kurang sempurna pikirannya.
Demikian pula tidak kalah menderitanya Laila, meskipun telah diperistri Saudagar kaya, ia tetap mencintai Qais. Karena tak kuat menahan penderitaan cinta, Laila akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia. Pada akhirnya kedua anak manusia ini dipersandingkan dalam pusara abadi. Di atas ke dua pusara ditumbuhi dua rumpun bambu yang konon pucuknya saling berpelukan yang masyhur dikenal dengan maha karya kisah Laila – Majnun.


Kita juga menyaksikan bagaimana kisahnya sang Romeo dan Juliet karya Shakespeare yang berujung tragis atas perjuangan cinta. Demikian bagaimana kisahnya Rose De Witt dan Jack Dawson yang tenggelam di Samudera bersama Kapal Titanic. Atau kisah cintanya Roro Jonggrang, atau berbagai kisah romantik cinta yang masyhur, seolah menjadi ’publik figur’ bagi para pemujanya, yang selalu mengagungkan cita-cita cinta.

Memang tidak bisa dipungkiri, energi cinta begitu dasyat. Cinta dapat mengubah manis menjadi pahit, derita menjadi nikmat, kemarahan menjadi kerinduan dan seterusnya. Tuhan menganugerahkan sekeping hati kepada kita untuk menjaganya yaitu cinta. Karena cinta ini berada di tempat yang labil, sebagaimana Sabda Rasulullah Saw, "hati itu bersifat gampang terbolak-balik bagaikan bulu yang terombang ambing oleh angin yang berputar-putar. Oleh karena itu agar nyaman, kalau bisa cinta itu ditempatkan secara proporsional . Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan :” Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu.” Dalam Hadist Riwayat At Tirmidzi Rasulullah Saw bersabda:”Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”.

Lantas sebenarnya kemanakah langkah cinta kita mengabdi? Benarkah cinta ini tertuju, bila hati masih menyimpan geram. Tentunya cinta hakiki dari sekeping hati seorang yang beriman, adalah cinta yang bersumber dari kecintaan Allah SWT dan karena untuk menggapai ridho-Nya. Maka berbagai jalan terbentang yang dapat diwujudkan dalam aktivitas kehidupan tanpa batas ruang dan waktu. Ketulusan cinta yang mampu membangkitkan semangat, yang mampu merubah menjadi lebih baik. Semoga....!

Wallahu a’lam bi shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar