Selasa, 27 Juli 2010

Perhatikan Rukun Puasa Ramadhan

Syarat Wajib Puasa, Syarat Sah Puasa
dan Rukun Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, yang disyariatkan pada hari senin tanggal 2 Sya’ban tahun kedua Hijriyah. Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu ditegakkan atas lima azaz yaitu: (1) Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, (2) Mendirikan shalat (3) Menunaikan zakat, (4) Berhaji ke Baitullah dan (5) Berpuasa dalam Bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Shaum , syiam atau puasa, mengandung pengertian:

• Secara etimologis adalah ‘al imsaku ‘an al-syai” yaitu mengekang dan menahan diri dari sesuatu. Misalnya menahan diri dari makan dan minum, dsb.

• Secara terminologis atau pengertian secara syar’iah, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum, jima’ (bercampur dengan istri) dll yang diperintahkan kepada kita untuk menahannya, sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan. Demikian pula diperintahkan menahan diri dari ucapan yang diharamkan atau dimakruhkan, karena ada hadist-hadist yang melarang hal itu, semua itu berdasarkan waktu dan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Beberapa hal yang sebaiknya diketahui:

1. Syarat wajib puasa

Mereka yang diwajibkan melaksanakan puasa ramadhan adalah yang memenuhi persyaratan sbb:
1. Beragama islam. Bagi mereka yang tidak beragama islam tidak diwajibkan puasa. Bila mereka masuk agama Islam, maka tidak wajib meng-qadha puasanya yang telah lalu. Firman Allah SWT:”Katakanlah kepada orang-orang kafir itu ,jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi; sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah) terhadap orang-orang terdahulu. (QS. Al-Anfal :38)


2. Berakal. Bagi orang yang terganggu akalnya, atu gila tidak wajib berpuasa;

3. Baligh atau dewasa, yaitu berumur 15 tahun ke atas, atau sudah menstruasi bagi wanita dan mimpi sebagai tanda baligh bagi anak laki-laki, meskipun usianya belum mencapai umur 15 tahun. Anak yang belum baligh tidak wajib berpuasa, namun demikian apabila anak tersebut telah mumayyiz, kemudian melaksanakan puasa, maka puasanya sah. Sebagai tarbiyah, hendaknya anak dilatih puasa sejak masih kecil, sehingga pada saat baligh mereka sudah terbiasa melaksanakan puasa.

Tanda-tanda baligh secara rinci sebagaimana pernah ditulis KH. Ahmad Syadzirin Amin adalah sebagai berikut:


a) Bagi seorang perempuan ada 5 macam, apabila salah satu dari 5 perkara berikut terdapat padanya maka dihukumi sudah baligh:

• Umur 15 tahun qomariah
• Keluar air mani dari kemaluan setelah umur 9 tahun qomariah
• Keluar darah haid setelah 9 tahun qomariah, taqriban, yaitu kira-kira atau kurang sedikit 15 hari walaupun hanya sebentar (Kashifatu al Syaja: 16)
• Keluar bulu kemaluan setelah umur 9 tahun qamariah (Tabyinal Ishlah: 157)
• Kedua buah dadanya sudah menonjol ke depan secara jelas (Bidayatul Ummat)

b) Bagi seorang laki-laki, apabila salah satu dari perkara berikut terdapat padanya maka dihukumi sudah baligh:

• Sudah berumur 15 tahun qamariah
• Keluar air mani
• Keluar bulu kemaluan setelah 9 tahun qamariah (Tabyinal ishlah: 157)

4. Mampu berpuasa. Mereka yang tidak mampu karena sudah sangat tua, sakit dsb, tidak wajib berpuasa, kewajiban itu diganti dengan membayar fidyah;

2. Syarat Sah Puasa, pelaksanaan ibadah puasa menjadi sah, bila memenuhi persyaratan sbb;
• Beragama islam. Orang-orang non muslim tidak sah bila melakukan ibadah puasa.
Mumayyiz, yaitu seorang anak laki-laki maupun perempuan yang sudah memiliki kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan
• Suci dari haid dan nifas, bagi perempuan yang sedang haid atau baru saja melahirkan tidak boleh berpuasa. Namun mereka wajib meng-qadha (mengganti) puasa yang ditinggalkan setelah mereka suci dari haid dan nifasnya.
• Dikerjakan pada waktu yang diperkenankan puasa padanya. Jika melaksanakan puasa pada waktu yang tidak diperbolehkan puasa padanya, maka puasanya tidak sah, bahkan tidak boleh dilakukan. Yakni dilarang berpuasa pada hari raya idhul fitri dan idhul adha, dan puasa pada hari tasriq (11,12,13 Dzulhijjah)

3. Rukun Puasa, adalah sesuatu yang harus dikerjakan, bila ditinggalkan salah satunya maka ibadahnya tidak sah, yaitu:
• Niat melaksanakan ibadah puasa, waktunya pada malam hari, sejak waktu maghrib sampai dengan waktu fajar. Pada puasa sunnah diperbolehkan niat di pagi harinya sampai menjelang waktu dzuhur.
• Meninggalkan segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar di waktu subuh sampai terbenam matahari di waktu maghrib.

4.Yang Membatalkan Puasa, apabila melakukan salah satu perbuatan berikut puasanya menjadi batal atau tidak sah
• Makan dan minum sedikit atau banyak. Akan tetapi bila karena lupa (tidak sengaja makan atau minum baik banyak maupun sedikit) tidak membatalkan puasa
• Bersetubuh atau melakukan hubungan seksual (di siang hari di bulan Ramadhan)
• Mengalami Haid atau Nifas
• Gila (bila gila itu terjadi pada siang hari dan dalam keadaan berpuasa, maka batallah puasanya).
• Keluar sperma dengan sengaja, baik melalui onani maupun masturbasi. Adapun apabila keluar sperma karena bermimpi, maka tidak membatalkan puasa.
• Muntah dengan sengaja


Wallahu a’lam bi shawab
(Editor: A.Kuspriyanto, dari berbagai sumber)

Minggu, 25 Juli 2010

Obat Rindu

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ke-enam)

CINTA, sekali lagi sebuah kata yang terdiri dari lima huruf yang tidak pernah kering dari resah-gelisah serta haru-biru kerinduan dari anak manusia. Kendatipun berulang-ulang didendangkan lagunya:

Sekian lama aku menunggu, untuk kedatanganmu
Bukankah engkau telah berjanji kita jumpa disini
Datanglah, kedatanganmu kutunggu
Tlah lama, telah lama kumenunggu

Derita hidup yang kualami
Duhai pahit sekali
Pada siapa aku berbagi kalau bukan padamu
Datanglah, kedatanganmu kutunggu
Telah lama, telah lama kumenunggu

Ungkapan kerinduan yang sangat mendalam, juga dituangkan dalam baitnya Imam Syafii, misalnya suatu ketika beliau datang menjenguk rekannya yang sedang sakit, beliau sangat mengasihinya. Nama rekannya itu Muhammad bin Abdul Hakim al-Masri. Beliau berkata:

Di kala kekasih kesayanganku sakit kumerawatnya
Aku sakit karena bimbang kepadanya
Datang kekasih merawatku
Sakitku sembuh karena dapat menatap wajahnya.

Memang kerinduan adalah manifestasi perasaan mendalam, yang bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Pada waktu itu, bahkan ada seorang lelaki yang menemui Imam Syafii menanyakan hal tersebut. Lelaki itu memberikan secarik kertas yang bertulis: Tanyalah Mufti Mekah; Apakah kasih dan rindu itu berdosa? Kemudian Imam Syafi-I pun menulis jawabannya :

Bahwa taqwa kepada Allah akan hilang
Di kala berdampingn dengan hati yang luka

Seorang lelaki yang lain menyampaikan kepada Imam Syafi-I sehelai kertas yang bertulis:

Tanya kepada mufti Mekah dari keturunan suku Hasyim
Seorang telah jatuh cinta apakah obatnya?


Imam Syafii menulis jawaban di bawah bait itu:

Diobati hatinya kemudian dirahasiakan cintanya
Kemudian hendaklah ia bersabar dan khusu’

Tetapi nampaknya, rindu dan cinta tak selalu bisa terobati. Beliau mengungkapkan dalam bait syairnya:

Antara kecelakaan kehidupan ialah kamu mencintai
Seorang yang yang tidak mencintaimu
Ia melarikan diri darimu
Tetapi kamu selalu mengunjunginya

Kerinduan yang tak terobati pun dialami oleh Hamid seorang pemuda sholeh dalam kisah roman-nya Hamka “Di Bawah Lindungan Ka’bah”.

Hamid menjadi anak yatim sejak berumur 4 tahun. Sepeninggal ayahnya, Ibu Hamid berjualan kue dan Hamid yang membantu ibunya menjajakan kue. H.Jafar yang hartawan dan dermawan memungut Hamid untuk disekolahkan bersama-sama putrinya yang berumur 2 tahun lebih muda dari Hamid, namanya Zainab. Begitulah Hamid dan Zainab selalu bersama seperti “abang dan adik”. Setelah tamat dan berijazah Mulo, Zainab tinggal di rumah, masuk pingitan, sedangkan Hamid bersekolah agama di Padang Panjang. Nampaknya perpisahan ini membuat Hamid kesepian, karena diam-diam antara Hamid dan Zainab itu bersemi benih cinta di hatinya.

Malang tak dapat ditolak, H. Jafar meninggal dunia. Maka dengan adanya peristiwa kematian ini membawa perubahan besar pada Hamid. Ia jarang mendatangi Zainab “Sang Kekasih” dan ibunya. Sebelum ibu Hamid meninggal dunia, ia berwasiat agar Hamid melupakan cintanya kepada Zainab, karena antara dia tidak sepadan kedudukannya dalam masyarakat. Mak Asiah, Ibu Zainab minta kepada Hamid untuk membujuk Zainab agar mau kawin dengan kemenakan Almarhum H. Ja’far, dengan maksud agar terjalin keutuhan kekeluargaaan. Betapa remuk-redam dan berat hati Hamid menyampaikan permintaan ibu angkatnya untuk membujuk Zainab “kekasihnya” agar mau kawin dengan orang lain.

Kendatipun berat tugas itu pun dilaksanakannya, namun ternyata Zainab tak berkeinginan untuk kawin dahulu. Sesudah peristiwa itu, Hamid meninggalkan sepucuk surat kepada Zainab, bahwa dia kan pergi dengan tujuan tak menentu. Singkat cerita, dalam perantauannya sampailah ia ke Tanah Suci Mekkah. Di sana bertemulah ia dengan temannya yang bernama Saleh, kawan sekolah di Padang Panjang dahulu. Ratna, isteri Saleh adalah kawan akrab Zainab. Ratna mengirimkan surat kepada suaminya di Mekkah, yang antara lain menceritakan bahwa Zainab jatuh sakit sepeninggal Hamid. Dan dalam surat itu pula diceritakan bahwa Zainab selalu merindukan dan menunggu kedatangan Hamid. Zainab pun berkirim surat kepada Hamid, yang menyatakan bila Hamid tidak segera datang, ia akan meninggal dunia. Karena surat Zainab tadi, Hamid jatuh sakit. Demamnya makin keras, pada waktu ia wukuf di padang Arafah. Dalam keadaan gawat, datang telegram dari istri Saleh, bahwa Zainab meninggal dunia. Mendengar kabar itu, Hamid yang sedang ditandu melaksanakan tawaf mengelilingi Ka’bah, ia menitikkan air matanya. Tepat berthawaf mengelilingi Ka’bah ketujuh kalinya ia pun meninggal di bawah Ka’bah dengan senyuman, tanda rela dan sempurna kerinduannya.

Begitulah haru-biru perjalanan cinta dan dalamnya kerinduan Hamid dan Zainab. Betapa hancur hati seorang kekasih yang harus menasihati kekasihnya sendiri agar mau menikah dengan orang lain. Padahal kekasih adalah belahan hatinya. Bagaimana mungkin orang sampai hati menyerahkan belahan hatinya kepada orang lain. Kendatipun Hamid tak tersampaikan cintanya, tetapi ia bahagia karena kekasihnya setia mencintainya hingga akhir hayat. Yang lebih membahagiakan karena ada yang lebih ia cintai di atas segalanya, dan Allah telah mengobati kerinduannya dengan senyum bahagia di bawah Lindungan Ka’bah

Dan apabila ternyata rindu dan resah-gelisah itu pun belum juga terobati, sahabat Ibnu Mas’ud menyarankan “bawalah hatimu untuk mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat orang yang membaca Al Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya. Atau engkau pergi ke majlis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah SWT. Atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau ber-khalwat beribadah kepada Allah SWT, umpamanya di tengah malam buta di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan salat malam, meminta dan memohon kepada Allah SWT ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini , engkau minta kepada Allah agar diber-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.”.

Wallahu a’lam bi shawab

(A.Kuspriyanto, dari berbagai sumber)

Jumat, 23 Juli 2010

Niat Puasa Ramadhan

Perhatikan Niat Puasa “Jangan Sampai Lupa”

Allah SWT berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5)

Niat menurut istilah bahasa artinya bertujuan, sedangkan menurut syariat yaitu menghendaki sesuatu yang dibarengi dengan perbuatan. Adapun tempat niat ada di hati (anniyyatu qashdu syai-in muqtarinan bi fi’lihi wa mahalluha al qalbu). Oleh karena itu, Secara jujur mungkin kita sendiri yang sebenarnya memahami tentang apa yang kita niatkan.

Sahabat Umar r.a telah menceritakan , bahwa Nabi Saw. telah bersabda: ”Sesungguhnya semua amal perbuatan hanya bergantung kepada niatnya masing-masing, dan setiap orang hanya memperoleh apa yang diniatkan.” (Riwayat Khamsah) Imam Shafi’i berkaitan dengan hadist di atas, menyatakan bahwa di dalam hadist tersebut terkandung separuh ilmu (agama). Karena sesungguhnya amal perbuatan dalam agama itu ada dua yaitu amal batin dan amal lahiriah. Amal batin adalah niat yang merupakan pekerjaan hati.”

Syekh Mansyur Ali Nashif, menjelaskan bahwa Sahnya semua amal perbuatan yang dikerjakan oleh orang-orang mukallaf (baik amal perbuatan yang menyangkut ucapan atau pekerjaan, baik yang fardhu maupun yang sunnah) hanyalah dengan niat, yakni apabila disertai dengan niat. Menurut beliau hal demikian merupakan batasan (hashr) yang bersifat mayoritas (aktsari) bukannya keseluruhan (kulli), karena sesungguhnya ada amal ibadah yang sah sekalipun tanpa niat, seperti membaca Al-Qur’an dan adzan, sebagaimana sah pula meninggalkan hal yang diharamkan tanpa memakai niat sebelumnya sekalipun pahala bergantung kepadanya. Semua ungkapan tersebut menunjukkan wajib berniat dalam semua amal perbuatan.

Ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan berkaitan dengan niat puasa ramadhan, yang antara lain:

  1. Niat termasuk rukun puasa; (yakni pertama; niat dan kedua, meninggalkan segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar di waktu subuh sampai terbenam matahari di waktu maghrib) artinya niat merupakan sesuatu yang harus dikerjakan, bila ditinggalkan maka ibadahnya tidak sah.
  2. Berniat sebelum munculnya fajar shadiq.”Siapa yang tidak membulatkan niat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya (tidak sah puasanya).” (Hadist shahih, riwayat Abu Daud, al Tirmidzi dan al Nasa’I)
  3. Niat cukup di dalam hati tanpa harus mengucapkan, tapi disunatkan mengucapkan.
  4. Niat ini wajib dilakukan tiap hari dengan alasan bahwa puasa tiap harinya adalah ibadah yang terpisah, manakala puasanys batal pada hari pertama bukan berarti puasanya hari kedua juga batal; (tapi menurut Imam Malik, menjama’ niat puasa diperbolehkan, untuk mengantisipasi terhadap kelalaian tidak adanya niat yang mungkin dilakukan seseorang pada salah satu hari pada bulan Ramadhan), yakni dengan melakukan niat puasa satu bulan penuh di hari pertama pada bulan Ramadhan.
  5. Untuk puasa fardlu seperti puasa ramadhan dan puasa nadzar disyaratkan tabyit , yaitu meletakkan niat di malam hari antara matahari terbenam hingga terbit fajar, sekalipun itu puasa anak mumayyiz (bisa membedakan yang baik dan yang buruk);
  6. Dalam niat disyaratkan pula ta’yin (menentukan) puasa fardlu mana yang diniatkan (harus menyebutkan “ramadhan”)
  7. Niat yang telah mencukupi, sekurang-kurangnya “saya niat berpuasa Ramadhan –nawaitu shauma ghodan min romadhana”, dan akan lebih sempurna “nawaitu shaumaghadin ‘an adaa-i fardhi syahri ramadhani hadihissanati, setelah itu disunatkan -iimanan wahtisaaban lillahi Ta’ala – saya berniat puasa besok hari sebagai memenuhi kefardhuan bulan Ramadhan tahun ini iman dan ikhlas karena Allah Ta’ala.”

Demikian tadi sekilas tentang niat dalam puasa ramadhan yang hendaknya kita perhatikan, semoga tidak lupa berniat karena tergesa-gesa makan sahur.
Wallahu a’lam

(Editor : A.Kuspriyanto, Sumber : Fathul mu’in, materi pengajian rutin Malam Sabtu Wage Masjid Baiturrosyidin , dan sumber lain)

Selasa, 20 Juli 2010

Tahajjud Meningkatkan Kesehatan

Syaratnya harus ikhlas, khusuk dan istiqomah

APABILA selama ini kita berparadigma bahwa keikhlasan menjalankan ibadah hanyalah persoalan kita dan Allah saja yang tahu, dan mustahil secara ilmiah dapat dibuktikan. Ternyata berdasarkan penelitian Dr. Sholeh dalam bukunya Tahajjud Manfaat Praktis Ditinjau Dari Ilmu Kedokteran, dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa salat tahajjud yang dijalankan dengan tepat, kontinu, khusuk dan ikhlas dapat menumbuhkan persepsi dan motivasi positip yang dapat mengurangi reaksi stress.

Dalam penelitiannya , nampaknya beliau mencoba untuk memecahkan masalah pengaruh shalat Tahajjud terhadap peningkatan respons ketahanan tubuh imunologik , yakni system dalam tubuh yang berupa jaringan organ dan sel yang fungsinya melindungi tubuh terhadap masuknya infection, bacteri, virus, parasitdan atau benda yang dianggap asing (non self) oleh tubuh.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimental dengan model Pre Post Test Control Group Design, tanpa menggunakan randomisasi. Pencapaian tingkat homogenitas penelitian dengan memilih sample di Pontren Hidayatulah Surabaya, yang telah memiliki program shalat Tahajjud. Pelaksanaan shalat tahajjud dilakukan setiap malam dengan 13 rakaat, dalam kurun waktu 8 minggu. Setiap bakda subuh dan bakda maghrib diberikan ceramah agama selama 15 menit dengan tema sufistis.

Secara umum, penelitian ini memang berkaitan dengan dua hal. Pertama, adanya pemahaman dikotomi di kalangan sekelompok orang yang mempertentangkan masalah agama pada satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Kebenaran agama dipandang sebagai suatu yang mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. Meskipun diakui tidak semua ajaran agama dapat dibuktikan secara ilmiah. Kedua, beragamnya hasil yang diperoleh oleh dua kelompok orang yang telah menjalankan shalat tahajjud. Sekelompok orang dapat memperoleh manfaat kesehatan , sedangkan kelompok yang lain justru mengalami penurunan kesehatan setelah menjalankan shalat tahajjud.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola respons ketahanan tubuh imunologik ditandai dari besaran kortisol, yang antara lain digunakan sebagai tolok ukur ikhlas tidaknya seseorang dalam menjalankan shalat tahajjud. Niat yang ikhlas dalam menjalankan shalat tahajjud akan mendatangkan rasa senang, optimis, dan persepsi positif. Sedangkan reaksi emosional positif dapat terhindar dari stress (menurunkan sekresi hormon kortisol) . Sebaliknya niat yang tidak ikhlas akan menimbulkan kekecewaan, kecemasan, persepsi negative dan rasa tertekan dan rentan terhadap stress (meningkatkan sekresi hormon kortisol).

Demikian tadi sekilas informasi tentang hasil peneltian Dr. Sholeh yang mudah-mudahan dapat membantu kita untuk lebih memantapkan keyakinan/spirit dalam menjalankan ibadah. Apabila kita menjalankan ibadah sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt dan Rasul-Nya (atl. Shalat Tahajjud), secara benar, khusuk, ikhlas serta istiqomah, tentu tidak hanya manfaat kesehatan yang kita dapat, melainkan Allah SWT akan memberikan keberkahan lain yang lebih banyak.

Imam Turmudzi meriwayatkan dari Abu umamah, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda: ”Kalian harus mengerjakan salat malam sebab itu kebiasaan orang-orang saleh sebelummu, juga suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, juga sebagai penebus dosa dan kejelekanmu, serta dapat menangkal penyakit dari badan (HR.Turmudzi)

Wallahu a’lam bi ash-shawab
(A.Kuspriyanto)

Minggu, 18 Juli 2010

Ucapan Selamat Jelang Ramadhan 1431 H

Selamat Songsong Ramadhan 1431 H

Ya Allah, perjalanan waktu telah berlalu
Ingin kurengkuh keberkahan dan ampunan-Mu
Kujelang hari esok yang lebih baik
Siapkah diri dan hati ini menggapainya
Dari pernik-pernik godaan yang tak akan surut

Pandang ke depan mata ini tak berkedip
Dengan sebuah bara semangat
Merajut harapan hakiki masa depan
Membuang kegundahan harap
Hanya kepasrahan hati yang tulus
Terpancar dari cahaya-Mu abadi
Sinari iman hamba-Mu yang dhaif
Mencoba sucikan hati
Kuatkan raga dengan amal yang berarti
Menyongsong harimu yang mulia,
Di bulan Ramadhan ini

Kami Mengucapkan:

Selamat Jelang Ramadhan 1431 H, mohon maaf segala salah dan khilaf teriring do’a

“ Allohumma bariklana fi rajab wa sya’ban wa balighna Ramadhana (wa hashshil maqaashidanaa); Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan 1431 H dan tunaikanlah keinginan kami”

Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, melalui media ini,
mewakili segenap
Takmir Masjid Baiturrosyidin Depkes Kota Magelang, beserta Segenap Pengurus Lembaga Sosial dan Pendidikan Ar-ROSYIDIN dan para Ustadz -Ustadzah Madin Ar-Rosyidin mengucapkan selamat jelang Ramadhan dan mohon maaf segala khilaf dan salah kami semua.

Hormat kami,
A.Kuspriyanto (http://cahayamu-abadi.blogspot.com/)

Kamis, 15 Juli 2010

Welcome Romadhan 1431 H

Marhaban Ya Ramadhan 1431 H

PUASA Ramadhan sebentar lagi akan kita jalani. Sebagai orang yang beriman kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Dalam QS. Al-Baqarah (2): 183 Allah berfirman:”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”.

Gegap-gempita penyambutan Ramadhan terdengar di seantero dunia. Mulai dari budaya “padusan rame-rame”, (maksudnya mandi besar membersihkan badan agar bersih dan suci) baik di rumah maupun di Pemandian, bersih-bersih tempat ibadah, sampai acara penyambutan kolosal yang melibatkan kolaborasi berbagai elemen masyarakat dan budaya. Pendek kata, setiap elemen masyarakat muslim dengan berbagai profesi dan berbagai tingkatan mencoba menjadi bagian dari kebahagiaan bulan Ramadhan.

Kendatipun demikian, penyambutan kedatangan bulan Ramadhan ini tentu beragam bila ditinjau dari aspek ibadah, setidaknya menurut penulis ada beberapa kategori/ golongan.

Pertama, bulan Ramadhan disikapi sebagai suatu rutinitas (accepted as routine).
Kelompok ini , menyikapi kedatangan bulan ramadhan hanya sebagai suatu rutinitas. Kegiatan-kegiatan rutin ini biasanya ditandai dengan respon yang biasa saja, seperti bulan-bulan selain ramadhan, “bahasa Jawa: adem-ayem, sami mawon mboten wonten peningkatan ibadah”

Kedua, disikapi dengan rasa berat hati (recived with a sense of reluctance)
Kelompok kedua ini, hampir sama dengan kelompok pertama, akan tetapi dalam pelaksanaannya sering tidak ikhlas. Katanya: ”Sepertinya baru saja bulan Ramadhan, kok cepat sekali sekarang bulan Ramadhan lagi”, belum lagi sebentar lagi lebaran, harga-harga pada naik . Listrik naik , semua naik. Sementara penghasilan pas-pasan, nggak ada surplus-nya.” dsb.

Ketiga, disikapi dengan rasa senang atau gembira (accepted with pleasure or joy)
Kelompok ini, kelompok yang paling happy, karena diberikan kesempatan oleh Allah Swt untuk bertemu lagi dengan bulan yang bulan yang penuh barokah, rahmah dan maghfirah. Bulan yang agung yang penuh pahala. Bulan yang agung dimana amalan-amalan shalih pada bulan itu dilipatgandakan pahalanya, dosa dan kesalahan akan terampuni bagi siapa saja yang menjalankan puasa dengan iman dan ikhlas semata-mata mengharapkan ridha dari Allah ‘Azza wa Jalla. Maka mereka pun dengan suka cita menyambutnya, Marhaban ya Ramadhan. Welcome Ramadhan, I really mis you. Kata Mbah Surip “I love you full.”
Konon markaban terambil dari kata Rahb yang berarti “luas” atau “lapang”, maksudnya menggambarkan suatu penyambutan selamat datang yang ditujukan kepada tamu dan diterima dengan dada lapang, penuh suka-cita, serta dipersiapkan tamu tersebut suatu ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkan ala prasmanan. Sehingga Marhaban Ya Ramadhan berarti selamat datang ramadhan, mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan tidak menganggap kehadirannya ‘mengusik’ suasana nyaman kita.

Dahulu Rasulullah SAW, ketika datang bulan Ramadhan beliau memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh barakah. Allah menurunkan padanya rahmah, menghapus kesalahan-kesalahan, mengabulkan do’a, dan Allah membanggakan kalian di hadapan para Malaikat-Nya, maka perlihatkanlah kepada Allah kebaikan diri-diri kalian, sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang diharamkan padanya rahmat Allah (Ath-Thabrani)

Dalam salah satu lirik lagunnya Hadad alwi dilantunkan ,

Marhaban Ya Ramadhan Ya syahrul syiam
Selamat datang Ramadhan, bulan penuh ampunan
Selamat datang Ramadhan, bulan penuh ganjaran
Mari kita menyambut dengan hati gembira
Mari kita menyambut dengan hati bahagia

Marhaban Ya Ramadhan Ya syahrul syiam
Marhaban Ya Ramadhan Ya syahrul syiam
Allah jadikanlah Ramadhan bulan penuh berkah
Allah jadikanlah Ramadhan bulan penuh rahmah

Sekali lagi, marilah kita sambut Bulan Ramadhan 1431 H dengan suka cita, semata-mata mencari keridhaan Allah SWT.

Wallahu a'lam
A. Kuspriyanto

Senin, 12 Juli 2010

Empat Golongan Pengguna Harta

Dunia Untuk Empat Golongan Umat Manusia

DARI sekian banyak karunia Allah SWT yang diberikan kepada kita adalah harta benda dan ilmu. Dua hal ini merupakan faktor dominan yang sangat menentukan dalam upaya mencapai kehidupan yang shalih, bahagia di dunia dan akhirat. Kendatipun demikian tergantung kepada kita apakah kita dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala yang telah diberikan Allah SWT kepada kita tersebut, sehingga dalam pelaksanaan penggunaan harta akan ditemukan berbagai golongan manusia. Rasulullah Saw dalam sebuah hadist riwayat At-Tirmidzi yang cukup panjang dari Abi Kabasyah Umar bin Sa’id An Namiry ra, bahwasanya dia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, yang artinya:
“….Bahwa sesungguhnya dunia ini untuk empat golongan ummat manusia:

Pertama, orang yang dikarunia rizki oleh Allah berupa harta benda dan ilmu pengetahuan, digunakan untuk bertaqwa kepada Allah, mempererat tali persaudaraan dan mengetahui akan hak Allah. Inilah golongan yang paling tinggi derajatnya.

Kedua, orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan dan tidak dikaruniai harta benda. Dia mempunyai niat yang benar dan berkata:”Seandainya aku diberi harta benda, tentu saya akan beramal seperti apa yang dilakukan Fulan (yang senang beramal baik). Maka pahala kedua orang ini sama.

Ketiga, orang yang dikarunia harta benda oleh Allah tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan. Dia gunakan hartanya itu tanpa disertai (landasan) ilmu; tidak untuk sarana taqwa kepada Allah, tidak untuk mempererat tali persaudaraan, dan dia tidak tahu akan hak-hak Allah di dalamnya. Golongan ini paling rendah derajatnya.

Keempat, orang yang tidak dikarunia harta serta ilmu pengetahuan. Dia berkata,”Seandainya aku dikaruniai harta, tentu akan aku gunakan seperti yang dilakukan si Fulan (yaitu golongan ke tiga). Orang semacam ini akan mendapat balasan sesuai dengan niatnya yang tidak benar. Dan kedua orang ini (golongan ketiga dan keempat) dosanya sama” (HR. At-Tirmidzi)


Keterangan:

Golongan Pertama
Ini termasuk golongan yang beruntung, orang yang dikaruniai kekayaan dan ilmu (kaya dan ‘alim), tahu bagaimana mentasarrufkan hartanya yang antara lain ia gunakan untuk;
  • Mensukseskan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah (pelaksanaan taqwa membutuhkan sarana dan prasarana, naik haji, wakaf dll)
  • Untuk menjalin hubungan harmonis antar sesama manusia (dapat saling membantu dengan sesama : misal kita memberikan sedekah kepada faqir miskin atau amal sosial lainnya). Allah Swt berfirman :

“ … Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)” (QS. Al Baqarah: 272) Tentang tafsir ayat ini, sebagaimana disebutkan dalam tafsir Depag RI, Allah SWT menjelaskan bahwa sedekah itu mendapat faedah timbal balik. Orang yang menerima sedekah itu dapat tertolong dari kesukaran, sedang orang yang memberinya akan mendapat pahala di sisi Allah, dan dihargai pula oleh orang disekitarnya, asal saja ia memberikan sedekah itu dengan cara yang baik-baik, dan ikhlas karena Allah semata. Apa saja harta benda yang baik yang dinafkahkan seseorang dengan ikhlas niscaya Allah akan membalasnya dengan pahala yang cukup dan ia tidak akan dirugikan sedikit pun karena orang-orang yang suka berinfaq dengan ikhlas tentu disayangi dan dihormati oleh masyarakat terutama oleh faqir miskin dan pahalanya tidak akan dikurangi di sisi Allah.

  • Melaksanakan hak-hak Allah (Hak Allah antara lain hak untuk disembah, hak untuk dicintai dan mencintai, hak untuk diikuti perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya, termasuk didalamnya dilaksanakannya perintah zakat dan berjuang di jalan Allah).

Golongan Kedua

Goongan ini, golongan orang yang dikarunia ilmu pengetahuan akan tetapi tidak dikaruniai harta benda. Dengan berbekal ilmu yang dimilikinya, golongan ini tetap sabar. Dia menyadari bahwa harta adalah titipan Allah, dan dia tidak merasa iri sedikitpun terhadap mereka yang dikarunia harta tapi tidak digunakan untuk amal shalih. Dia mempunyai niat yang benar dan berkata:” Seandainya aku diberi harta benda, aku akan beramal seperti apa yang dilakukan Fulan (yang senang beramal baik). Niat semacam ini bagi orang yang alim dan miskin memiliki bobot pahala yang sama dengan golongan pertama tadi.

Golongan Ketiga
Golongan ini, dikarunia harta benda oleh Allah (kaya) tetapi tidak dikaruniai ilmu pengetahuan, dengan kata lain kaya tapi bodoh. Dia gunakan hartanya itu tanpa disertai (landasan) ilmu; tidak untuk sarana taqwa kepada Allah, tidak untuk mempererat tali persaudaraan, dan dia tidak tahu akan hak-hak Allah di dalamnya. Golongan ini paling rendah derajatnya.


Golongan Keempat
Golongan ini, golongan orang yang tidak dikarunia harta serta ilmu pengetahuan, dengan kata lain ‘miskin lagi bodoh’. Dia berkata,”Seandainya aku dikaruniai harta, tentu akan aku gunakan seperti yang dilakukan si Fulan (yaitu golongan ke tiga). Orang semacam ini akan mendapat balasan sesuai dengan niatnya yang tidak bena dan dosanya menurut hadist di atas sama dengan golongan ke tiga tadi (golongan ketiga dan keempat) dosanya sama” (HR. At-Tirmidzi)

Demikian tadi beberapa tipologi golongan pengguna harta , sebagai bahan renungan agar kita dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala apa yang telah diberikan Allah SWT kepada kita semua.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

(a.Kuspriyanto, dari berbagai sumber)