Kamis, 09 September 2010

Khutbah Idul Fitri 1431 H

Meraih Keberhasilan Idhul Fitri

( Khutbah Idul Fitri : Masjid Baiturrosyidin Jum’at 11 September 2010)
Posting by : A.Kuspriyanto

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Allahu Akbar 9x Kabirau walhamdulillahi katsiirau wasubhanallahi bukratau wa-ashiilaa. Laa ilaahaillallah wallahu akbar , allahu akbaru walillahi hamdu
Alhamdulillahiladzii ahallanal yaumaththo’aama wa harromashshiyaama wa ja’alal ‘iida min sya-‘aairil islam. Asyhadu allailaahaillallahul malikul ‘allam, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhul haadi ilaa sabiilissalam. Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidiina muhammadin wa ‘alaa aalihii wa-asyhabiihil kiroom amma ba’du.
Fayaa ‘ibaadallahittaqullaha haqqatuqaatihii walaa tamuutunna illa wa antum muslimun

Hadirin sidang id rahimahumullah
Tiada kata terindah yang bisa terucap selain puji syukur kepada Allah yang Maha Ghafur, hanya atas kudrat dan iradat-Nya, hidayah serta Taufiq-Nya kita dapat hadir di Masjid ini dalam suasana penuh kebahagiaan. Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw, keluarganya, tabiit-tabiin serta para pengikutnya yang istiqomah mengikuti ajarannya.

Hadirin sidang id rahimahumullah
Mengawali khutbah ini ijinkanlah diri khotib berwasiat taqwa, mengingatkan kepada diri Khotib, juga kepada segenap hadirin rahimahumullah untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, dalam situasi apapun; baik dalam keadaan suka maupun duka, dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan sendirian maupun disaksikan orang lain. Dengan berbekal taqwa, kita yakin Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan pernah mengingkari janjinya , kita akan diberikan solusi dari setiap masalah yang kita hadapi dan menghantarkan kita meraih kebahagiaan yang hakiki fi dunya wal akhirat.
Umar bin Khatab pernah bertanya kepada Ubay bin kaab mengenai taqwa, maka Ubay bertanya kepadanya:”Tidakkah engkau pernah melewati jalan yang berduri?” Umar menjawab:”Ya” Ia bertanya lagi:”Lalu apa yang engkau kerjakan?” Ia menjawab:”Aku berusaha keras dan bekerja sungguh-sungguh untuk menghindarinya” Kemudian ia menuturkan: “Yang demikian itu adalah taqwa”.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Sejalan dengan esensi puasa, Allah SWT telah memberikan fasilitas yang ekslusif kepada kita, sebulan penuh puasa di Bulan Romadhan. Maka sudah sepantasnya kesempatan itu dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh. setidaknya ada 3 hal, yang telah dikerjakan. Pertama, spirit to self control (semangat mengendalikan diri), Kedua, spirit to actions (semangat beramal) dan ketiga, spirit to change (semangat untuk berubah).

Rasulullah SAW bersabda: Man shaama Romadhoona iimanan wahtisaaban ghufiralahu maa taqaddama min dzambihi : Barangsiapa yang berpuasa di bulan romadhan karena iman dan ikhtisaban, maka akan diampuni dosanya yang telah terlewati. Artinya bahwa puasa yang kita kerjakan hendaknya memenuhi dua hal :Pertama, dengan semangat keimanannya, mampu menahan syahwat, membelenggu nafsu, menghantarkan jiwa dan sikap kita menuju peningkatan /perubahan kepada akhlaq yang karimah. Kedua, Puasa yang diiringi dengan semangat ihtisab. Ihtisab berasal dari kata hasaba yahsibu hisban hisaban ihtisaaban, yaitu semangat menghitung, maksudnya bermuhasabah, mengevaluasi diri kita, sudah sejauh mana kualitas ibadah yang kita kerjakan.

Ada satu maqolah , dari Sayyidina Ali K.a yang artinya:”Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung, dan barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia adalah orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang hancur." Maka output dari puasa kita adalah menjadi orang yang lebih shalih / shalihah.

Suatu ibrah, pelajaran bagi kita bagaimana makhluk Allah SWT yang bernama ulat pun juga berpuasa. Ulat adalah makhluk yang menjijikkan, tidak disukai orang, hama yang merugikan. Tapi ia berpuasa menjadi kepompong, kemudian setelah mencapai masanya ia berubah menjadi kupu-kupu, makhluk yang indah. Kehandirannya senantiasa memberikan kesejukan. Bila ia hadir di taman akan menambah keindahan dan pesona yang melihatnya. Kalau ia masuk rumah, maka kehadirannya sebagai pertanda akan kehadiran tamu kehormatan.

Pada sisi yang lain, ada makhluk Allah yang bernama ular, juga melakukan puasa, ia merupakan makhluk yang buas dan berbahaya. Ketika ia berpuasa, ia mengurung diri di sarangnya hingga berganti kulitnya. Akan tetapi setelah ia berganti kulit yang baru, ia pun keluar dari sarangnya sebagai ular yang lebih buas dan lebih berbisa dengan “seragam barunya”.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.

Salah satu keberhasilan apa yang kita kerjakan pada bulan puasa, tentunya bukan hanya diukur pada waktu bulan puasa saja, justru indicator keberhasilan atsarnya akan nampak setelah kita selesai mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, yakni mulai bulan syawal ini hingga 11 bulan ke depan. Artinya setelah menunaikan shalat id, dan seterusnya mampukah kita menjaga nilai-nilai kesalihan hingga bulan Ramadhan yang akan datang secara istiqomah. Menurut Imam Al Faqih , istiqomah ditandai dengan 4 perkara:
1. Tidak mudah dipengaruhi budi seseorang dalam menegakkan yang haq
2. Tidak gentar dalam mengatasi problema yang menghadang dalam mencapai yang haq
3. Mampu mengendalikan hawa nafsu dalam menjalankan perintah Allah SWT
4. Segala fasilitas yang dimiliki tidak membuatnya lupa (selalu taat) kepada Allah SWT.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Sebagai manusia memang kita menyadari kelemahannya :” …dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’ :28) Suatu kelemahan, dimana kita cenderung mudah tergoda untuk berbuat dosa dan mengotori kesucian jiwanya. Kita punya hati, kadang tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, kita memiliki mata tetapi kadang tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah , dan kita punya telinga juga kadang tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Akan tetapi Allah Swt Maha Pemaaf, lebih-lebih di bulan puasa. Seandainya kita semua mengetahui kebaikan bulan Ramadhan tentu akan berharap semua bulan menjadi Ramadhan. Rasulullah Saw bersabda: "Lauta’lamu ummati maa fii romadhaana latamannau an takuunassanatu kulluha ramadhaana. (Dari Ibnu Abbas Ra. Rasullullah Saw bersabda:”Kalau sekiranya umatku mengetahui kebaikan di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar supaya tahun semuanya itu menjadi Ramadhan.”)

Oleh karena itu, dengan perjuangan yang cukup gigih menahan berbagai godaan, dan kini kita telah sampai pada hari raya idhul fitri ini merupakan moment keberhasilan awal yang masih harus duji dan dibuktikan 11 bulan ke depan. Sebagai ungkapan rasa syukur memperingati kemenangan awal, tentu boleh orang merayakannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing dengan azas kesederhanaan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam segala hal (tidak boros, juga tidak pelit). Baju baru dan berbagai macam makanan (bahasa Jawa : kembange mejo) nampaknya merupakaian bagian yang tak bisa dihindarkan dari tradisi lebaran. Oleh karena itu bisa dimaklumi, bagaimanapun situasinya orang akan berupaya untuk menyediakannya. Dalam hal ini ada maqolah yang mengingatkan: Laisal ‘iidu liman labisal jadiida innamal ‘iidu liman thoo’atuhu tajiidu – Lebaran bukan dengan pakaian / barang yang baru, tapi lebaran adalah untuk mereka yang taatnya kepada Allah semakin bertambah.

Konkritnya, akan lebih bermakna pada hari raya ini apabila kita buktikan dengan meningkatkan amal sholih seperti halnya bersilaturahmi kepada keluarga , tetangga atau bersedekah membantu kepada orang yang membutuhkan, serta amal sholih yang lain.

Nabi Saw pernah bersabda kepada Uqbah bin Amir r.a:” Wahai Uqbah! Maukah engkau ku beritahukan tentang budi pekerti ahli dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu: (tashilu man qotho’aka-Melakukan shilaturahim (menghubungkan kekeluargaan dengan orang yang telah memeutuskannya), (wa tu’thi man haroomaka) memberi pada orang yang tidak pernah memberimu, dan (wa ta’fuu ‘amman dhaalamaka) memaafkan orang yang pernah menganiayamu.

Untuk menjadi orang yang berakakhlaq mulia ( tidak pendendam dan pemaaf) memang tidaklah mudah, apalagi kita lakukan kepada orang yang memusuhi kita sebagaimana dianjurkan junjungan kita Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pernah suatu waktu, dalam peperangan suci di Uhud, seorang budak hitam bernama Wahsyi, yang dijanjikan oleh tuannya akan dimerdekakan bila bisa membunuh paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muththolib r.a, ternyata budak itu berhasil membunuh Hamzah dan ia dimerdekakan. Kemudian ia masuk islam dan menghadap kepada Nabi Saw. Ia menceritakan peristiwa pembunuhan paman nabi. Walaupun Nabi Saw telah menguasai Wahsyi dan kuasa untuk melakukan pembalasan, namun Rasulullah Saw tidak melakukannya bahkan memaafkannya. Subhanallah, sungguh mulia akhlakh beliau. Maka apabila kita bisa meneladani dan melaksanakan apa yang dianjurkan beliau, berarti nilai-nilai puasa telah tertanam dalam pribadi kita.

Allahu akbar 3x walillahi hamdu.
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita beningkan hati kita dengan senantiasa mengingat Allah, penuhi jiwa kita dengan kasih, melalui hari ke depan dengan senyuman, tetapkan langkah kita dengan syukur dan sucikan hati kita dengan permohonan maaf. Taqobballahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua, dan kita kembali fitrah dan meraih kesuksesan. Dan semoga setiap tahun kita selalu dalam kebaikan.

Wa idzaa qurial qur’aanu fastami’uu lahuu wa-ansituu la’allakum turhamuun. A’udzubillahi minasysyaithanirrojim wajazaau sayyiatin sayyitum misluhaa faman ‘afaa wa aslahaa fa-ajruhuu ‘alallahi innahuu la yuhibbudhdhalalimiin. Waqurrrobbighfir wa anta khairurrohimiin.

Saya dan keluarga menyampaikan :

Di hari yang fitri ini
Dengan ketulusan dan kerendahan hati
Yang mungkin sering membuat resah gelisah
Mohon maaf segala khilaf dan salah

Kupat kecemplung santen
Menawi kulo lepat nyuwun pangapunten

Suminten kejedug jendelo
Nyuwun ngapunten sedoyo lepat kulo
Mugi sehat lan selamet sedoyo

Di Irian ada burung Cendrawasih
Cukup sekian dan terima kasih

Magelang, 1 Syawal 1431 H

Senin, 16 Agustus 2010

Tingkatan Puasa

Meraih Kesempurnaan Ibadah Puasa

PADA umumnya setiap muslim telah melaksanakan ibadah puasa, mulai dari anak-anak hingga orang-tua. Begitu setiap kali hadir bulan Ramadhan, kita menjalankan ibadah puasa, mulai dari yang berlatih puasa, hingga yang telah bertahun-tahun menjalankan ibadah puasa.

Secara “dhohir” orang berpuasa bisa jadi sama penampakannya. Ada yang tetap semangat dan ada pula yang “agak loyo”, maklum mulai pagi hingga sore hari tidak makan dan minum. Padahal, penampilan lahiriah tadi belum pasti menunjukkan esensi puasa yang sebenarnya. Demikian pula, dari sudut “Bathiniah”, ketika orang berpuasa diharapkan tidak hanya lahiriahnya saja yang berpuasa, akan tetapi bathinnya juga berpuasa. Bukan hanya tubuhnya saja yang di-service tapi juga jiwanya diperbaiki. Nampaknya dimaklumi, kemampuan orang dalam berpuasa pun bermacam-macam, oleh karena itu akan kita dapati tingkatan puasa yang berbeda satu orang dengan yang lain.

Pertama, puasa orang umum, Ibarat kendaraan kelas ekonomi. Tingkatan puasa pertama ini yang banyak kita jumpai hampir di semua tempat. Typologi ini adalah puasanya kebanyakan orang pada umumnya, yakni menahan perut dan kemaluan dari terpenuhinya kesyahwatan makan, minum dsb, tapi belum bisa menjaga diri dari maksiyat anggota tubuh yang lain. Semangat ibadahnya meningkat , di sisi lain maksiatnya juga masih jalan. Atau bisa jadi membalik pola makan dari siang hari ke makan setelah maghrib tiba. Berbuka adalah saat yang menyenangkan, bukan hanya seteguk air membasahi kerongkongan untuk menghilangkan dahaga, bahkan sudah mulai pagi, semua jenis makanan dan minuman dipersiapkan untuk disantap waktu berbuka tiba, seolah-olah semua makanan tadi harus habis disantap.

Kedua, (puasa orang istimewa/ Khawash), kalau kendaraan Kelas Eksekutif, setingkat lebih sempurna bila dibandingkan typology yang pertama. Tidak disembarang tempat kita bisa mendapatkan kendaraan kelas eksekutif, minimal ada di tempat-tempat tertentu saja. Typologi kedua ini, disamping puasa sebagaimana kelompok pertama, ditambah ia bisa menjaga panca indra-nya dari perbuatan dosa. Perutnya benar-benar puasa , bukan hanya menahan diri dari makanan yang haram, tapi juga menahan diri dari yang halal tapi berlebihan bahkan menahan diri dari barang yang subhat. Ketika waktu berbuka tiba, cukuplah sekedar seteguk air membasahi kerongkongan, beberapa biji kurma dan makanan ringan. Rasa bahagia tersungging, kebahagiaan atas nikmat yang diberikan Allah SWT berupa kenikmatan berbuka sebagaimana yang dicontohkan junjungan Rasulullah SAW, juga kesempatan dapat menyelesaikan ibadah puasanya di hari itu. Seharian puasa, tidak menebarkan pandangan matanya dengan syahwat. Atau menjaga lidah dari sendau gurau yang tidak berguna, berdusta, mengumpat, mengadu domba , berkata jorok, caci maki, riya’ , dsb. Atau menahan pendengaran dari mendengar segala sesuatu yang dibenci, sebab segala sesuatu yang yang haram diucapkan , maka haram pula didengarkan. Atau menahan anggota tubuh yang lain dari segala perbuatan dosa, baik tangan ,kaki, dari segala yang dibenci.

Ketiga, puasa orang teristimewa/ khawashil khawash, kalau kendaraan Kelas Super Eksekutif ,tentu saja hanya di tempat tertentu saja kita menjumpainya. Typologi ini , adalah yang menjalankan ibadah puasa seperti tingkatan kedua ditambah hatinya juga puasa dari kemauan yang rendah seperti hasud, ujub, riya’ dsb, serta pemikiran-pemikiran kepada selain Allah ’Azza wa jalla secara keseluruhan.

Demikian tadi beberapa tingkatan puasa, sebagai bahan perenungan dan evaluasi , mungkin kita dapat meneliti kualitas ibadah puasa kita masing-masing. Rasulullah Saw pernah mengingatkan:”Banyak sekali orang yang berpuasa itu, tetapi tidak ada yang diperolehnya dari puasanya itu kecuali hanya lapar dan haus saja” (Diriwayatkan Nasai dan Ibnu Majah)

Imam Al Ghazali memberikan rambu-rambu rahasia Puasa dan Syarat Bathiniah yang hendaknya diperhatikan:

Pertama, Memejamkan mata dan menahan dari leluasanya pandangan kepada segala sesuatu yang menyebabkan kelalaian hati dari berdzikir kepada Allah SWT.

Kedua
, menjaga lidah dari sendau gurau yang tidak berguna, berdusta, mengumpat, mengadu domba , berkata jorok, caci maki, riya’ , dsb.

Ketiga
, menahan pendengaran dari mendengar segala sesuatu yang dibenci, sebab segala sesuatu yang yang haram diucapkan , maka haram pula didengarkan.

Keempat
, menahan anggota tubuh yang lain dari segala perbuatan dosa, baik tangan , kaki, dari segala yang dibenci. Demikian pula menahan perut dari hal-hal yang haram termasuk yang syubhat (tidak jelas haram atau halalnya).

Kelima
, hendaknya jangan makan berlebihan ketika berbuka sekalipun itu makanan halal dan diperoleh dengan jalan halal. Sungguh-sungguh tiada suatu wadah yang paling dibenci oleh Allah SWT lebih dari pada perut yang terisi penuh makanan, sekalipun halal.

Keenam
, hendaklah setelah berbuka itu , hatinya masih mempunyai perasaan yang goncang yakni antara ketakutan kepada Allah Ta’ala dengan penuh harapan untuk diterimanya amalan ibadah puasanya. Begitulah berbagai tingkatan puasa serta beberapa hal yang dapat kita perbaiki agar ibadah puasa kita sempurna guna meraih keridhaan Allah SWT semata. Rasulullah Saw bersabda: ”Barangsiapa mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan dengan didasari dengan keimanan dan mengharap balasan dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika.
Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab
.

(Posting by :A.Kuspriyanto)

Selasa, 03 Agustus 2010

10 Sebab Cinta Allah

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ke-tujuh)

JIKA dalam Syairnya Rabi’ah al ‘adawiyyah pernah berkata bahwa ia mencinta Tuhannya dengan dua cinta; cinta hasrat dengan melupakan segala sesuatu selain-Nya dan cinta karena Dialah Pemilik cinta itu, agar ia pun bisa melihat-Nya tanpa ada hijab yang menghalangi. Jika cinta sejati itu memang benar adanya; maka cinta abadi yang tak bertendensikan duniawi, itulah cinta sejati. Ini artinya ada penyebab yang mengantarkan kepada-Nya?

Allah SWT berfirman :
“Qul inkuntum tuhibbuunallaha fattabi’uunii yuhbibkumullaahu wayaghfirlakum dzunuubakum, wallaahu ghofuururrohiim” Katakanlah “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali ‘Imran:31)

Berbagai ungkapan cinta pun sering didengar tanpa ada penjelasan secara pasti penyebabnya.

Rintihan kesungguhan kata hatiku terhadapmu
Adalah cinta tanpa batas…

Aku menulis tentang cinta di hati kerinduanku
Yang tersembunyi begitu dalam, di relung kalbuku
Meski panglima perang berkuda mampu kutaklukkan
Aku tak mampu sembunyikan kata hatiku terhadapmu

Begitulah uniknya, ternyata hati itu sering merespon emosional bahkan kadang terkesan tidak begitu perkasa. Apalagi ketika didera dengan hasrat cinta yang menggelora. Tiba-tiba , bahasa Jawa “ujug-ujug”, tiada hujan-tiada angin, berubah seratus derajat. Happy , pesona yang ditaburkan seakan menyedot habis energi yang ada. Demikian sebaliknya, ketika hati terluka, seakan menyayat dikedalaman relung hati. Hiruk-pikuk cinta berubah menjadi sepi, seperti sepinya malam tanpa bintang, tanpa hiasan. Sesekali terdengar sayup-sayub alunan lagu:

Hati ini selalu sepi
Tak ada yang menghiasi
Seperti cinta ini
Yang selalu pupus

Tuhan kirimkanlah aku
Kekasih yang baik hati
Yang mencintai aku
Apa adanya

Mawar ini semakin layu
Tak ada yang memiliki
Seperti aku ini
Semakin pupus

Oleh karenanya, cinta mengandung konsekuensi yang harus dipenuhi. Pertama, bahwa dalam rangka mendapatkan perspektif dari Yang dicintai, seorang pencinta harus memenuhi keinginan dan perintah dari Yang Dicintai. Inilah ujian dalam cinta. Cinta tidak bisa dipungkiri membutuhkan pengorbanan demi yang dicintai. Di sisi lain, dituntut pula untuk mematuhi segala ketentuan-Nya.Tanpa mematuhi perintah, tidak akan ada persatuan cinta, sebab cinta sejati tidak sepatutnya mengandung pembangkangan terhadap sang Kekasih. Atau dalam bahasa Sufi, tanpa (mematuhi) syariat, tidak akan muncul hakikat (cinta).

Kedua
, secara batin seorang pencinta tidak boleh berpaling kepada sesuatu selain sang Kekasih atau segala sesuatu yang membuat seseorang lupa kepada-Nya.

Berikut ini, ada beberapa sebab yang mengantarkan orang menuju cinta yang hakiki, tentu jauh berbeda dengan cinta pada umumnya. Karena cinta ini merupakan ibadah hati sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, Allah SWT berfirman:”Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu,” (QS. Al Hujurat:7)
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa diantara sebab-sebab adanya cinta kepada Allah ada 10 perkara:

Pertama, membaca Al-Qur’an, menggali dan memahami makna-maknanya serta apa yang dikehendakinya
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus menerus berdzikir dalam setiap keadaan
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah diatas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu,
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya,
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah
Kedelapan, berkhalwat(menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun ke langit dunia.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur,
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah.

Maka dengan kerendahan hati dan kepasrahan harap kita berdo’a:

Ilahi anta maqshuudi wa ridhoka mathluubi

a’tini mahabbataka wa ma’rifataka
(Tuhanku, Engkaulah yang kutuju dan ridho-Mu yang kuharapkan,
berikanlah daku kecintaan dan makrifat kepada-Mu)

Allahumma inii as aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka
(Ya Tuhanku, aku memohon agar Engkau karuniakan cinta kepada-Mu, dan agar aku bisa mencintai orang-orang yang mencintai-Mu)

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika. Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab.
(posting by : A.Kuspriyanto)

Minggu, 01 Agustus 2010

Sebuah Renungan Nyadran

Media berbakti Orangtua

KETIKA menjelang bulan Ramadhan, tepatnya di bulan Ruwah sering kita berkesempatan menikmati suasana “nyadran” di kampung halaman. Sekedar plesir, kuliner ke kampung halaman atau pulang berziarah ke orang tua atau makam leluhur. Konon nyadran berasal dari bahasa Arab, Sadrun artinya dada, maksudnya bersihkan dada (hati) kita dari segala hal yang kurang baik. Ada juga yang mengatakan Sadran berasal dari kata sudra (orang awam), mengandung maksud agar kita dapat menjadi orang yang “merakyat” dapat bergaul semua lapisan masyarakat termasuk para kawula “alit”.

Berbagai makanan simbolik pun diadakan, apem misalnya, konon apem yang sebenarnya berasal dari bahasa arab afwun; maafkan atau excuse me, sehingga menurut lidah Jawa dari pada “ngomong Arab” lebih fasih dikatakan apem. Tidak hanya apem yang kita cicipi, ada kolak dan ketan. Kolak juga berasal dari kata Manca Negara yakni Qola artinya katakanlah. Demikian pula ketan, dari kata khata-a, artinya kesalahan atau khilaf. Maka berbagai rangkaian metaforik dari makanan tadi mengandung pesan katakanlah atau mohonlah maaf atas segala salah atau khilaf. Pesan sederhana yang mengandung makna mendalam, sehingga akan mendorong setiap orang untuk sejenak introspeksi diri (muhasabah). Melihat diri yang dhaif ini, yang seringkali memandang kesalahan orang lain dibandingkan diri sendiri. Ibarat Gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, tapi semut di seberang lautan pun kelihatan. Maka sekali lagi, excuse me, my friends.

Nyadran sebagai istilah menurut Mudjahirin Thohir, merupakan ekspresi simbolik :Pertama, leluhur itu asal-muasal geneologis bagi setiap individu (keluarga) yang bersangkutan. Tanpa memahami leluhurnya sama artinya dengan melangkah tanpa pijakan. Kedua, karena keberadaan itu maka anak keturunan tidak melupakan, tetap menjaga hubungan dalam bentuk hubungan simbolik. Ketiga, cara bagaimana memelihara hubungan tadi adalah dengan menziarahi , dan mendoakannya dalam memasuki alam keabadian. Keempat, menziarahi dan dan mendoakan adalah pertanda memperhatikan dan menghormati orang-orang yang telah berjasa dalam hidupnya.

Begitulah banyak pesan mendalam yang sebenarnya ingin dikomunikasikan kepada kita. Setidaknya kita diingatkan untuk menjadi orang yang “memuliakan dan menghormati orangtua , atau para leluhur yang telah berjasa kepada kita”.Jelas dan pasti, lantaran beliau telah berjasa dalam kehidupan ini. Dengan segala susah payah seorang ibu telah mengandung kita selama 9 bulan. Tidur miring susah, tidur terlentang juga repot apalagi tengkurap, lebih susah lagi. Kemudian dengan perjuangan antara hidup dan mati kita pun dilahirkan. Tidak berhenti disini, beliau mengurus kita sampai saat ini, memberikan sebuah cinta yang tulus, cinta yang tak kan pernah tergantikan.

Demikian pula seorang ayah, dia adalah orang yang telah memperjuangkan hidupnya, membanting tulang- memeras keringat untuk memberikan nafkah kepada keluarganya, kepada kita agar keluarganya dapat hidup layak dan nyaman. Lantas kemudian apa yang kita berikan buat mereka? Jangankan mengirimkan uang setiap bulan, berziarah pun terasa berat. Tetapi itu masa lalu, belum sempat kita berbuat baik kepada mereka, belum sempat kita membalas kebaikan mereka. Mereka telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya.

Sekali waktu, kita teringat sabda Rasulullah SAW ketika ditanya:”Wahai Rasulullah, apakah aku masih mempunyai kewajiban bakti kepada orang tua yang harus aku kerjakan setelah kematian keduanya?” Beliau bersabda:” Ya, ada, yaitu empat hal; mendoakan keduanya, memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman keduanya, dan menyambung sanak famili di mana engkau tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur keduanya.” (HR Abu Daud).

Kemudian rasa sesal pun bergelayut, tapi apakah itu sebuah solusi? Dan kesempatan masih terbentang lebar, selebar cakrawala. Akankah kita meraihnya dengan ketulusan maaf di hati. Bukalah Maaf-Mu untuk ku, excuse me.

(by : A.Kuspriyanto)

Kamis, 29 Juli 2010

Persiapan Jelang Ramadhan

Amalan Menyambut Bulan Ramadhan

SEGALA puji bagi Allah, yang tidak ada yang bisa mencegah atas apa yang Ia berikan, dan tidak pula ada yang bisa memberi terhadap apa yang Ia cegah.
Bulan Ramadhan sebentar lagi akan kita jelang. Sebagai seorang Muslim sudah semestinya kita menyambut Bulan Ramadhan ini dengan suka-cita. Kemudian apa yang sebaiknya kita siapkan agar kita dapat meraih segala kebaikan di bulan yang Mulia ini?
Ada beberapa hal yang dapat dikerjakan sebagai berikut:

1) Merasa senang dan gembira dengan kedatangan bulan Ramadhan.
Senang atau gembira terhadap sesuatu tentu bukan hal yang dapat dipaksakan begitu saja, melainkan terjadi karena adanya proses hubungan yang terjalin baik dengan obyek yang dicintai. Demikian pula merasa senang atau gembira dengan kedatangan bulan Ramadhan juga tidak bisa dipaksakan. Mereka senang menyambut bulan Ramadhan, karena ybs memahami keutamaan Ramadhan dan mensyukuri masih diberikan kesempatan berada di bulan yang sungguh sangat berharga untuk meraih keridhaan Allah SWT. Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW pernah bersabda:”Barangsiapa yang merasa gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya dari semua neraka” (Al Hadist/ Durratun Naashihiin)

2) Muhasabah diri
Agama mengajarkan kepada kita agar senantiasa mencermati terhadap amal yang kita kerjakan. Allah SWT berfirman:” Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa melihat kepada dirinya apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok.” (Al Hasyr : 18) Oleh karena itu diperlukan muhasabah atau evaluasi terhadap diri kita serta prestasi beribadah kita. Sebenarnya muhasabah itu dilaksanakan sepanjang waktu, bukan hanya waktu jelang Ramadhan saja. Orang yang tidak mau melakukan evaluasi, tentu tidak akan dapat mengetahui kemajuan atau kemunduran prestasinya. Bisa jadi ia menyangka telah banyak berbuat sesuatu, padahal sebenarnya masih jauh dari apa yang ditentukan. Maka Rasulullah SAW mengajarkan agar membuat perbandingan, kepada hal yang baik (agama) untuk melihat , mencontoh ke atas (kepada orang yang lebih taat, lebih ‘alim dsb) sedang perkara dunia (hal yang kurang baik) untuk melihat ke bawah, agar orang dapat bersyukur.

3) Memperbanyak istighfar dan taubat
Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan dalam kehidupan ini. Rentang panjang kehidupan yang dilalui acap kali membuat kita terlena dalam khilaf dan dosa. Maka istighfar dan taubatlah pintu untuk membersihkan kesalahan kita tsb, bahkan Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap kesempitan. Rasulullah SAW bersabda:”Barangsiapa yang selalu menetapi istighfar, maka Allah menjadikan baginya dari setiap kesempitan suatu jalan keluar, dari setiap kesusahan suatu jalan penyelesaian, dan Allah memberinya rezeki dari arah yang ia tidak duga-duga.” (Riwayat abu Daud dan Nasai dengan sanad berpredikat sahih)
Rasulullah Saw mengajarkan kepada umatnya untuk memperbanyak istighfar, kendatipun beliau sendiri telah mendapat ampunan atas semua dosa yang lalu dan yang kemudian. Sekurang-kurangnya 70 kali atau 100 kali dibaca setiap harinya. Suatu pendapat mengatakan tentang jumlah yang harus dibaca, minimal 100 kali pada pagi hari dan 100 kali pada sore hari. Sebagian ahli shufi menetapkan kepada muridnya pada permulaan perkaranya membaca istighfar 100 kali pada setiap pagi dan sore hari, membaca shalawat nabi 100 kali serta membaca Laa Ilaaha Illallah 300 kali lebih sedikit.

4) Memperbaiki dan meningkatkan Silaturahmi
Allah SWT berfirman:”Bertaqwalah kepada Allah, yang kau minta (hajatnya terpenuhi) kepada-Nya, dan peliharalah pertalian persaudaraan/ kerabatmu (jangan kau putuskan ikatan dengan mereka)". (An Nisa 1)
Dalam salah satu hadist, Rasulullah Saw pernah bersabda:”Amal yang paling cepat pahalanya adalah silaturahmi, dan dosa yang disegerakan akibatnya adalah putusnya hubungan persaudaraan dan penganiayaan.” (Al Hadist/ Tambihul Ghafilin)
Jelang Ramadhan merupakan momen yang sangat baik, untuk meningkatkan silaturahmi. Demikian pula dapat dipergunakan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan manakala ada salah paham (mis komunikasi) dan sebagainya, dapat diselesaikan sebelum bulan Ramadhan tiba. Jadikan bulan Ramadhan benar-benar bulan ibadah, akan sangat sayang bila diwarnai dengan perseteruan berkepanjangan. Maka memperbaiki hubungan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, maka saatnya untuk saling meminta maaf.

5) Melatih ibadah pada bulan Sya’ban
Sebenarnya ibadah atau amalan apapun tidak memberikan dampak yang berarti, apabila tidak dikerjakan dengan ikhlas, sungguh-sungguh dan istiqomah. Momen yang tepat menjelang bulan Ramadhan dapat dimanfaatkan untuk melatih diri dan anggota keluarga meningkatkan ibadah, seperti berpuasa, membaca Al- Qur’an, shalat malam, meningkatkan sedekah dan sebagainya. Dari Aisyah ra, ia berkata:”Tidakkah saya melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali Ramadhan, dan tidaklah saya melihat Rasulullah yang paling banyak puasanya kecuali bulan Sya’ban” (HR. Bukhari)

6) Mempersiapkan bekal keperluan selama bulan Ramadhan
Banyak orang yang menyiapkan bekal keperluan secara khusus menghadapi bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan dengan harapan akan dapat menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan khusuk. Berbagai persiapan dilakukan, baik menyangkut tempat ibadah, pakaian shalat, buku-buku bacaan agama bahkan ada pekerja berat yang dengan suka cita menabung 11 bulan untuk bisa menikmati dan menyempurnakan ibadah bulan Ramadhan.

7) Meningkatkan kegiatan taklim
Menimba ilmu atau menghadiri kegiatan taklim akan sangat bermanfaat untuk menyempurnakan ibadah puasa. Muadz bin Jabal pernah mengatakan:”Belajarlah ilmu, sebab belajar itu adalah suatu kebaikan, dan menimbanya adalah ibadah, sedang mengingatnya adalah tasbih, lalu mengadakan penyelidikan padanya berarti jihad, kemudian mengajarkannya adalah shadaqah, dan memberikannya kepada yang berhak adalah taqarrub, karena ilmu itu adalah cara untuk menempuh derajat di surga. Ilmu adalah kawan di saat kesepian atau di tengah pengasingan, ia sebagi penunjuk jalan kegembiraan, dan penolong saat kesukaran, penghias di antara kawan, dan senjata penghalau musuh.”
Berbagai media taklim hampir dijumpai dimana-mana; penghajian di Masjid, di Mushola di rumah-rumah, di media elektronik (TV, Radio, internet) dsb. Orang dapat memilih yang disukai sesuai selera dan kesempatan masing-masing.

Demikian sekilas amalan yang mungkin dapat dikerjakan dalam rangka menyongsong bulan Ramadhan , semoga kita dapat mempersiapkan diri dalam meraih ridha Ilahi di bulan suci Ramadhan ini.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilaaha illa anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaika. Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada.Mu

Wallahu a’lam bi shawab.
(A.Kuspriyanto, Sumber: Tanbihul Ghafilin, Mahkota Pokok-2 Hadist Rasulullah, dan sumber lain)

Selasa, 27 Juli 2010

Perhatikan Rukun Puasa Ramadhan

Syarat Wajib Puasa, Syarat Sah Puasa
dan Rukun Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, yang disyariatkan pada hari senin tanggal 2 Sya’ban tahun kedua Hijriyah. Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu ditegakkan atas lima azaz yaitu: (1) Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, (2) Mendirikan shalat (3) Menunaikan zakat, (4) Berhaji ke Baitullah dan (5) Berpuasa dalam Bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Shaum , syiam atau puasa, mengandung pengertian:

• Secara etimologis adalah ‘al imsaku ‘an al-syai” yaitu mengekang dan menahan diri dari sesuatu. Misalnya menahan diri dari makan dan minum, dsb.

• Secara terminologis atau pengertian secara syar’iah, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum, jima’ (bercampur dengan istri) dll yang diperintahkan kepada kita untuk menahannya, sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan. Demikian pula diperintahkan menahan diri dari ucapan yang diharamkan atau dimakruhkan, karena ada hadist-hadist yang melarang hal itu, semua itu berdasarkan waktu dan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Beberapa hal yang sebaiknya diketahui:

1. Syarat wajib puasa

Mereka yang diwajibkan melaksanakan puasa ramadhan adalah yang memenuhi persyaratan sbb:
1. Beragama islam. Bagi mereka yang tidak beragama islam tidak diwajibkan puasa. Bila mereka masuk agama Islam, maka tidak wajib meng-qadha puasanya yang telah lalu. Firman Allah SWT:”Katakanlah kepada orang-orang kafir itu ,jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi; sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah) terhadap orang-orang terdahulu. (QS. Al-Anfal :38)


2. Berakal. Bagi orang yang terganggu akalnya, atu gila tidak wajib berpuasa;

3. Baligh atau dewasa, yaitu berumur 15 tahun ke atas, atau sudah menstruasi bagi wanita dan mimpi sebagai tanda baligh bagi anak laki-laki, meskipun usianya belum mencapai umur 15 tahun. Anak yang belum baligh tidak wajib berpuasa, namun demikian apabila anak tersebut telah mumayyiz, kemudian melaksanakan puasa, maka puasanya sah. Sebagai tarbiyah, hendaknya anak dilatih puasa sejak masih kecil, sehingga pada saat baligh mereka sudah terbiasa melaksanakan puasa.

Tanda-tanda baligh secara rinci sebagaimana pernah ditulis KH. Ahmad Syadzirin Amin adalah sebagai berikut:


a) Bagi seorang perempuan ada 5 macam, apabila salah satu dari 5 perkara berikut terdapat padanya maka dihukumi sudah baligh:

• Umur 15 tahun qomariah
• Keluar air mani dari kemaluan setelah umur 9 tahun qomariah
• Keluar darah haid setelah 9 tahun qomariah, taqriban, yaitu kira-kira atau kurang sedikit 15 hari walaupun hanya sebentar (Kashifatu al Syaja: 16)
• Keluar bulu kemaluan setelah umur 9 tahun qamariah (Tabyinal Ishlah: 157)
• Kedua buah dadanya sudah menonjol ke depan secara jelas (Bidayatul Ummat)

b) Bagi seorang laki-laki, apabila salah satu dari perkara berikut terdapat padanya maka dihukumi sudah baligh:

• Sudah berumur 15 tahun qamariah
• Keluar air mani
• Keluar bulu kemaluan setelah 9 tahun qamariah (Tabyinal ishlah: 157)

4. Mampu berpuasa. Mereka yang tidak mampu karena sudah sangat tua, sakit dsb, tidak wajib berpuasa, kewajiban itu diganti dengan membayar fidyah;

2. Syarat Sah Puasa, pelaksanaan ibadah puasa menjadi sah, bila memenuhi persyaratan sbb;
• Beragama islam. Orang-orang non muslim tidak sah bila melakukan ibadah puasa.
Mumayyiz, yaitu seorang anak laki-laki maupun perempuan yang sudah memiliki kemampuan untuk membedakan kebaikan dan keburukan
• Suci dari haid dan nifas, bagi perempuan yang sedang haid atau baru saja melahirkan tidak boleh berpuasa. Namun mereka wajib meng-qadha (mengganti) puasa yang ditinggalkan setelah mereka suci dari haid dan nifasnya.
• Dikerjakan pada waktu yang diperkenankan puasa padanya. Jika melaksanakan puasa pada waktu yang tidak diperbolehkan puasa padanya, maka puasanya tidak sah, bahkan tidak boleh dilakukan. Yakni dilarang berpuasa pada hari raya idhul fitri dan idhul adha, dan puasa pada hari tasriq (11,12,13 Dzulhijjah)

3. Rukun Puasa, adalah sesuatu yang harus dikerjakan, bila ditinggalkan salah satunya maka ibadahnya tidak sah, yaitu:
• Niat melaksanakan ibadah puasa, waktunya pada malam hari, sejak waktu maghrib sampai dengan waktu fajar. Pada puasa sunnah diperbolehkan niat di pagi harinya sampai menjelang waktu dzuhur.
• Meninggalkan segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar di waktu subuh sampai terbenam matahari di waktu maghrib.

4.Yang Membatalkan Puasa, apabila melakukan salah satu perbuatan berikut puasanya menjadi batal atau tidak sah
• Makan dan minum sedikit atau banyak. Akan tetapi bila karena lupa (tidak sengaja makan atau minum baik banyak maupun sedikit) tidak membatalkan puasa
• Bersetubuh atau melakukan hubungan seksual (di siang hari di bulan Ramadhan)
• Mengalami Haid atau Nifas
• Gila (bila gila itu terjadi pada siang hari dan dalam keadaan berpuasa, maka batallah puasanya).
• Keluar sperma dengan sengaja, baik melalui onani maupun masturbasi. Adapun apabila keluar sperma karena bermimpi, maka tidak membatalkan puasa.
• Muntah dengan sengaja


Wallahu a’lam bi shawab
(Editor: A.Kuspriyanto, dari berbagai sumber)

Minggu, 25 Juli 2010

Obat Rindu

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Ke-enam)

CINTA, sekali lagi sebuah kata yang terdiri dari lima huruf yang tidak pernah kering dari resah-gelisah serta haru-biru kerinduan dari anak manusia. Kendatipun berulang-ulang didendangkan lagunya:

Sekian lama aku menunggu, untuk kedatanganmu
Bukankah engkau telah berjanji kita jumpa disini
Datanglah, kedatanganmu kutunggu
Tlah lama, telah lama kumenunggu

Derita hidup yang kualami
Duhai pahit sekali
Pada siapa aku berbagi kalau bukan padamu
Datanglah, kedatanganmu kutunggu
Telah lama, telah lama kumenunggu

Ungkapan kerinduan yang sangat mendalam, juga dituangkan dalam baitnya Imam Syafii, misalnya suatu ketika beliau datang menjenguk rekannya yang sedang sakit, beliau sangat mengasihinya. Nama rekannya itu Muhammad bin Abdul Hakim al-Masri. Beliau berkata:

Di kala kekasih kesayanganku sakit kumerawatnya
Aku sakit karena bimbang kepadanya
Datang kekasih merawatku
Sakitku sembuh karena dapat menatap wajahnya.

Memang kerinduan adalah manifestasi perasaan mendalam, yang bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Pada waktu itu, bahkan ada seorang lelaki yang menemui Imam Syafii menanyakan hal tersebut. Lelaki itu memberikan secarik kertas yang bertulis: Tanyalah Mufti Mekah; Apakah kasih dan rindu itu berdosa? Kemudian Imam Syafi-I pun menulis jawabannya :

Bahwa taqwa kepada Allah akan hilang
Di kala berdampingn dengan hati yang luka

Seorang lelaki yang lain menyampaikan kepada Imam Syafi-I sehelai kertas yang bertulis:

Tanya kepada mufti Mekah dari keturunan suku Hasyim
Seorang telah jatuh cinta apakah obatnya?


Imam Syafii menulis jawaban di bawah bait itu:

Diobati hatinya kemudian dirahasiakan cintanya
Kemudian hendaklah ia bersabar dan khusu’

Tetapi nampaknya, rindu dan cinta tak selalu bisa terobati. Beliau mengungkapkan dalam bait syairnya:

Antara kecelakaan kehidupan ialah kamu mencintai
Seorang yang yang tidak mencintaimu
Ia melarikan diri darimu
Tetapi kamu selalu mengunjunginya

Kerinduan yang tak terobati pun dialami oleh Hamid seorang pemuda sholeh dalam kisah roman-nya Hamka “Di Bawah Lindungan Ka’bah”.

Hamid menjadi anak yatim sejak berumur 4 tahun. Sepeninggal ayahnya, Ibu Hamid berjualan kue dan Hamid yang membantu ibunya menjajakan kue. H.Jafar yang hartawan dan dermawan memungut Hamid untuk disekolahkan bersama-sama putrinya yang berumur 2 tahun lebih muda dari Hamid, namanya Zainab. Begitulah Hamid dan Zainab selalu bersama seperti “abang dan adik”. Setelah tamat dan berijazah Mulo, Zainab tinggal di rumah, masuk pingitan, sedangkan Hamid bersekolah agama di Padang Panjang. Nampaknya perpisahan ini membuat Hamid kesepian, karena diam-diam antara Hamid dan Zainab itu bersemi benih cinta di hatinya.

Malang tak dapat ditolak, H. Jafar meninggal dunia. Maka dengan adanya peristiwa kematian ini membawa perubahan besar pada Hamid. Ia jarang mendatangi Zainab “Sang Kekasih” dan ibunya. Sebelum ibu Hamid meninggal dunia, ia berwasiat agar Hamid melupakan cintanya kepada Zainab, karena antara dia tidak sepadan kedudukannya dalam masyarakat. Mak Asiah, Ibu Zainab minta kepada Hamid untuk membujuk Zainab agar mau kawin dengan kemenakan Almarhum H. Ja’far, dengan maksud agar terjalin keutuhan kekeluargaaan. Betapa remuk-redam dan berat hati Hamid menyampaikan permintaan ibu angkatnya untuk membujuk Zainab “kekasihnya” agar mau kawin dengan orang lain.

Kendatipun berat tugas itu pun dilaksanakannya, namun ternyata Zainab tak berkeinginan untuk kawin dahulu. Sesudah peristiwa itu, Hamid meninggalkan sepucuk surat kepada Zainab, bahwa dia kan pergi dengan tujuan tak menentu. Singkat cerita, dalam perantauannya sampailah ia ke Tanah Suci Mekkah. Di sana bertemulah ia dengan temannya yang bernama Saleh, kawan sekolah di Padang Panjang dahulu. Ratna, isteri Saleh adalah kawan akrab Zainab. Ratna mengirimkan surat kepada suaminya di Mekkah, yang antara lain menceritakan bahwa Zainab jatuh sakit sepeninggal Hamid. Dan dalam surat itu pula diceritakan bahwa Zainab selalu merindukan dan menunggu kedatangan Hamid. Zainab pun berkirim surat kepada Hamid, yang menyatakan bila Hamid tidak segera datang, ia akan meninggal dunia. Karena surat Zainab tadi, Hamid jatuh sakit. Demamnya makin keras, pada waktu ia wukuf di padang Arafah. Dalam keadaan gawat, datang telegram dari istri Saleh, bahwa Zainab meninggal dunia. Mendengar kabar itu, Hamid yang sedang ditandu melaksanakan tawaf mengelilingi Ka’bah, ia menitikkan air matanya. Tepat berthawaf mengelilingi Ka’bah ketujuh kalinya ia pun meninggal di bawah Ka’bah dengan senyuman, tanda rela dan sempurna kerinduannya.

Begitulah haru-biru perjalanan cinta dan dalamnya kerinduan Hamid dan Zainab. Betapa hancur hati seorang kekasih yang harus menasihati kekasihnya sendiri agar mau menikah dengan orang lain. Padahal kekasih adalah belahan hatinya. Bagaimana mungkin orang sampai hati menyerahkan belahan hatinya kepada orang lain. Kendatipun Hamid tak tersampaikan cintanya, tetapi ia bahagia karena kekasihnya setia mencintainya hingga akhir hayat. Yang lebih membahagiakan karena ada yang lebih ia cintai di atas segalanya, dan Allah telah mengobati kerinduannya dengan senyum bahagia di bawah Lindungan Ka’bah

Dan apabila ternyata rindu dan resah-gelisah itu pun belum juga terobati, sahabat Ibnu Mas’ud menyarankan “bawalah hatimu untuk mengunjungi tiga tempat, yaitu ketempat orang yang membaca Al Qur’an, engkau baca Al-Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya. Atau engkau pergi ke majlis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah SWT. Atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau ber-khalwat beribadah kepada Allah SWT, umpamanya di tengah malam buta di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan salat malam, meminta dan memohon kepada Allah SWT ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati. Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini , engkau minta kepada Allah agar diber-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu bukan lagi hatimu.”.

Wallahu a’lam bi shawab

(A.Kuspriyanto, dari berbagai sumber)