Kamis, 03 Juni 2010

Test Cinta

Kemana Menemukan Cinta
(Bagian Kelima)



BAGI para muda sering dibikin pusing yang namanya cinta. Lantaran, mungkin karena saking “geregetan” cinta yang sering bikin sewot. Ada pepatah yang mengatakan “jinak-jinak merpati” –dekat dimata jauh di hati , kalau ditinggal malah mendekati kalau didekati di tinggal lari, kayaknya jual mahal tho. Apakah ini cinta sepihak, ataukah cinta bak gayung bersambut. Nggak tahulah, bingung kan?

Oleh karena itu, untuk menjawab kegalauan hati tentang berbagai pertanyaan adakah cinta diantara kita. Berikut ada test yang berisi lima pertanyaan dari Charlie W. Shedd dalam bukunya “How to Know if You’re Really in Love” yang telah dirangkum dalam Reader’s Digest (Juni 1982)
Tentunya akan sangat membantu, minimal sebagai bahan pertimbangan bagi yang belum menikah , tentang perspektif perkawinan yang akan dijalani memiliki bibit-bibit yang memungkinkan untuk berkembang bersama dalam jangka panjang. Sedangkan bagi mereka yang sudah terlanjur berkeluarga, dapat sebagai bahan pertimbangan untuk memupuk cinta mereka.

Pertama, test kemerdekaan (The Liberty Test)
Pertanyaan pertama ini ditujukan untuk mengetahui , apakah kita saling mendukung untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sendiri secara pasti, untuk memiliki teman-teman secara terpisah dengan kita, dan untuk merasa bebas sebagai individu?
Letak kebesaran semangat cinta adalah ‘menciptakan ruang kebebasan’. Tentunya perkawinan yang baik menyediakan peluang bagi kedua pihak untuk mengembangkan kemandirian yang sehat (a healty independence). Tidak ada paksaan untuk mengikuti kecenderungan masing-masing. “Masak dari dulu hingga kini, kok gitu aja, nggak berubah-berubah tho?” katanya.
Pasangan suami-istri yang bijaksana memiliki usaha belajar untuk berpandangan:”Gue kawini lhu, bukan untuk merubah lhu jadi seperti diri gue.” Tapi sebuah keyakinan bahwa masing-masing baik sendiri maupun berdua / bersama-sama dapat hidup dalam nafas sebagaimana Kahlil Gibran katakana:”Biarkan terdapat jarak dalam kebersamaan kita.” .Lebih penting lagi “Dengan perkawinan marilah kita bersama beribadah menuju ridho Ilahi.

Kedua, tes mementingkan diri sendiri (The UnselffishnessTest)
Apakah banyak hal positif kita saling mendukung, bukan atas dasar ego (dominasi) kita masing masing-masing pihak. Dalam suatu perkawinan yang baik, kematangan jiwa bukanlah apa yang akan kau lakukan untukku?, tetapi apa yang dapat kulakukan untukmu. Cinta yang tidak egois berpandangan, “Aku cinta engkau karena engkau, seperti engkau apa adanya,” Pernyataan itu dapat diungkapkan baik secara lisan maupun perbuatan.

Ketiga, tes maaf memaafkan (The mercy-apology Test)
Apakah kita menahan diri dari mengeritik yang berlebihan terhadap pasangan kita. Dan apakah dengan kebesaran hati kita mau mengakui kesalahan kita. “Maafkanlah saya, saya minta maaf, saya telah bersalah” . Hal demikian dalam upaya untuk menuju awetnya cinta. Seni tentang minta maaf adalah sesuatu yang sederhana, yakni bagaimana kita mengakui kesalahan, menyesali dan menyampaikan untuk minta maaf. Cinta yang murni menuntut suatu pengujian yang besar untuk saling memaafkan.

Keempat, tes mengenai seks (The Sex Test)
Ini test yang paling sensitif. Apakah kita ini peka terhadap kebutuhan-kebutuhan seks pasangan kita. Harapan ideal tentang hal dari dua jenis kelamin yang berbeda tidaklah bisa diharapkan sepersis-persisnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah kompromi atau adanya saling pengertian. Maka diperlukan perundingan berbagai hal yang diinginkan untuk membicarakan tentang kerukunan dan rasa damai yang terinti (inner peace).

Kelima, test tentang keuangan (The Money Test)
Seni mengelola keuangan dalam keluarga bermacam-macam, bisa secara bersama-sama (a common phylosophy) atau dikelola berdasarkan kesepakatan. Uang dapat dimanfaatkan bagi pemeratu keluarga, atau bisa jadi sumber konflik. Apakah kita sependapat dalam mengartikan sukses dalam keuangan. Dsb.

Apabila terhadap lima butir test di atas, kita dapat sepakat “no problem”, maka dapat disimpulkan bahwa kita berada dalam alur kearah hubungan suami istri yang matang. Namun apabila masih ada beberapa pertanyaan yang belum ada kesepakatan, kiranya perlu perhatian atu proses pemahaman masing-masing secara khusus.

Kendatipun demikian apapun hasilnya, kiranya perlu dihargai karena kita telah melakukan suatu usaha dengan sungguh-sungguh. Kemudian kita tawakkal kepada Allah SWT.
Allah berfirman :"...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu membulatkan tekad, maka ber-tawakkal -lah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT menyukai pada orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (QS.3 : 159)

Wallahu a'lam bi ash-shawab.


(A.Kuspriyanto, Juny ,2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar